Penilaian Film The Carpenter’s Son: Horor Nicolas Cage yang Berantakan

- Potensi Besar yang Tidak Pernah Meledak
- Keluarga kecil di desa terpencil menyimpan potensi besar, namun tidak pernah tumbuh.
- Horor dan drama sosial tidak berpadu dengan baik, membuat kisah kehilangan pijakan.
- Niatnya Seram, Jadinya Kacau
- Lokasi syuting cantik, tetapi cerita tanpa ritme merusak potensi visual dan atmosfer.
- Adegan-adegan "iblis" terkesan tak utuh dan alur film bergegas serta membingungkan.
- Ketika Semua Seperti Berada di Film yang Berbeda
- <
Ada kalanya sebuah film jatuh bukan karena kurang ambisi, melainkan karena ambisinya tak pernah menemukan bentuk. The Carpenter’s Son adalah contoh paling segar. Mengambil premis besar kisah awal Yesus berdasarkan Infancy Gospel of Thomas, film ini justru terjebak dalam nada serius yang tidak pernah benar-benar selaras dengan eksekusinya. Nicolas Cage sebagai sang tukang kayu, figur ayah angkat Yesus, seolah sejak awal memaksa penonton untuk bertanya: apakah film ini serius atau parodi yang lupa bercanda?
Lotfy Nathan, sutradara yang menggabungkan horor, drama, dan fantasi, seolah ingin memberikan sudut pandang baru tentang masa kecil seorang figur religi. Namun sejak adegan kelahiran di dalam gua yang penuh jeritan hingga “bonfire bayi” yang mengerikan, film ini mengirim sinyal bahwa ia ingin provokatif tanpa benar-benar tahu arah provokasinya.
1. Potensi Besar yang Tidak Pernah Meledak

Berjalan setelah lompatan waktu, kita bertemu keluarga kecil yang bersembunyi di desa terpencil. Ada peluang emas di sini: mengikuti sosok Yesus remaja (Noah Jupe) yang mulai menyadari identitasnya, bergulat dengan kekuatan, lingkungan, dan tekanan moral. Sayangnya, semua itu hanyalah potensi yang tidak pernah tumbuh.
Ayahnya digambarkan gelap dan menekan, rumahnya sengaja dibuat tanpa cahaya, hingga adegan kecil seperti menutup jendela agar tak melihat tetangga yang mandi terasa lebih lucu ketimbang mengancam. Kehadiran seorang gadis misterius menambah bumbu cerita, tetapi tawaran horornya terlalu mudah ditebak. Ketika film mencoba menggabungkan genre supranatural, horor murni dan drama sosial, hasilnya bukan campuran yang kompleks, melainkan kisah yang kehilangan pijakan dan berusaha religius dalam versinya sendiri.
2. Niatnya Seram, Jadinya Kacau

Daya tarik utama film ini semestinya terletak pada visual dan atmosfer. Lokasi syuting di pedesaan Yunani sangat cantik, tetapi cerita yang berlari tanpa ritme merusak potensi tersebut. Adegan-adegan “iblis” yang dimaksudkan menakutkan justru lebih terlihat seperti potongan-potongan tak utuh dari film berbeda yang dilempar ke timeline yang sama.
Alurnya pun terasa seperti hasil edit darurat, bergegas, membingungkan, dan tidak memiliki ruang bernapas. Alih-alih meninggalkan kesan mendalam, horornya lebih mudah dilupakan daripada dibahas. Ini bukan karena filmnya terlalu berani, tetapi karena ia tak pernah memahami bentuknya sendiri.
3. Ketika Semua Seperti Berada di Film yang Berbeda

Cast film ini tampaknya menerima arahan yang tidak konsisten. FKA twigs tampil kaku dan lemah, mengulang lagi kelemahannya di The Crow versi terbaru. Noah Jupe berusaha tetap stabil, tetapi karakternya terlalu minim pegangan emosional untuk bersinar.
Dan tentu saja, Cage. Meski memiliki rekam jejak penampilan brilian di Pig dan Dream Scenario, di sini ia terjebak di antara dua gaya: tenang yang tidak menular dan ledakan histrionik khas dirinya yang tidak ada yang mencoba menahan. Ia menjadi simbol paling jelas dari masalah film ini: tidak ada modulasi, tidak ada arah, dan tidak ada kesadaran genre.
Pada akhirnya The Carpenter’s Son bukan film yang sulit dipahami karena terlalu kompleks, melainkan karena semua pihak terlihat tidak yakin sedang membuat film seperti apa. Ambisi religius-horornya tampak besar, namun hasilnya mengecewakan dan membosankan, bahkan untuk ukuran Nicolas Cage sekalipun.
Sinopsis The Carpenter’s Son (2025)
Setelah lolos dari pembantaian bayi oleh pasukan Herodes, seorang tukang kayu (Nicolas Cage) dan istrinya (FKA twigs) bersembunyi di sebuah desa terpencil bersama anak remaja mereka, seorang bocah misterius yang mulai merasakan kekuatan tak lazim dalam dirinya.
Saat sang ayah menjalani hidup asketis dan menutup diri dari dunia luar, sang anak semakin gelisah menghadapi kemampuan yang tak mampu ia pahami. Ketika ia bertemu seorang gadis aneh yang mendekatinya dengan motif gelap, rangkaian kejadian supranatural mulai menghantui desa itu.
Di tengah kebingungan identitas, ketakutan para penduduk, dan hadirnya kekuatan jahat yang mengincarnya, sang bocah perlahan menyadari kebenaran besar yang selama ini disembunyikan: bahwa dirinya bukan anak biasa, melainkan figur yang nasibnya akan mengguncang dunia. Film ini mengikuti perjalanannya menemukan jati diri, sekaligus ancaman yang muncul dari dalam dan luar dirinya.
| Producer | Julie Viez, Alex Hughes, Riccardo Maddalosso |
| Writer | Lotfy Nathan |
| Age Rating | D 17+ |
| Genre | Horor |
| Duration | 94 Minutes |
| Release Date | 10/12/2025 |
| Theme | Biblical, Religion |
| Production House | Spacemaker |
| Where to Watch | Cinema XXI |
| Cast | Nicolas CageNoah Jupe, FKA Twigs |

















