Robot Call of Duty dan Perbandingannya dengan Robot Militer di Dunia Nyata
Dunia Call of Duty: Infinite Warfare dipenuhi dengan robot militer. Oleh karena itu, mari kita coba bandingkan teknologi robot dunia nyata dengan teknologi robot Call of Duty!
Di dunia masa depan Call of Duty: Infinite Warfare, manusia dan robot akan saling bahu-membahu bertempur di medan perang luar angkasa. Salah satu robot Call of Duty yang akan membantu permainanmu adalah Ethan; lebih tepatnya "ETH.3n", kependekan dari Enhanced Tactical Humanoid 3rd Revision.
Meski rongsokan dia adalah rekan yang tidak tergantikan target="_blank">berkat hobinya membuat lelucon. Begitu pula sebaliknya, hubungan antara Reyes sang karakter utama dengan Ethan merupakan salah satu bagian terbaik dari Infinite Warfare. Saat yang lain tidak mempedulikannya, hanya Reyes yang menganggap Ethan layaknya seorang prajurit -- manusia -- lainnya.
Di permainan multiplayer, kamu juga bisa berperan sebagai dan menghadapi robot Call of Duty berbahaya yang disebut sebagai Synaptic. Combat Rigs berbentuk robot ini sangat mematikan jika dihadapi dalam jarak dekat karena disenjatai dengan sub machine gun ber-fire rate tinggi dan bisa berubah menjadi bentuk empat kaki, memungkinkannya menebas semua musuh yang dia hadapi dalam sekejap.
Tentunya teknologi robot dunia nyata belum semaju teknologi robot Call of Duty, apalagi mengingat Call of Duty: Infinite Warfare adalah sebuah game fiksi ilmiah yang mengambil waktu saat manusia sudah mampu meninggalkan bumi dan membuat koloni di luar angkasa. Tapi ada baiknya bagi kita untuk melihat "akar" dari teknologi masa depan robot-robot Call of Duty.
Oleh karena itu mari coba kita bahas, sudah sejauh mana teknologi robot zaman sekarang dibandingkan dengan robot-robot game tersebut.
[page_break no="" title="Atlas"]
Atlas adalah robot bipedal alias dua kaki yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi Boston Dynamics asal Amerika Serikat. Belum secanggih robot Call of Duty tentunya, robot ini utamanya juga dikembangkan untuk keperluan search and rescue atau pencarian dan pertolongan orang-orang yang terkena musibah dan bukan keperluan militer.
Dibuat memakai aluminum dan titanium, Atlas memiliki tinggi sekitar 180 cm dengan berat badan mencapai 150 kilogram. Namanya juga "manusia besi," tidak mengherankan kalau dia sangat berat.
Atlas sempat ditandingkan dalam kompetisi robot dua kaki bernama DARPA Robotics Challenge pada tahun lalu. Diikuti oleh 23 negara, kompetisi ini dirancang khusus untuk robot yang memiliki dua kaki dengan tantangan yang terinspirasi oleh bencana nuklir Fukushima di Jepang pada 2011 lalu. Para robot ditantang untuk bisa mengendalikan sebuah mobil, membersihkan halangan, memasang kabel atau pipa, serta beragam hal lain yang berhubungan dengan penanggulangan dan penyelamatan bencana.
Menendang-nendang dan membuat Atlas menjatuhkan barang memang terkesan seperti bullying, tapi hal itu merupakan salah satu cara percobaan penting untuk melihat kemampuan Atlas berdiri dengan stabil, mengambil barang, serta berdiri secara otomatis jika terjatuh. Tapi kamu nggak bisa pakai alasan yang sama kalau mem-bully teman, lho ya!
[page_break no="" title="DRC-HUBO"]
HUBO mode berdiri dan HUBO mode roda. Mirip Bastion-nya Overwatch. Sumber: IEEE Spectrum[/caption]
DRC-HUBO buatan Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) asal Korea Selatan juga merupakan salah satu robot yang mengikuti DARPA Challenge -- bahkan keluar sebagai juaranya.
