Penilaian Film: The Running Man (1987), Cheesy tapi Cukup Fun

- Adaptasi film yang longgar dari novel Running Man
- Film dengan aksi khas Arnold era 80-an
- Aksi dan visual yang cukup awet hingga tahun 2025
Film The Running Man (2025) yang dibintangi Glen Powell sedang tayang di bioskop Indonesia.
Saya sendiri belum sempat menonton versi terbarunya… tetapi versi klasik tahun 1987 yang dibintangi Arnold Schwarzenegger kebetulan tersedia di Netflix.
Waktu kecil, saya hanya sempat melihat sebagian-sebagian ketika diputar di TV, namun tidak pernah menontonnya sampai tuntas. Karena itu, menonton ulang sekarang memberikan pengalaman yang cukup berbeda, terutama dengan perspektif yang lebih dewasa dan pemahaman yang lebih luas soal film.
Jadi, bagaimana kesan saya terhadap versi Arnold ini ketika ditonton di era sekarang?
Yuk, simak ulasan lengkapnya di bawah!
Synopsis The Running Man (1987)

Film ini berlatar di Amerika Serikat versi masa depan yang distopia dan totalitarian, di mana sebuah stasiun TV milik negara menayangkan acara permainan mematikan. Para narapidana, disebut sebagai “runners”, dipaksa bertahan hidup dari kejaran para pembunuh bertema gladiator futuristik yang dikenal sebagai “stalkers”.
Kisahnya mengikuti Kapten Ben Richards (Arnold Schwarzenegger), seorang polisi yang dijebak dan kemudian dipaksa ikut dalam acara tersebut. Tanpa sengaja, Richards justru menjadi simbol perlawanan terhadap pemerintah korup dan media yang memanipulasi rakyatnya.
1. Bukan film untuk yang nyari adaptasi novel Running Man setia

The Running Man (1987) sejak lama dikenal sebagai adaptasi yang sangat longgar dari novel karya Stephen King (ditulis dengan nama pena Richard Bachman). Beberapa elemen ceritanya memang masih dipertahankan, tetapi banyak hal lainnya dibuat jauh berbeda.
Di versi film, Ben Richards digambarkan sebagai mantan polisi bertubuh perkasa, citra khas Arnold era 80-an. Padahal di novel, Ben adalah sosok pria biasa yang terpaksa mengikuti acara mematikan The Running Man demi mendapatkan uang untuk membeli obat bagi putrinya yang sakit keras.
Desain para Stalker pun tampil jauh lebih flamboyan. Sosok seperti Dynamo, misalnya, terlihat seperti campuran kontestan gulat profesional dan karakter American Gladiators, lengkap dengan kostum mencolok yang menonjolkan kesan hiburan ketimbang teror.
Jadi, kalau kamu mencari adaptasi yang lebih dekat dengan nuansa dan premis novel, terutama soal latar belakang Ben Richards, versi 2025 mungkin akan terasa lebih pas.
Namun kalau yang kamu cari adalah film aksi khas Arnold era 80-an, yang ringan, heboh, dan cocok untuk ditonton sambil ngemil di Netflix…
Ya, film versi 1987 ini bakal memenuhi ekspektasi itu.
2. Film yang sangat Arnold

Di era 80an akhir hingga 90an awal, Arnold sudah punya beberapa film yang terasa berbeda dari formula aksinya. Masih di tahun 1987, Predator misalnya, justru menunjukkan bahwa otot besar dan senjata berat Arnold tidak banyak berguna ketika berhadapan dengan Yautja, sang pemburu alien mematikan.
Jika bicara adaptasi novel yang dibintangi Arnold, Total Recall (1990) menawarkan aksi khas dirinya, tetapi dibalut twist dan ambiguitas menarik, membuat penonton bertanya-tanya apakah kejadian yang terlihat adalah kenyataan atau hanya konstruksi fantasi.
Namun The Running Man (1987) adalah salah satu contoh formula klasik “film Arnold”.
Ben Richards digambarkan sebagai sosok dengan fisik superhuman dan kemampuan bertarung luar biasa, identitas yang sangat melekat pada image Arnold era 80-an. Ada pula karakter wanita yang awalnya terseret masalah namun kemudian berperan penting membantu sang tokoh utama, diperankan dengan baik oleh María Conchita Alonso.
One-liners khas Arnold? Oh film ini punya banyak. Sangat banyak.
Semua elemen ini membuat filmnya terasa seperti paket lengkap “Arnold 80-an”. Jadi jika kamu memang datang untuk mencari film aksi Arnold, yang ringan, penuh aksi, dan dipenuhi dialog ikonik, The Running Man nyaris tidak mungkin mengecewakan.
3. Aksi dan visual yang cukup awet

