5 Alasan Chimera Ant Arc HxH Lebih Unggul dari Jeju Island Arc

- Struktur konflik dan ketegangan yang lebih tajam
- Perkembangan karakter yang kompleks
- Kedalaman tema dan narasi moral
Seperti yang kita tahu, arc Chimera Ant dari Hunter x Hunter dan Jeju Island dari Solo Leveling kerap dibandingkan satu sama lain karena sama-sama mengangkat tema pertempuran manusia dengan kaum monster semut. Namun buat para penonton yang sudah menyaksikan kedua serialnya pasti sudah merasakan kalau arc Chimera Ant punya beberapa bobot yang membuatnya lebih unggul dari arc Jeju Island dari segi kualitas.
Apa saja alasan kenapa arc Chimera Ant lebih unggul daripada arc Jeju Island?
1. Struktur konflik dan ketegangan yang lebih terbangun sistematis

Chimera Ant Arc dikenal dengan ketegangan yang dibangun secara perlahan namun konsisten.
Awalnya, kita diperlihatkan pengenalan Chimera Ant dari dialog-dialog antara Kite dengan Gon dan Killua. Seiring berjalannya waktu, kita mulai mendapat banyak hal baru mulai dari usaha sang Ratu melahirkan para prajurit, para Chimera Ant yang perlahan mulai mendapat nama, wujud dan juga kemampuan yang beranekaragam sampai akhirnya umat manusia mendapati level Chimera Ant sudah tak bisa dianggap enteng lagi semenjak lahirnya Meruem.
Konflik yang dibangun juga tak hanya sekedar antar pihak manusia dengan Chimera Ant tapi juga antara sesama Chimera Ant sendiri. Salah satunya adalah salah satu pemimpin pasukan yang bernama Colt yang punya loyalitas tinggi ke ratunya punya masalah untuk mengatur sejumlah anggotanya yang kini mulai seenaknya sendiri.
Selain perseteruan antar pihak hunter dengan Chimera Ant, ada juga konflik antara monster tersebut dengan pihak lain seperti NGL dengan Gyro sebagai penguasanya. Kerajaannya sendiri sempat menjadi masalah bagi Gon dan lainnya secara tak langsung karena arus informasi dari sana selalu dihambat sehingga pihak hunter sampai terlambat menangani para Chimera Ant.
Sebaliknya, Jeju Island Arc lebih linear dan fokus pada satu alur utama, dengan konklusi yang lebih straightforward. Para hunter seakan jadi penghias untuk menonjolkan sosok Sung Jin-Woo sebagai tokoh utama meski ceritanya mulai dikembangkan lebih jauh untuk versi animenya. Kita cuma seakan hanya diberitahu ada monster di sini dan gagal diusir meski raid telah dilaksanakan beberapa kali sampai sang tokoh utama muncul untuk menyelesaikan semuanya.
2. Perkembangan karakter yang kompleks

Alasan kenapa Chimera Ant terasa lebih menarik dari Jeju Island arc adalah perkembangan setiap karakter dari dua kubu.
Contohnya adalah Gon tidak hanya berkembang secara kekuatan, tapi secara emosional dan moral. Kemarahan, kesedihan, dan keputusasaan yang dia alami setelah kematian Kite membuatnya berubah menjadi sosok yang hampir tak bisa dikenali, terutama ketika dia “mengorbankan” segalanya demi membalas dendam. Ia bahkan sampai mengancam akan membunuh Komugi jika Neferpitou tak menerima permintaannya. Ini menciptakan kontras yang kelam terhadap idealisme Gon di awal seri.
Ironisnya, hal terbalik justru terjadi pada Meruem, berkembang dari makhluk predator tanpa empati menjadi sosok yang merenungi eksistensi dan moralitas manusia setelah bertemu Komugi. Hubungan mereka menampilkan sisi filosofis dan kemanusiaan dari seorang “monster,” dan memberi bobot emosional yang mendalam terhadap akhir cerita. Meruem yang awalnya dengan entengnya mudah membunuh sesamanya mulai bertekad menggunakan kekuatannya untuk melindungi mereka yang lemah, dan menyajikan dunia yang lebih adil bagi manusia yang tersisa.
Pertumbuhan karakter protagonis dan antagonis yang terkesan penuh ironi tapi tetap logis inilah yang membuat cerita Chimera Ant terasa lebih menarik untuk diikuti daripada Jeju Island.
Berbeda dengan Jeju Island arc, perkembangan semacam itu tampaknya tak bisa kita nikmati. Memang sih, Ant King ditampilkan mulai berkembang seiring waktu terutama setelah memakan Min Byung-Gu, namun pertumbuhan emosi dan mental baik dari raja semut itu maupun Jin-Woo memang diakui tak begitu terasa signifikan.
3. Kedalaman tema dan narasi moral