Hal tersebut didukung oleh kemampuan berdiri dan berjalan HUBO yang lebih mantap berkat roda yang berada di sisi luar kedua kakinya. Dengan roda tersebut, HUBO bisa berubah dari robot dua kaki menjadi robot beroda, seperti yang tampak pada gambar di atas. Selain itu, tangan HUBO juga sudah dirancang dengan 10 jari sehingga dia bisa mengoperasikan alat-alat buatan manusia dengan lebih mudah.
Kedua robot bipedal ini memang belum "menemukan" fungsinya di kancah industri militer, tapi saya rasa di kemudian hari mereka akan dipakai untuk menggantikan fungsi dasar prajurit dalam melakukan patroli darat.
[read_more link="http://www.duniaku.net/2016/04/08/robot-scarlett-johansson/" title="Wow, Robot Scarlett Johansson Ini Beneran Mirip Aslinya!"]
Ada robot apa lagi yang menginspirasikan Call of Duty? Yuk lanjut ke halaman 2...
[page_break no="" title="BigDog"]
Sumber: The Verge[/caption]
Seperti yang sudah sempat kami bahas di artikel Combat Rigs Call of Duty, logistik merupakan permasalahan vital yang dihadapi oleh prajurit. Rata-rata beban yang biasa dibawa oleh seorang tentara AS bisa dengan mudah melebihi 45 kilogram yang terdiri dari senjata, pelindung tubuh, makanan dan air, baterai dan peralatan. Bahkan dalam beberapa alam kasus ekstrim, seorang Marinir bisa membawa barang hingga 77 kilogram dalam pertempuran.
Tentunya hal ini mempengaruhi pergerakan mereka selama jikalau terlibat dalam baku-tembak, serta pada kesehatan tubuh mereka dalam perihal cedera tulang dan otot. Oleh karena itu Boston Dynamics juga mengembangkan sebuah robot yang dipanggil sebagai "BigDog" sebagai robot pengangkut perlengkapan militer. Rancangan empat kaki diharapkan membuatnya menjadi robot yang stabil dalam membawa beban berpuluh-puluh kilogram.
Pihak Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) dan Warfighting Lab Korps Marinir Amerika Serikat bahkan ikut berkolaborasi untuk meningkatkan kapabilitas perintah suara dan percobaan agar BigDog mampu mengikuti prajurit selama patroli di medan yang terjal.
Namun sayangnya mesin penggerak sang robot dianggap terlalu ribut dan membuatnya menjadi "robot berisik yang akan membocorkan posisi [prajurit]." Meskipun Boston Dynamics memiliki versi kecilnya, yaitu Spot (perbandingan ukuran bisa kamu lihat pada detik 1:53 di video di bawah), namun daya tampung yang hanya sebesar 18 kilogram membuatnya tidak menarik di mata industri militer. Para marinir juga tidak yakin BigDog mudah diperbaiki bila mereka tiba-tiba mengalami kerusakan di tengah medan pertempuran.
Sama seperti kasus Atlas, sejak diakuisisi Google, Boston Dynamics juga semakin mengurangi keterlibatannya dalam pengembangan perlengkapan militer. Yang membawa kita ke poin selanjutnya...
[page_break no="" title="Wolf-2"]
Bicara soal militer dan Amerika, pastinya Rusia tidak mau ketinggalan dan selalu mengekor di belakang. Dan mereka berhasil mendahului Amerika Serikat di sisi kendaraan perang darat tanpa awak. Ya meskipun tidak seperti robot Call of Duty yang memiliki kaki.
Kembali ke topik AS vs Rusia, pasalnya pada tahun 2007 silam Tentara AS sudah sempat mengeluarkan sepasukan robot tempur di Irak. Disebut sebagai Special Weapons Observation Reconnaissance Detection System (SWORDS), mereka adalah robot TALON yang biasa dipakai untuk menjinakkan bom dan pengintaian namun dilengkapi dengan senjata mesin.
