(Dok. Constantin Film/In the Lost Lands)
Beberapa potensi yang saya sebutkan sebelumnya pada akhirnya gagal dieksekusi dengan memuaskan.
Intrik antara pihak gereja dan ratu? Tanpa masuk ke terlalu banyak spoiler, meskipun sempat memikat di satu titik, konklusinya terasa mengecewakan dan antiklimaks.
Perkenalan berbagai karakter unik dan menarik? Sayangnya, banyak yang tidak diberi ruang untuk berkembang. Kematian terjadi terlalu cepat atau mendadak, dan beberapa karakter yang seharusnya menjadi villain penting justru tersingkir dengan cara yang antiklimaks. Setiap itu terjadi alih-alih merasa puas, saya malah bertanya, ‘Gitu doang?’
Sutradara tampaknya berpikir bahwa karena ini diadaptasi dari cerpen George R.R. Martin, maka membunuh banyak karakter bernama akan menciptakan ketegangan ala Game of Thrones. Namun, tanpa pembangunan karakter yang cukup, kematian mereka terasa hampa. Bukannya meningkatkan ketegangan, justru membuat film ini kehilangan bobot emosional.
Jika saja film ini ada lebih banyak waktu, atau minimal lebih fokus untuk mengembangkan karakter, mungkin kelemahan ini bisa sedikit tertutupi.
Namun, perkembangan cerita yang begitu cepat membuat film ini terasa seperti rekap dari sebuah seri panjang, alih-alih pengalaman yang benar-benar memikat. Jadi makin kacaulah penyingkiran banyak karakter penting itu.