Satu hal yang cukup membuat saya terkejut adalah betapa beberapa aksi dan efek visual The Running Man (1987) masih terasa lumayan awet ketika ditonton di tahun 2025. Setidaknya dari sudut pandang saya, yang sudah terbiasa menonton film sejak era 90-an.
Tentu ada beberapa efek yang sudah terlihat usang, terutama efek listrik yang digunakan oleh karakter Dynamo. Namun banyak adegan lain yang justru masih menyenangkan untuk disaksikan. Jetpack milik Fireball, misalnya, terlihat cukup meyakinkan untuk ukuran film lama, sementara duel sengit antara Arnold dan Buzzsaw tetap memberikan sensasi aksi yang solid.
Hal-hal seperti inilah yang membuat The Running Man versi Arnold tetap menjadi tontonan seru—baik ketika ditonton bareng teman, maupun saat ingin menemani waktu santai dengan hiburan aksi ringan yang tidak terlalu menuntut otak berpikir keras.
4. Kesan akhir

Sebagai adaptasi novel The Running Man, film ini memang termasuk salah satu contoh adaptasi yang “ngaco total”. Banyak perubahan besar yang membuatnya hampir tidak terasa sebagai versi layar lebar dari novel Stephen King. Bahkan konsep paling menarik dari bukunya (Ben Richards yang dilepas bebas ke dunia luar dan harus terus bersembunyi dari para Hunter) tidak digunakan sama sekali. Konsep tersebut baru diangkat lagi dengan lebih setia di The Running Man versi 2025.
Film tahun 1987 ini memilih pendekatan berbeda: lebih seperti game show gladiator futuristik, dengan Ben dan para sekutunya menghadapi para Stalker di arena milik studio. Lebih ringkas, lebih “TV show”, dan jauh lebih pop.
Namun… jika kita menilainya sebagai film aksi Arnold, The Running Man justru sangat menghibur. Asalkan kamu bisa melepas ekspektasi soal adaptasi novel dan menontonnya sebagai film aksi 80-an yang berdiri sendiri, saya rasa film ini bisa memberikan pengalaman yang fun—apalagi kalau ditonton bareng teman.
Filmnya juga ditutup dengan ending yang jauh lebih optimis dibanding versi novel, yang cenderung muram dan tragis. Jadi tidak ada rasa “down” ketika credits mulai bergulir.
Pada akhirnya, saya memberikan film ini 3,5 dari 5 bintang. Apakah ada kelemahan? Tentu, terutama jika dilihat dari kacamata “adaptasi novel The Running Man”. Tetapi jika dipandang sebagai film Arnold yang kebetulan memakai judul The Running Man, hasilnya justru cukup solid, sangat menghibur, dan bahkan lumayan awet bertahan terhadap waktu. Ini film 1987 dan saya masih bisa lumayan menikmatinya di 2025.
Menurutmu bagaimana?
Coba tulis pendapatmu di kolom komentar!
| Producer | George Linder |
| Writer | Steven E. de Souza |
| Age Rating | D 17+ |
| Genre | Action |
| Duration | 101 Minutes |
| Release Date | 13-11-1987 |
| Theme | Dystopia |
| Production House | Braveworld Productions |
| Where to Watch | Netflix |
| Cast | Arnold Schwarzenegger. María Conchita Alonso, Yaphet Kotto, Richard Dawson |



















