GENRE: Thriller
ACTORS: Madelaine Petsch, Gabriel Basso, Ema Horvath
DIRECTOR: Renny Harlin
RELEASE DATE: 1 Oktober 2025
RATING: 2/5
Penilaian Film: The Strangers – Chapter 2, Slasher yang Tanggung?

- Maya menjadi target baru para Strangers setelah lolos dari teror brutal
- Film berhasil menangkap nuansa survival horror ala video game, tapi kurang menggigit
- Struktur penceritaan terasa janggal, dipaksa dipecah menjadi tiga film
Selamat dari mimpi buruk di The Strangers: Chapter 1 bukan berarti akhir penderitaan bagi Maya. Justru, babak baru penuh teror menantinya di The Strangers: Chapter 2. Apakah sekuel ini mampu mempertahankan intensitas horor pendahulunya? Mari kita kupas dalam review berikut!
1. Gambaran cerita

Di The Strangers: Chapter 1, Maya berhasil lolos dari teror brutal para pembunuh bertopeng.
Mungkin kamu masih ingat, di akhir film pertama ia melihat sosok Scarecrow (salah satu pembunuh dengan topeng khasnya) tiba-tiba muncul di sisinya saat ia di rumah sakit.
Kabar baiknya, adegan mencekam itu hanyalah halusinasi.
Namun kabar buruknya, penderitaan Maya jauh dari kata usai.
Sebagai penyintas langka yang berhasil selamat, Maya kini menjadi target. The Strangers (yakni Scarecrow, Dollface, dan Pin-Up Girl) tidak berniat membiarkannya pulih. Mereka segera melanjutkan aksi terornya, bahkan sampai mendatangi Maya di rumah sakit tempat ia dirawat.
2. Beberapa hal yang saya apresiasi dari film ini

Salah satu hal yang paling saya sukai dari The Strangers: Chapter 2 adalah bagaimana film ini berhasil menangkap nuansa survival horror ala video game.
Bayangkan: Maya harus berjuang kabur dari tiga pembunuh misterius, para Strangers, dengan nyaris tanpa bantuan. Tempat yang seharusnya aman, seperti rumah sakit, bisa mendadak sunyi dan tak berdaya. Dokter, penjaga, bahkan orang-orang yang berusaha menolong seolah tak pernah cukup untuk menghentikan teror mereka.
Kekosongan inilah yang membuat setiap lokasi, mulai dari rumah sakit, kandang kuda, hutan, dan area lain terasa mencekam. Atmosfernya memikat, menambah intensitas penderitaan Maya, sekaligus mengingatkan pada game klasik seperti Clock Tower.
Sayangnya, apresiasi saya berhenti di situ. Karena di banyak aspek lain, film ini justru terasa kurang menggigit.
3. Saya benar-benar tidak suka struktur penceritaan The Strangers sejauh ini

Waktu The Strangers: Chapter 1 rilis, gaya penceritaannya masih bisa dinikmati.
Sepasang karakter tiba-tiba diteror oleh trio bertopeng, lalu meski selamat, Maya masih dihantui Scarecrow di sisinya. Tipikal slasher dengan ending menggantung yang memang sengaja tidak memberi kenyamanan penuh. Masih bisa dipahami.
Masalahnya, The Strangers: Chapter 2 hanyalah kelanjutan langsung dari itu. Dan sejak awal kita sudah tahu ini adalah sebuah trilogi. Artinya, penonton sadar lebih dulu bahwa konflik Maya dengan para Strangers tidak akan berakhir di sini. Ending film ini pun membuktikan hal tersebut.
Bagi saya pribadi, terasa aneh sekali melihat cerita slasher sederhana dipaksa dipecah menjadi tiga film, masing-masing sekitar 90 menit. Awalnya saya bahkan mengira tiga chapter ini akan disajikan seperti antologi, bukan sekadar memperpanjang penderitaan Maya hingga tiga babak.
Hasilnya, Chapter 2 ini terasa janggal. Ia bukan benar-benar awal, tapi juga belum sampai akhir. Hanya sekadar bagian tengah yang membuat filmnya terasa… tanggung.
4. Klise khas slasher yang kalau kamu sudah biasa hanya akan bikin kesal bukan takut

The Strangers: Chapter 2 dipenuhi klise slasher yang makin terasa mencolok karena kini latarnya bukan lagi kabin terpencil, melainkan kota.
Sebut saja: sinyal ponsel mendadak hilang saat paling dibutuhkan, tokoh utama sempat mengungguli pembunuh tapi tidak pernah menuntaskannya, atau karakter tambahan yang muncul sekadar jadi korban gore karena umur Maya “diperpanjang” oleh naskah. Semua formula klasik itu bisa terasa berbeda tergantung apa yang kamu cari dari film ini.
Kalau hanya ingin gore, ketegangan instan, dan siap “mematikan otak” supaya tidak memikirkan logikanya terlalu jauh, klise-klise tersebut mungkin masih bisa menghibur.
Tapi buat saya, yang sudah lama kebal terhadap gore dan trik-trik film slasher, klise seperti ini tidak lagi menakutkan. Justru bikin jengkel.
Apalagi dengan latar kota yang lebih luas, kelemahan logika jadi semakin terlihat bodoh ketimbang seru.
Saya sebelumnya lebih "memaafkan" I Know What You Did Last Summer (2025), yang meski sama-sama slasher, masih bisa menghibur berkat sisipan komedi, karakter yang surprisingly berkesan, dan sentuhan nostalgia.
Sayangnya, The Strangers: Chapter 2 tidak punya semua itu.
5. Kesimpulan?

Saya memberikan The Strangers: Chapter 2 nilai 2 dari 5 bintang.
Alih-alih terasa segar, perluasan latar ke sebuah kota kecil justru membuat klise-klise slasher semakin kentara dan “menyakitkan.” Dari sisi struktur penceritaan pun, film ini benar-benar terasa sebagai “film tengah” yang sulit berdiri sendiri. Sayangnya, ia juga tidak punya cukup kekuatan positif untuk membuat penonton betah menunggu kelanjutan kisahnya.
Buat saya, ini tipe film yang masih oke ditonton di OTT atau TV ketika kebetulan sedang tersedia, misalnya untuk tontonan santai malam-malam bareng teman. Namun, jika tujuanmu adalah mencari pengalaman horor/thriller yang benar-benar memuaskan di bioskop, rasanya masih ada banyak pilihan yang lebih layak.
Itu pendapat saya. Kalau menurut kamu, apakah The Strangers: Chapter 2 masih cukup seru ditonton? Yuk, bagikan di kolom komentar!



















