Razia BSA Kian Gencar, Imbalan 100 Juta Bagi yang Menemukan PC dengan Software Bajakan
Jika sebelumnya alokasi budget perbaikan PC jatuh pada pilihan upgrade hardware, mungkin kali ini banyak perusahaan (khususnya yang masih menggunakan software bajakan) akan memasukkan jatah pembelian software orisinal demi menghindari "ancaman" razia BSA.
Jika sebelumnya alokasi budget perbaikan PC jatuh pada pilihan upgrade hardware, mungkin kali ini banyak perusahaan (khususnya yang masih menggunakan software bajakan) akan memasukkan jatah pembelian software orisinal demi menghindari "ancaman" razia BSA.
Nama BSA mungkin asing terdengar. Namun Business Software Alliance (BSA), atau kini lebih sering disebut The Software Alliance yang didirikan pada tahun 1988 tersebut mewakili banyak produsen software besar dunia, dan mereka menjadi anggota dari International Intellectual Property Alliance. Mendengar hak milik di sana, jelas tugas utama mereka adalah untuk mencegah pelanggaran hak cipta dari software yang diproduksi para anggotanya. Mungkin mereka merasa sasaran di negara-negara maju mekin mengecil, mengingat kesadaran menggunakan produk orisinal sangat tinggi, dan kini yang menjadi target adalah negara berkembang, termasuk salah satunya Indonesia.
BSA menilai di negara kita masih banyak komputer dengan penggunaan software bajakan, karena itu badan yang berbasis di Washington tersebut berusaha mengajak pengguna komputer Indonesia untuk beralih ke software orisinal. Mungkin sosialisasi kurang mempan ya, jadi BSA langsung bertindak. Menurut laporan Detik, BSA yang dibantu aparat kepolisian Indonesia, merazia beberapa perusahaan di Indonesia, dan ternyata banyak yang ketahuan komputernya "tidak steril" dari software bajakan.
Melalui razia yang dilakukan di kawasan industri Subang, Bogor, dan Cikarang pada Maret 2013 lalu, BSA berhasil mendata sekitar 20 perusahaan yang memiliki 400 perangkat komputer, dan ternyata ratusan hardware tersebut menjalankan software tidak berlisensi dari Adobe, Autodesk, Microsoft, dan Symantec dengan total nilai mencapai US $177.018, atau sekitar Rp 1,7 miliar.
Tidak hanya itu saja, BSA juga mengajak masayarakat berpartisipasi dalam kampanye sofware orisinal yang mereka lakukan, karena mereka menawarkan imbalan uang yang sangat besar, hingga mencapai $10,000 atau sekitar Rp. 97 jutaan untuk mereka yang memberikan informasi perusahaan apa saja yang masih menggunakan software ilegal. Selain itu menurut BSA, perusahaan yang masih menggunakan software bajakan tersebut layak dilaporkan, seandainya memiliki 50 komputer, dan diantara hardware tersebut ter-install minimal dua software ilegal. Awalnya imbalan uang tunai tersebut paling besar $5,000, atau sekitar Rp. 48 jutaan, namun ternyata kini jumlahnya digandakan menjadi $10,000 hingga 15 Juni mendatang. Tidak tanggung-tanggung, BSA menyediaka nomor bebas pulsa di 0800-1-BSA-BSA (0800-1-272-272) bagi pelapor. Selain itu, laporan dapat juga dikirimkan melalui situs BSA di www.bsa.org/indonesia atau melalui link ini.
Memang tidak bisa dipungkiri di Indonesia masih banyak perusahaan, atau bahkan pengguna pribadi dengan komputer yang sarat pada software ilegal. Satu yang menjadi pendorong maraknya penggunaan software tidak resmi itu adalah karena mahalnya harga produk orisinal -- menurut ukuran masyarakat pengguna komputer di negara berkembang. Satu contoh di Jakarta, penghasilan buruh di sana rata-rata Rp 2 juta per bulan, bandingkan dengan penghasilan masyarakat di negara maju yang mampu yang bisa mengumpulkan Rp. 1 jutaan dalam beberapa hari saja. Sedangkan harga software orisinal (dengan ukuran produk dari Adobe atau Microsoft) harganya mulai ratusan, bahkan hingga jutaan rupiah. Kita masih emngambil contoh Jakarta, belum di kota lain, masih banyak pekerja yang gaji per bulannya di bawah upah minimun regional. Belum lagi di negara berkembang lainnya, juga banyak yang pekerjanya berpenghasilan rata-rata kurang dari sejuta.
Tekanan ekonomi menjadi alasan masih banyak masyaralat kita yang menggunakan software bajakan dengan alasan menekan pengeluaran. Pola pikir yang tertanam di sebagian besar perusahaan pun sepertinya sama, lebih baik berurusan dengan polisi daripada "dipaksa" menggunakan software orisinal untuk semua kebutuhan komputernya.
Dan dengan iming-iming imbalan yang cukup besar dari BSA, apakah itu menjadi satu langkah terjitu memberantas software bajakan? Apakah ada karyawan yang mau melaporkan perusahaannya karena software yang digunakan di komputer yang mereka gunakan sehari-hari untuk bekerja ternyata menggunakan software bajakan? Apa tidak lebih baik saja mengajak para produsen software memberikan versi "lite" dengan harga murah dari software yang mereka tawarkan? Saya yakin pasti akan lebih banyak yang memilih membeli software orisinil yang harganya "miring" daripada susah-susah meng-install versi bajakannya yang terkadang lebih riskan karena bisa saja tersisipi virus.
Sumber: Detik