Penilaian Film: Predator Badlands, Saat Penjahat Jadi Tokoh Utama

Berlatar di masa depan, di planet terpencil bernama Genna, kisah ini mengikuti perjalanan Dek (Dimitrius Schuster-Koloamatangi), seorang Predator muda yang diasingkan dari klannya karena dianggap lemah atau “runt”. Terbuang dari dunia asalnya, Dek memulai perjalanan berbahaya untuk membuktikan dirinya sebagai pemburu sejati dan menemukan “musuh pamungkas” yang akan menentukan nasibnya.
Dalam perjalanannya, Dek bertemu dengan Thia (Elle Fanning), sebuah synth (android) buatan Weyland-Yutani Corporation (Wey-Yu) yang mengalami kerusakan tetapi masih berfungsi sebagian. Keduanya menjalin aliansi tidak biasa untuk bertahan hidup di planet asing tersebut. Namun, hubungan itu diuji oleh kemunculan Tessa, synth lain yang berseberangan dengan Thia dan berusaha menghentikan perjalanan mereka.
Film ini juga memperkenalkan tokoh Njohrr, ayah Dek sekaligus pemimpin klan Yautja, yang berusaha memburu anaknya sendiri, serta Kwei, kakak Dek yang diam-diam membantu adiknya mempersiapkan perburuan pertama sebelum diasingkan.
1. Dari Pemangsa jadi Mangsa

Sejak Prey (2022) berhasil memperkenalkan kembali minat terhadap waralaba Predator, Dan Trachtenberg tampaknya sadar bahwa seri ini membutuhkan arah baru. Dalam Predator: Badlands, ia tidak lagi menempatkan manusia sebagai korban atau pusat konflik, melainkan mengalihkan fokus ke makhluk Yautja itu sendiri.
Keputusan ini menjadikan Badlands sebagai film Predator pertama yang sepenuhnya dilihat dari sudut pandang sang pemburu. Latar waktunya juga bergeser jauh ke masa depan, dengan lokasi di planet Genna, dunia asing yang keras dan berbahaya. Hasilnya adalah pendekatan yang lebih introspektif terhadap karakter Predator. Lebih dekat dengan budaya, bahasa, dan nilai-nilai klan mereka, sesuatu yang belum pernah digali secara mendalam dalam film sebelumnya.
2. Predator dan Sintetis

Performa Dimitrius Schuster-Koloamatangi sebagai Dek adalah kekuatan utama film ini. Meski harus berakting di balik prostetik dan efek digital, ekspresinya tetap terasa jelas dan berlapis. Ia memerankan sosok Predator muda yang berjuang antara kehormatan dan ketakutan, serta keinginan untuk membalas dendam terhadap sang ayah.
Elle Fanning menambah kedalaman emosi film melalui perannya sebagai Thia, synth buatan Weyland-Yutani yang rusak namun masih memiliki kesadaran dan kemauan sendiri. Fanning memainkan dua karakter sekaligus Thia dan Tessa, dengan perbedaan emosi yang cukup kuat. Thia berfungsi sebagai karakter yang memberi film ini sisi kemanusiaan, sementara Tessa menghadirkan sisi militeristik dari sebuah sintetis.
Chemistry antara Fanning dan Schuster-Koloamatangi terasa aneh tapi efektif. Tidak ada unsur romantis di antara mereka, namun hubungan saling percaya di tengah perbedaan spesies menjadi inti dari dinamika film ini.
3. Planet yang Indah tapi Berbahaya

Dari segi visual, Badlands nyaris tak tertandingi dalam waralaba ini. Planet Genna tampil megah dan menakutkan sekaligus, dengan lanskap padang tandus dan atmosfer berwarna emas ganda karena dua matahari.
Sinematografi Jeff Cutter bekerja efektif menciptakan rasa kesendirian dan ketegangan tanpa banyak efek berlebihan. Setiap adegan terlihat seperti foto dokumenter kehidupan di dunia asing.
Efek visual garapan Wētā FX, ILM, dan Framestore menampilkan kombinasi yang solid antara prostetik praktikal dan CGI. Wajah Dek bahkan mampu memperlihatkan ekspresi emosi yang halus berkat teknologi motion capture, sesuatu yang belum pernah terlihat di film Predator sebelumnya.
4. Lebih Dalam dari Sekadar Aksi

Meski memuat sejumlah adegan pertarungan khas Predator, Badlands sejatinya bukan film aksi konvensional. Trachtenberg lebih menekankan tema identitas, kehormatan, dan pengasingan.
Dengan tidak adanya karakter manusia di pusat cerita, film ini akhirnya bisa menggali lebih dalam budaya Yautja — bahasa, simbol, dan ritual mereka. Bahasa Predator bahkan dikembangkan khusus oleh linguist yang pernah menciptakan bahasa Na’vi dalam Avatar (2009), menambah imersi dunia fiksi yang konsisten.
Bagi penonton lama, perubahan ini mungkin terasa berani sekaligus mengejutkan. Tidak ada adegan kekerasan ekstrem, tidak ada manusia yang diburu. Tapi di balik itu, Badlands menawarkan dimensi baru: kisah tentang pemburu yang juga sedang mencari jati dirinya.
5. Sebuah Eksperimen yang Layak Dihormati

Predator: Badlands adalah langkah besar untuk waralaba yang telah berusia lebih dari tiga dekade. Film ini mungkin tidak seintens Predator (1987) atau sebrutal Predators (2010), tapi ia lebih matang dalam penceritaan.
Dimitrius Schuster-Koloamatangi membawa emosi ke balik topeng logam, dan Elle Fanning menambah kedalaman lewat karakter android yang penuh ambiguitas moral. Hasilnya adalah film yang bukan hanya menarik bagi penggemar lama, tapi juga bisa dinikmati penonton baru yang menyukai tema sci-fi dan world-building kuat.
Dengan tone yang lebih reflektif, visual yang menakjubkan, dan karakterisasi yang berbeda dari formula klasik, Predator: Badlands menjadi bukti bahwa waralaba ini masih punya ruang untuk berevolusi.
Sinopsis Predator Badlands (2025)
Predator: Badlands merupakan entri terbaru dari waralaba Predator yang disutradarai oleh Dan Trachtenberg. Film ini mengambil pendekatan baru dengan menjadikan para Predator (Yautja) sebagai karakter utama. Berlatar di planet asing bernama Genna, film mengikuti sosok Yautja bernama Dek yang diasingkan dari klannya karena dianggap lemah, dan kemudian membentuk aliansi tak terduga dengan android bernama Thia.
Dalam dunia yang jauh dari Bumi, tanpa kehadiran manusia sebagai protagonis utama, film ini mencoba membongkar sisi lain dari budaya para Yautja dan tantangan yang mereka hadapi.
| Producer | John Davis, Brent O'Connor, Marc Toberoff, Dan Trachtenberg, Ben Rosenblatt |
| Writer | Dan Trachtenberg, Patrick Aison |
| Age Rating | R 13+ |
| Genre | Science Fiction, Action, Adventure |
| Duration | 125 Minutes |
| Release Date | 05/11/2025 |
| Theme | Identitas, Kehormatan, Alien, Budaya |
| Production House | 20th Century Studios |
| Where to Watch | Cinema XXI |
| Cast | Dimitrius Schuster-Koloamatangi, Elle Fanning |



