Dalam anime Hunter x Hunter, tepatnya pada arc Chimera Ant, tema yang diangkat bukan hanya sekedar soal pertempuran antara umat manusia dan monster atau pihak baik vs jahat. Banyak sekali nilai-nilai yang disisipkan seperti eksistensialisme, moralitas abu-abu, dan kemanusiaan.
Salah satu momen paling mencolok yang menyoroti salah satu dari beberapa topik itu adalah saat Koala bertemu dengan calon mangsanya. Di situ ada dialog menarik, di mana saat si korban berkata manusia tak bisa diperintah hewan, si Koala malah balik bertanya apa yang membuat mereka berbeda. Jika dipikir lagi, memang secara teknis manusia masih termasuk bagian kingdom Animalia sehingga pertanyaan Koala dirasa masih masuk akal. Hal itu juga sempat disinggung di masa lalu Gyro yang kelam, di mana ia mulai mempertanyakan nilai dirinya sendiri di mata ayahnya sampai menumbuhkan ambisi untuk menghancurkan segalanya.
Dari situ juga, kita seakan digelitik apakah benar manusia berbeda dari hewan jika masih menganut sifat-sifat yang tak kalah buasnya. Kita seakan dibuat berpikir layakkah manusia diperlakukan berbeda dengan hewan karena di anime tersebut, para Chimera Ant terkesan mulai terasa humanis namun di sisi lain, pihak manusia juga ada yang masih menampilkan sisi kebinatangannya.
Sementara itu, Jeju Island Arc lebih berfokus pada aksi dan menunjukkan kekuatan Sung Jin-Woo yang dominan. Menarik, tapi tidak sedalam secara tematik. Tidak ada narasi atau pesan-pesan tersirat yang setidaknya membuat kita merenungkan sesuatu melainkan pertunjukan megah dari hunter yang kebetulan mendapat kekuatan lebih.
4. Emosi dan tragedi yang lebih nonjok ke hati penonton

Selain pembangunan alur cerita yang dipenuhi narasi yang mendalam dan ketegangan yang konsisten, arc Chimera Ant banyak menyajikan tragedi yang terkesan tak berlebihan namun membuat penonton merasa tertohok.
Salah satunya adalah momen kematian Kite yang sempat membuat Gon dipenuhi dendam sampai ia bahkan nekad mengincar nyawa Komugi yang aslinya tak punya salah apa-apa. Kita bisa merasakan kemarahan dan kesedihan yang dirasakan Gon saat melihat Kite yang harus mati di tangan Pitou. Selain itu, akhir hidup Meruem dan Komugi dianggap sebagai salah satu momen paling menyayat dalam sejarah anime/manga shonen, di mana raja semut itu harus mati bersama teman bermainnya tersebut saat simpatinya ke umat manusia mulai tumbuh.
Di Solo Leveling, tragedi atau kehilangan lebih digunakan sebagai alat untuk memperkuat karakter Jin-Woo, tidak sedalam kontemplasi emosional di Hunter x Hunter. Memang kematian Min Byung-Gu diakui cukup memilukan namun tak begitu sedalam kematian sejumlah tokoh di Hunter x Hunter akibat kurangnya sorotan yang menjadi bukti kedalaman hubungan Byung-Gu dengan teman-temannya.
5. Nuansa dan gaya penuturan yang sinematik

Arc Chimera Ant dari Hunter x Hunter tidak hanya menyajikan aksi, tapi juga membungkus setiap adegan dengan lapisan makna yang mendalam. Keberadaan narrator yang aktif dan reflektif memberikan bobot dramatis yang luar biasa, terutama saat terjadi momen-momen krusial seperti pertempuran di istana Meruem. Narasi tersebut tidak hanya menjelaskan aksi, tetapi mengupas motif batin, ketegangan emosional, dan bahkan paradoks moral dari para karakter—menjadikan setiap keputusan terasa signifikan dan setiap konsekuensi memiliki dampak psikologis yang nyata.
Penekanan pada tema “pilihan dan konsekuensi” menjadi fondasi utama dari arc ini. Baik itu Gon yang memilih jalan balas dendam dan kehilangan dirinya, atau Meruem yang perlahan menyadari nilai kehidupan dan simpati melalui Komugi, semua kisah dalam arc ini dibangun dengan kontemplatif dan filosofis, seolah mengajak penonton untuk merenungkan makna kemanusiaan, kekuasaan, dan eksistensi entah itu dari sisi manusia atau monster.
Di sisi lain, Jeju Island Arc dari Solo Leveling lebih menonjolkan kekuatan di aspek visual bombastis dan tempo aksi yang cepat. Arc ini dirancang untuk memberikan adrenalin dan kemegahan, lengkap dengan pertarungan besar melawan monster kelas atas, serta puncak kejayaan Jin-Woo sebagai Hunter rank-S. Namun, dari segi kedalaman narasi dan eksplorasi tema, arc ini terasa lebih sederhana dan langsung, tanpa banyak refleksi emosional atau dilema moral yang kompleks.
Gaya penyampaiannya cenderung lebih fokus pada pencapaian kekuatan dan kemenangan mutlak, bukan pada perjuangan batin atau nuansa abu-abu yang kerap menjadi kekuatan utama Chimera Ant Arc.
Singkatnya, Chimera Ant Arc unggul sebagai narasi sinematik yang mendalam dan filosofis, sementara Jeju Island Arc bersinar lewat penyajian visual dan pengalaman aksi yang intens, namun lebih dangkal dalam penyampaian pesan dan kompleksitas emosional.
Itulah daftar alasan kenapa arc Chimera Ant lebih unggul daripada arc Jeju Island.
Bagaimana tanggapan kalian?
Untuk informasi yang lebih lengkap soal anime-manga, film, game, dan gadget, yuk gabung komunitas Warga Duniaku lewat link berikut:
Discord: https://bit.ly/WargaDuniaku
Tele: https://t.me/WargaDuniaku