Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
For
You

Seperti Apa Hak Cipta Karya AI di Indonesia? Cari Tahu Bahasannya di sini!

Hak Cipta dalam Karya AI?
Berbagai Sumber
Intinya sih...
  • Dua syarat penting dalam hak cipta karya AI di Indonesia, yaitu orisinalitas dan fiksasi.
  • Karya AI termasuk public domain dengan tetap memperhatikan syarat platform tempat karya tersebut dihasilkan.
  • Menurut DJKI, syarat utama agar suatu ciptaan dapat dikategorikan sebagai Kekayaan Intelektual adalah ciptaan tersebut harus merupakan buatan manusia.

Kepo dengan seperti apa hak cipta karya AI di Indonesia? Ada bahasannya lho di sini!

1. Dua syarat penting!

Dalam kolom opini Dr. Michael Hans, S.H., S.E., M.Kn., LL.M., CLA, CCD dan Cynthia Prastika Limantara, S.H. di hukumonline.com tentang Menyoal Aspek Hak Cipta atas Karya Hasil Artificial Intelligence, kedua ahli hukum tersebut membahas polemik yang ditimbulkan perangkat AI generatif seperti ChatGPT dalam membuat karya-karya yang berstatus komersial.

Dalam teori Hak Cipta, diperlukan dua syarat agar suatu ciptaan dapat dikategorikan sebagai ciptaan, yakni orisinalitas dan fiksasi. Negara yang menganut civil law system seperti Indonesia sendiri menekankan aspek personalitas penciptanya dalam karya yang dimaksud.

Berangkat dari definisi tersebut, karya yang diciptakan oleh AI tidak memenuhi konsep orisinalitas karena selain tidak dibuat oleh manusia, karya AI adalah kombinasi dari karya-karya terdahulu yang dimodifikasi oleh mesin sehingga karya tersebut tidak mencerminkan ciri khas serta pribadi dari penciptanya. Untuk syarat yang kedua, mengutip Intellectual Property (Sixth Edition) oleh Stephen M. McJohn, hak cipta tidak melindungi ide-ide melainkan ekspresi dari ide-ide tersebut yang terwujud secara nyata pada medium yang stabil. Kedua syarat tersebut bersifat kumulatif, sehingga meskipun medium karyanya stabil oleh karena karya yang dihasilkan dengan AI tidak memenuhi syarat orisinalitas, maka karya AI tidak dapat dikategorikan sebagai ciptaan yang dapat dilindungi hak cipta.

2. Karya AI sebagai public domain

Lebih lanjut, Michael dan Cynthia juga berargumen walaupun sifatnya tergolong public domain, pengguna harus tetap memperhatikan syarat dan ketentuan yang berlaku pada platform di mana kita memperoleh karya yang dihasilkan oleh AI dikarenakan saat pengguna menggunakan platform tersebut, biasanya akan ada syarat dan ketentuan yang harus disepakati sehingga pengguna terikat hubungan kontraktual dengan pengembang dan/atau pengelola platform.

Contohnya seperti syarat dan ketentuan yang diatur pada Deep Dream Generator, sebagai berikut: “It is permissible to utilize the resulting images for commercial purposes solely if said images were generated while the user was in possession of an active paid subscription plan or upon the acquisition and utilization of a paid energy pack for said image creation” (Adalah terizinkan untuk menggunakan hasil gambar untuk tujuan komersil hanya jika gambar tersebut telah digenerasi selagi pengguna memiliki sebuah rencana langganan berbayar aktif atau pada akuisisi dan penggunaan dari sebuah energy pack berbayar untuk penciptaan gambar tersebut.).

3. Menurut DJKI?

Di Indonesia sendiri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mendefinisikan Kekayaan Intelektual sebagai “Hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya kekayaan intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.” Sehingga, dapat disimpulkan bahwa salah satu syarat utama agar suatu ciptaan dapat dikategorikan sebagai Kekayaan Intelektual adalah ciptaan tersebut harus merupakan buatan manusia.

Menutup kolom opini tersebut, mereka menulis:

Perlu diingat bahwa konsepsi hak cipta berakar dari fakta bahwa diperlukan penghargaan bagi pencipta agar pencipta dapat memperoleh keuntungan dari jerih payahnya yang berguna untuk masyarakat. Mengingat kedua dimensi hak cipta yakni hak moral dan hak ekonomi, penulis rasa hal ini tidak urgen dikarenakan sebuah AI tidak memerlukan hal-hal diatas untuk melangsungkan hidupnya.

Sehingga untuk saat ini, apabila AI menghasilkan suatu karya, menurut UU Hak Cipta karya tersebut tidak tergolong sebagai ciptaan yang dapat dilindungi dan AI pun tidak tergolong sebagai pencipta. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa pengguna tetap terikat dalam hubungan kontraktual dengan pengelola platform sehingga dimungkinkan adanya pembatasan hak untuk menggunakan karya-karya yang dihasilkan oleh AI serta dimungkinkan pula ada kewajiban yang wajib dipenuhi oleh pengguna kepada pengelola platform.

Apa pendapatmu tentang pelaksanaan hak cipta karya AI di Indonesia? Sampaikan melalui kolom komentar!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fahrul Razi Uni Nurullah
EditorFahrul Razi Uni Nurullah
Follow Us