Huawei Ascend Mate Dirilis di Indonesia, Android "Raksasa" Dengan Baterai Terbesar di Kelasnya
Huawei Indonesia mulai menawarkan Ascend Mate, smartphone "raksasa" dengan baterai 4050 mAh terbesar di kelasnya. Menjadi Android terbesar Huawei, layarnya yang berukuran 6.1-inchi juga bisa dioperasikan langsung meskipun kita menggunakan sarung tangan.
Sebelumnya ketika kita membicarakan smartphone dan tablet Huawei di Indonesia, tak ubahnya mengangkat sebuah topik yang tidak up-to-date. Seperti Ascend P1 yang beredar mulai pertengahan tahun lalu di Indonesia, salah satu smartphone tertipis dunia tersebut memang cantik, namun secara hardware dia harus beradu dengan pesaing yang sudah quad-core prosesornya.
Selain itu, khusus untuk beberapa tipe yang sebenarnya sudah eksis sejak lama di luar, baru masuk ke Indonesia pun akhir-akhir ini. Contohnya MediaPad 10 FHD dan MediaPad 7 Lite, yang seharusnya sudah eksis di pasar luar sejak September lalu, ternyata baru dipasarkan ke negara kita sekitar setengah tahun kemudian. Namun sepertinya akan menjadi cerita lama, karena akhir-akhir ini Huawei Indonesia sudah berbenah, dan lebih cepat dalam memasukkan smartphone dan tablet mereka, yang memang memiliki fitur unggulan tersendiri dibandingkan kompetitornya.
Memang ada beberapa tipe yang dipastikan akan segera dijual oleh Huawei ke pasar lokal, seperti Huawei Ascend G525 (quad-core, dual-SIM, 4.5-inchi), Ascend Y210C (versi CDMA dari smartphone Android termurah Huawei) dan flagship unggulan Ascend P6 (Android stylish yang diklaim sebagai tertipis di dunia, dengan ketebalan hanya 6.18-milimeter), namun penulis lebih tertarik dengan smartphone raksasa mereka yang kerkode MT1-U06, yaitu Ascend Mate, yang mulai dijual di Indonesia sejak awal Agustus 2013 ini dengan harga sekitar Rp. 3.9 jutaan.
Kami pertama kali mengetahui keberadaan smartphone raksasa ini akhir tahun lalu, hingga akhirnya resmi dikonfirmasikan selama ajang CES 2013 awal tahun 2013 ini, dan kemudian dirilis sekitar 3 bulan kemudian. Apa yang diunggulkan Huawei melalui Ascend Mate adalah ukuran layarnya yang super jumbo, yaitu 6.1-inchi, dan menjadi alternatif yang sangat affordable bagi konsumen pemburu Android berlayar lega yang mungkin merasa Samsung Galaxy Mega 6.3 terlalu tinggi harganya. Selain Galaxy Mega, Ascend Mate juga tetap lebih layak diperhitungkan dibandingkan, misalnya Galaxy Note generasi pertama, yang harga second hand-nya saja setara dengan harga baru Ascend Mate ini.
Mate memang besar, dan profil layar lega yang pertama dipopulerkan oleh keluarga Galaxy Note yang identik dengan sebutan phablet, membuat banyak orang ikut menyebut Mate ini juga sebagai phablet. Namun karena sejatinya di sini absen media input melalui stylush yang seharusnya menjadi standar sebuah phablet, maka penulis lebih suka menggolongkannya sebagai smartphone raksasa, yang trend-nya akhir-akhir ini terus diterima mengikuti perkembangan flagship produsen smartphone yang layarnya berada di kisaran 5-inchi.