Akan tetapi pada waktu percobaan senjata yang dipasang tiba-tiba bergerak sendiri padahal robot sedang dalam posisi diam. Karena khawatir akan adanya kesalahan teknis tidak terduga yang bisa mengancam nyawa di kemudian hari, pihak Tentara AS pun mencabut SWORDS dari medan perang.
"Meskipun tidak ada peluru yang ditembakkan dan tidak ada orang yang terluka, sekalinya sesuatu berjalan dengan sangat buruk, bisa memakan waktu 10 hingga 20 tahun bagi [Tentara AS] untuk mencobanya lagi," jelas Kevin Fahey, perwira eksekutif untuk angkatan darat Tentara AS.
Kiri atas: SWORDS wujud standar. Kiri bawah: (ki-ka) SWORDS versi peluncur roket, sniper, dan peluncur granat. Kanan: TALON wujud standar.[/caption]
Di sisi lain, tanpa mengindahkan resiko semacam itu pihak Rusia langsung memasangkan senapan mesin pada sebuah mesin perang kira-kira sebesar mobil yang memiliki track. Bumm, tentara Rusia pun langsung memiliki "tank" anti-infantri tanpa awak: MRK-002-BG-57 alias Wolf-2.
[page_break no="" title="X-47B"]
Berbicara tentang robot, pastinya belum lengkap kalau belum membahas yang terbang-terbang. Entah kenapa dengan kemajuan teknologi tanpa awak, istilah drone menjadi dekat dengan pesawat atau kendaraan terbang lainnya. Padahal secara umum, drone mengacu pada semua kendaraan yang bisa bekerja secara otomatis -- diambil dari lebah jantan yang tidak bekerja mengumpulkan madu dan istilah bahasa Inggris yang artinya "melakukan pekerjaan monoton." Dari situlah muncul pula istilah "droning"--- Yak, sudah menyimpang jauh dari topik.
Anyway, untuk teknologi teranyar dari drone AS adalah purwarupa pesawat tempur tanpa awak X-47B. Dia pertama kali mengudara pada tahun 2011 dan berhasil menjalankan demonstrasi terbang dan mendarat baik di darat maupun kapal kelas carrier. Perusahaan mengembangnya, Northrop Grumman, berencana akan membuat X-47B menjadi pesawat yang siap tempur di tahun 2020 mendatang.
Drone bisa menggabungkan gerakan otomatis dengan perintah manual untuk menembakkan rudal, mencari target, dan memancing serangan. Sumber: Popular Mechanics[/caption]
Perihal drone ini, juga ada wacana menarik dari Kementerian Pertahanan Jepang, di mana mereka mengajukan drone menjadi bagian dari Angkatan Udara Bela Negara Jepang (JASDF). Drone ini akan dibagi menjadi dua jenis: satu terbang dalam formasi dan menerima perintah dari pesawat tempur biasa dan yang satu lagi merupakan sistem pertahanan yang menggunakan sensor untuk mendeteksi ancaman serangan misil. Drone tambahan ini juga bisa saja dikorbankan untuk menerima serangan jika diperlukan.
Strategi menarik yang terdengar seperti dari kisah-kisah fiksi ilmiah, dan bisa saja diterapkan untuk X-47B -- atau drone lain yang lebih kecil. Karena pastinya dengan ukuran sebesar pesawat normal, X-47B sangat mahal dan tidak bisa dibuang-buang begitu saja.
[read_more link="http://www.duniaku.net/2016/10/17/daftar-game-perang-militer/" title="Ternyata 7 Game Ini Digunakan Pihak Militer dalam Merekrut Anggota Baru, Lho!"]
Itulah sebagian dari teknologi robot militer zaman sekarang yang menjadi pelopor mesin perang dan robot Call of Duty: Infinite Warfare. Nantikan artikel Duniaku.net selanjutnya untuk pembahasan Call of Duty dan game-game lain yang lebih dalam!
Sumber: Discover Magazine / Financial Times / Popular Mechanics / IEEE Spectrum
Diedit oleh Febrianto Nur Anwari