Vega Street Fighter. (Dok. 20th Century Fox, Capcom/Street Fighter: The Legend of Chun-Li)
Dengan standar tinggi yang sudah dipasang oleh Jay Tavare di versi 1994, Vega versi 2009 sayangnya terasa sebagai penurunan drastis.
Diperankan oleh Taboo dalam Street Fighter: The Legend of Chun-Li, Vega di sini setidaknya masih bisa dikenali sebagai Vega. Itu saja sudah menjadi nilai plus kecil, mengingat banyak karakter lain di film ini yang praktis hanya meminjam nama, seperti Charlie, Rose, atau Gen. Vega masih mempertahankan topeng dan kuku besi, dua elemen visual paling mendasarnya.
Namun di luar itu, banyak hal terasa melenceng.
Secara kostum, Vega kerap tampil dengan pakaian serba hitam yang menutupi hampir seluruh tubuh, menghilangkan kesan flamboyan dan narsistik yang menjadi ciri khasnya. Dari segi penampilan wajah, Taboo juga terasa jauh lebih “biasa” dibanding Jay Tavare. Akibatnya, dialog Chun-Li yang berbunyi, “No wonder you wear a mask. I’d hide that face too,” terdengar lebih kejam daripada sarkastis—bukan sindiran elegan, tapi seperti hinaan langsung yang canggung.
Yang lebih mengecewakan lagi, secara fungsi cerita Vega juga tidak terasa berbahaya. Meski sempat: menunjukkan kelincahan khas, dan bahkan berhasil memperoleh beberapa helai rambut Chun-Li (gesture klasik Vega), ia tetap kalah relatif cepat dalam duel tersebut. Sebagai karakter yang seharusnya menjadi assassin elit, ancamannya terasa cepat menguap.
Hasil akhirnya sulit disangkal: Vega versi 2009 terasa sebagai yang paling inferior dibanding versi-versi lain yang sudah muncul