Untuk Mate, Layarnya sangat lebar untuk sebuah smartphone yang pengen menjadi tablet, yaitu 6.1-inchi bermaterisl IPS dengan resolusi 720p atau jamak dikenal dengan satuan 720x1280-pixel, serta kerapatannya hanya 241-ppi. Resolusi tersebut setara dengan flagship mereka yang akan segera masuk Indonesia, Ascend P6. Memang agak nanggung, mengingat saat ini eranya full HD. Namun Galaxy Mega 6.3 pun juga masih 720p resolusi layarnya. Layar Mate itu mampu dioperasikan dengan sarung tangan (ingat layarnya Xperia sola, atau kemampuan tersebut juga dimiliki layarnya Nokia Lumia) dan berpelindung Gorilla Glass. Pada dasarnya resolusi, adanya lapisan Gorilla, dan material layarnya (berjenis IPS+) sebenarnya sama seperti yang diterapkan pada Ascend D1 Quad XL. Hanya di sini lebih besar.
Smartphone raksasa ini juga menerapkan bezel tipis seperti pada Ascend D2, dan untuk membuat itu terjadi, hampir 73% panel depan smartphone ini dikuasai layarnya. Berkat bezelnya yang tipis, Ascend Mate yang dimensinya 163.5 x 85.7 x 9.9-milimeter dan berat 198-gram ini masih nyaman digenggam dengan satu tangan. Kemudian untuk chipset, Huawei menggunakan seri yang sama seperti smartphone dan tablet mereka yang eksis sejak tahun 2012 lalu, yaitu chipset racikan mereka sendiri K3V2 HiSilicon Hi3620, atau chipset yang sama yang juga memperkuat Ascend D1 Quad XL, MediaPad 10 FHD, Ascend P2 dan Ascend D2. Silikon tersebut memiliki prosesor dengan empat inti yang kecepatannya 1.5GHz, dan dibangun dari arsitektur Cortex-A9. Selain itu juga didukung GPU Vivante GC4000 16-core, yang menurut penulis menjadi salah satu andalan Mate.
Sayangnya, tidak seperti versi luar yang jatah RAM-nya 2 GB, Ascend Mate untuk Indonesia ini RAM-nya hanya 1 GB saja! Dengan GPU Vivante-nya yang memang rakus memory, jatah RAM 1 GB itu pun sudah di-reserve sekitar 200 MB untuk mendukung kinerjanya. Sehingga yang available untuk kita secara default hanya sekitar 770 MB saja. Hal ini sama persis dengan Ascend D1 Quad XL yang pernah penulis gunakan sebelumnya. Namun walaupun jatah RAM-nya cukup ramping, penulis merasa kinerjanya tetap mulus tanpa lag. Apalagi semua game yang membutuhkan olah grafis 3D bisa dilahap dengan mudahnya. Selain Indonesia, negara lain yang penulis ketahui mendapatkan varian RAM 1 GB adalah Australia, Filipina, dan Thailand.
Detail lainnya dari smartphone bongsor ini, kamera utamanya 8-megapixel (plus LED flash) dengan kemampuan merekam video full HD 1080p, kamera sekunder 1-megapixel, tidak ada dukungan koneksi data 4G LTE, adanya slot micro SD yang mendukung kapasitas hingga 32 GB, yang menemapi jatah internal storage 8GB, kemudian baterainya juga bisa diandalkan, karena mencapai 4050 mAh — dengan klaim mampu aktif sehari dengan intensitas pengoperasian normal, serta standby selama 9 hari. Patut dicatat dari internal storage 8 GB, hanya sekitar 4.7 GB saja yang disediakan untuk kita sebagai tujuan meng-install data aplikasi. Jelas terlalu minim. Untunglah seperti tipikal Android lokal berbasis chipset MediaTek, Huawei menyediakan opsi untuk merubah lokasi default storage-nya untuk ditempatkan ke micro SD. Jadi kamu bisa menyimpan data game yang biasanya mencapai puluhan hingga lebih dari 1 GB ke dalam memory micro SD.
