Nostalgia Review Kiki’s Delivery Service: Tumbuh Dewasa Bersama Kiki
Walaupun ceritanya sederhana, Kiki’s Delivery Service membawa pesan sensitif dan kompleks tentang tumbuh besar menjadi dewasa. Berikut ini alasan mengapa ia perlu ditonton.
Walaupun ceritanya sederhana, Kiki’s Delivery Service membawa pesan sensitif dan kompleks tentang tumbuh besar menjadi dewasa. Berikut ini alasan mengapa ia perlu ditonton.
The World of Ghibli Jakarta kembali menayangkan ulang film-film dari Studio Ghibli untuk penonton Indonesia. Sebelum ini, film-film Ghibli seperti My Neighbor Totoro hingga Spirited Away telah ditayangkan secara berkala. Kiki’s Delivery Service menjadi film selanjutnya yang telah, sedang, dan akan ditayangkan di bioskop CGV Jumat-Minggu, 12-14 Januari 2018 ini.
Sinopsis
Di sebuah desa yang damai, seorang penyihir cilik bernama Kiki sedang bersiap merantau dari rumah orang tuanya. Ini adalah tradisi turun-temurun yang harus dilakukan setiap penyihir setelah berumur 13 tahun. Tujuannya adalah mencari perkotaan untuk belajar keahlian sihir.
Dengan bantuan sapu terbang, Kiki akhirnya sampai di kota besar di tepi laut. Ia bersiap untuk memulai petualangan barunya. Namun, menjadi penyihir di kota besar tanpa bantuan orang tua seperti ketika di desa ternyata tak semudah bayangan Kiki.
Banyak sekali hambatan yang ia harus lalui, dari mulai memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga momen krusial tentang pencarian jati diri.
[duniaku_baca_juga]
Kisah Coming of Age yang Sensitif dan Kompleks
Di balik kisah sederhana Kiki berpetualang di kota, film animasi karya Hayao Miyazaki ini sebenarnya punya pesan tentang peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang selain sensitif, juga kompleks.
Ia kompleks karena pertumbuhan karakter Kiki dituturkan tahap demi tahap. Penonton bisa mengikuti petualangan Kiki dari momen saat ia diberi ibunya sapu terbang (pertanda Kiki masih bergantung pada orang tuanya) hingga proses menerima dan ikhlas akan kehilangan Jiji (pendewasaan diri).
[read_more id="342741"]
Oleh Miyazaki, berbagai emosi dan cerita pada tahap demi tahap tersebut digambarkan dengan detail yang remeh, tetapi sebenarnya penting. Ambil saja sebuah adegan ketika Kiki baru bangun setelah menginap di toko roti Guchokipanya.
Kiki buru-buru turun tangga lalu masuk kamar mandi dan sembunyi sambil mengintip Fukuo si tukang roti dari balik pintu. Begitu Fukuo pergi, ia langsung ambil langkah seribu masuk ke kamar sambil ngos-ngosan.
Adegan itu terlihat tidak penting dan remeh. Filmmaker lain barangkali hanya menampilkannya sekilas saja, atau mungkin tidak sama sekali. Namun, ia menjadi penting karena adegan tersebut menunjukkan sikap Kiki yang masih takut dan malu-malu. Lewat detail kecil ini, Miyazaki menegaskan proses adaptasi Kiki dari rumahnya yang nyaman di desa ke tempat yang asing di perkotaan.
Miyazaki (dan sutradara Ghibli lain, Isao Takahata) memang terkenal membikin detail-detail kecil tetapi penting seperti ini. Salah satu yang paling populer itu adalah adegan Chihiro dalam Spirited Away (Hayao Miyazaki, 2001) mengetuk ujung sepatu ketika ingin bergegas setelah mengikat talinya. Terlihat tidak penting, tapi hal tersebut berhasil membantu mempertajam dunia dan emosi yang ingin dibangun di dalamnya.
Petualangan Kiki juga penuh dengan cerita dan masalah yang umum dialami dalam peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Kiki, yang dikenal sebagai penyihir cilik oleh tetangganya di desa ternyata bukan siapa-siapa di kota yang super sibuk dan individualis.
Kiki berjuang agar bisa diterima sekaligus mengaktualisasikan dirinya seperti apa yang ia inginkan. Lewat kemampuan terbangnya, Kiki membuka jasa antar barang: Kiki’s Delivery Service. Dari pekerjaannya itu, ia juga berusaha menutupi kebutuhan hidupnya seorang diri. Umurnya yang masih 13 tahun tidak menghentikan fakta bahwa kita pada akhirnya memang harus mandiri di usia berapapun.