Kemudian mengenai OS-nya, seperti Ascend G510, smartphone baru Huawei lainnya yang juga baru eksis di Indonesia akhir Juli lalu, si Mate ini langsung menjalankan Android 4.1.2 Jelly Bean, yang di-custom dengan interface khusus Emotion UI versi 1.5. Berhubung update software dari Huawei ini termasuk agak lambat dibandingkan produsen lainnya (Ascend D1 Quad, MediaPad 10, atau Ascend G600 mereka masih berkutat di Ice Cream Sandwich), dengan Mate yang sudah mengadopsi Jelly Bean, maka kamu tidak perlu repot berharap-harap cemas datangnya update baru, dan bisa lansung merasakan halusnya interface Mate ini berkat dukungan Project Butter-nya Google.
Kemudian mengenai Emotion, Huawei membuat launcher-nya ini minus kolom aplikasi. Jadi semua shortcut ikon aplikasi yang kamu install berada di home screen, untuk kemudian bebas kamu kelompokkan (semacam interface home screen pada iOS). Selain itu Mate juga mengadopsi beberapa fitur yang pertama kali diterapkan Samsung melalui Galaxy Note II, dengan opsi seperti jendela pop-up untuk memunculkan aplikasi yang ingin dijalankan dalam bentuk windows di atas aplikasi yang saat ini sedang berjalan (melalui Suspend Button, hanya saja aplikasi yang bisa true multi-tasking seperti itu masih terbatas), dan juga memaksimalkan interface sehingga masih nyaman digunakan dengan satu tangan (one-hand operation), khususnya untuk aplikasi dialer, keyboard dan layar lock screen-nya — seperti cara Samsung yang memberikan solusi pengendalian satu tangan mulai pada Galaxy Note mereka.
Emotion-nya Huawei ini juga datang dengan banyak fitur untuk memaksimalkan antar mukanya. Seperti terlihat melalui banyak screenshot interface-nya, Huawei yang memang tidak menempatkan tombol softkey di bawah layar, menggantinya dengan tombol virtual melalui navigation bar, yang menurut penulis lebih baik karena lebih responsif mengenali sentuhan. Dan jika kamu merasa tombol tersebut mengganggu, atau mengurangi keseluruhan tampilan layar, kamu bebas menyembunyikan tombol tersebut. Fitur lain sehubungan dengan softwarenya seperti pemrosesan audio Dolby Digital Plus-nya bisa kamu terapkan baik untuk music dan video player, sampai ada ada opsi untuk mengatur tingkat kontras layar. Oh ya, untuk outputnya, Dolby mobile tersebut begitu terasa meskipun didengarkan tanpa headset. Suara yang terdengar melalui speakernya sangat keras dan renyah, meskipun diset pada volume tertinggi.
[nggallery id=731]
Sisa spesifikasi Mate antara lain, speaker dengan output Dolby Mobile, koneksi GSM 3G HSDPA dengan kecetakan download hingga 21 Mbps dan upload 5.7 Mbps. Untuk koneksi lokalnya, diserahkan pada Wi-Fi 802.11 a/b/g/n yang mendukung DLNA, dan juga mendukung opsi transfer data melalui Wi-Fi Direct, atau berfungsi sebagai hotspot Wi-Fi. Koneksi lokal lainnya bisa menggunakan Bluetooth v4.0, micro USB 2.0 yang bisa difungsikan sebagai USB Host, serta sensor mulai accelerometer, light sensor, gyroscope, proximity, dan magnetometer dengan compass digital.
[nggallery id=730]
Sebagai produsen smartphone ketiga terbesar dunia setelah Samsung dan Apple (berdasarkan data IDC awal tahun ini), Huawei memiliki peluang yang sangat besar membuat produknya yang memang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan vendor lainnya, untuk lebih dikenal di Indonesia. Sayang memang beberapa produk mereka seakan muncul "sedikit terlambat" di pasar lokal. Semoga saja dengan langkah mereka yang makin agresif akhir-akhir ini, Huawei akan menjadi lebih baik dan dikenal bukan sekadar sebagai produsen yang identik modem saja di Indonesia. Sekarang tidak sabar menunggu Android tertipis di dunia, Ascend P6 dirilis di Indonesia, yang kabarnya akan mulai masuk bulan depan, dengan harga di kisaran Rp. 4 jutaan
Spesifikasi Huawei Ascend Mate
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|