Menjadi dewasa tak hanya soal mencari pekerjaan dan hidup mandiri, tetapi soal pencarian jati diri. Miyazaki menuturkannya dengan sempurna dalam Kiki’s Delivery Service. Simak selanjutnya di halaman sebelah.
Pencarian Jati Diri Kiki
Tombo dan Kiki.[/caption]
Selain adegan mengendap-ngendap dari Fukuo di atas, adegan lain yang sangat menarik untuk diperhatikan adalah ketika Kiki tiba-tiba saja berubah pikiran setelah diajak temannya Tombo naik balon udara zeppelin. Adegan ini menjadi turning point yang berani dari Miyazaki sebab tak ada alasan tersurat mengapa Kiki tiba-tiba murung.
[duniaku_baca_juga]
Setelah kena demam karena kehujanan, Kiki tiba-tiba saja kehilangan kemampuannya untuk terbang. Kucing hitamnya Jiji, yang biasanya cerewet, sinis, dan sedikit sarkastik itu pun entah mengapa tak bisa bicara seperti biasanya.
Bagian ini digambarkan sebagai momen krusial dan titik terendah hidup Kiki. Perbandingannya seperti ini: bagaimana jika misalnya kamu selama ini hebat dalam pelajaran matematika, lalu secara misterius tiba-tiba tidak bisa berhitung lagi.
Kehilangan seperti itulah yang dirasakan Kiki. Menurutnya, terbang dengan sapu adalah identitasnya. Tanpa bisa terbang, akan jadi apa ia? Tanpa terbang, usaha antar barangnya tidak jalan dan jika itu berhenti, ia tak punya uang lagi untuk bertahan hidup.
Miyazaki tak menjelaskan hal itu secara blak-blakan. Kiki hanya tiba-tiba saja murung. Hampir semua orang, terutama remaja, bisa ikut relate karena siapa sih yang tidak pernah badmood seketika? Begitulah Kiki.
Dari titik terendahnya itulah Kiki bisa belajar pengalaman penting dan mengerti tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Kiki juga belajar bahwa krisis tak harus selalu berujung pada kegagalan, tetapi menjadi kesempatan untuk pencarian jati diri. Inilah tema yang dibawa Kiki’s Delivery Service di balik kisahnya yang sederhana dan mudah dicerna.
Mengapa Jiji Bisu?
Bagian ini adalah bagian spoiler. Mengapa Jiji masih tidak dapat berbicara padahal kekuatan Kiki sudah kembali seperti sedia kala?
Dalam dokumenter The Kingdom of Dreams and Madness (2013), Miyazaki menjawab pertanyaan itu. Menurutnya, Jiji tak bicara karena memang tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Sebuah jawaban yang kabur.
Namun, Miyazaki juga tidak salah dan itu justru menunjukkan betapa visionernya ia sebagai sutradara. Karakter Jiji ini bisa diartikan sebagai metafora. Kucing hitam selalu identik dengan penyihir, dan di dunia sana, kucing hitam seperti Jiji dibesarkan bersama-sama Kiki sejak kecil. Keduanya saling bergantung satu sama lain seperti teman dekat.
[read_more id="362340"]
Maka, Jiji menjadi metafora sisi kekanak-kanakan dan masa kecil Kiki. Dengan tidak bicara, itu berarti Kiki telah berhasil melewati masa-masa sulitnya dan berhasil tumbuh dengan mentalitas orang dewasa. Ia telah belajar menembus batas imajiner dirinya sendiri.
Hal ini ditegaskan pula dengan kehadiran kucing betina yang ditaksir Jiji. Kucing betina tersebut menjadi pertanda bahwa baik Jiji dan Kiki sudah bisa hidup sendiri-sendiri tanpa bergantung satu sama lain. Tak ada yang perlu diucapkan lagi karena memang sudah saatnya untuk dewasa.
Namun, yang paling menarik adalah bagaimana Miyazaki mengemas ending Kiki’s Delivery Service ini secara percaya diri. Setelah berhasil menyelamatkan Tombo, Kiki akhirnya bersua dengan Jiji. Namun, tak diduga Jiji masih juga belum bisa bicara. Alih-alih sedih, lewat momen beberapa detik saja, Kiki sedikit terkejut sedih, tetapi sejurus kemudian tersenyum bahagia.
Tumbuh menjadi dewasa memang tidak enak. Seperti kita yang kehilangan momen ketika mulai beranjak besar. Sedih, tetapi semuanya akan baik-baik saja.
Kiki's Delivery Service ditayangkan terbatas di bioskop CGV dengan jadwal seperti yang tertera dalam gambar di bawah ini.
Diedit oleh Fachrul Razi