Review Film Midway: Satu Lagi Drama Serangan Pearl Harbor
Saat Holywood berusaha menggambarkan serangan Pearl Harbor
Kalau kamu ingat, pada tahun 2001 Michael Bay pernah membuat film yang menampilkan serangan besar-besaran di Pearl Harbor. Film tersebut tidak terlalu baik secara kritik, tetapi sangat menguntungkan dari sisi komersial. Pada tahun 2019 Roland Emmerich mengikuti langkah Bay dengan membuat film yang berjudul Midway.
Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah Midway akan kembali mengalami flop seperti Pearl Harbor, atau malah lebih baik dari sisi kritik. Jawabannya bisa kamu temukan pada review di bawah ini.
1. Jepang membangunkan "Singa Tidur"
Berbeda dengan Pearl Harbor yang hanya fokus pada serbuan Jepang ke Pearl dan serangan balasan yang dipimpin oleh Doolittle. Midway mengambil bingkai yang lebih luas untuk menggambarkan berbagai intrik yang menyebabkan Jepang berani menyerang Pearl dan memulai perang pasifik.
Jepang yang saat itu sangat berambisi menguasai Asia Tenggara dan Tiongkok, menyerang Amerika yang masih jadi negara netral di perang dunia kedua. Penyerangan tersebut ditujukan untuk melumpuhkan Amerika di pasifik, sekaligus memperlambat penambahan kapal perang Amerika yang sudah disetujui di Vinson-Walsh Act.
Walaupun sejatinya serangan tersebut sudah diprediksi oleh pakar intelijen Edwin Layton (Patrick Wilson), tapi Amerika yang masih merasa menjadi negara netral tidak melakukan pencegahan apapun. Hasilnya Amerika kehilangan banyak kapal perang dan pasukan yang bertugas di dalamnya.
Setelah serangan itu, Amerika pun membenahi pertahanan lautnya. Mereka mengganti sejumlah pemimpin dan memulai menyusun strategi untuk menghadapi Jepang. Salah satu ujung tombak pertahanan itu adalah USS Enterprise yang dipimpin Laksamana Muda William “Bull” Halsey (Dennis Quaid).
Di kapal itu, dia memiliki sejumlah penerbang tangguh dari Dick Best (Ed Skrein) yang mahir tapi susah diatur, Wade McClusky (Luke Evans), Eugene Lindsay (Darren Criss) hingga teknisi terbang Bruno Gaido (Nick Jonas). Tim inilah yang memiliki peranan penting dalam penyerangan terhadap armada Jepang yang hendak menyerbu Midway pada Juni 1942 di bawah komando Laksamana Chester Nimitz (Woody Harrelson).
Sementara, pihak Jepang yang merasa Amerika sudah ‘habis’ dan tidak akan berani melakukan serangan balasan, juga tak kalah untuk menyusun strategi perang. Setelah menjajah Tiongkok, Jepang juga berusaha menguasai pulau-pulau kecil di kawasan Pasifik yang juga menjadi basis pertahanan Amerika. Dua tokoh kunci militer Jepang dalam peperangan tersebut adalah, Laksamana Muda Chūichi Nagumo (Jun Kunimura) dan Laksamana Isoroku Yamamoto (Etsushi Toyokawa).
Bisa dibilang Midway merupakan sebuah film yang berusaha menceritakan konflik perang pasifik dari kedua sisi sekaligus. Jepang yang merupakan penjahat utama, tetap digambarkan memiliki integrasi dan ideologi yang tinggi. Sementara Amerika lagi-lagi digambarkan sebagai jagoan utama yang terluka dan bangkit berperang demi kepentingan orang-orang tidak berdosa.
2. Bobot yang berlebihan
Film ini bertabur banyak bintang kelas atas, tapi justru hal ini menjadi kelemahan utama Midway. Wes Tooke sebagai sang penulis naskah seperti kesulitan untuk mengembangkan cerita para karakternya. Hasilnya kamu bakal melihat banyak adegan dengan dialog yang buruk atau malah mengganggu. Lebih parahnya lagi, kelemahan ini terbawa ke karakter Dick Best yang merupakan protagonis utama Midway.
Seharusnya Dick Best menjadi karakter kuat yang hobi melawan atasannya tapi memiliki insting pilot yang tajam dan pendirian yang kukuh. Tapi yang terjadi di sini justru kebalikannya. Dick Best memang terlihat tangguh, tapi kalimat yang dibawakan oleh Dick justru terlihat seperti orang yang baru saja masuk militer dan masih gagap dalam memberikan motivasi.
Padahal aktor dan aktris yang beradu akting di Midway berhasil menunjukkan kualitas yang dimilikinya. Sebagai contoh, Woody Harrelson berhasil membawakan karakter seorang Laksamana yang memiliki pengalaman tinggi dan mempercayai insting miliknya. Sementara itu Patrick Wilson juga terlihat sebagai petugas intelijen yang cerdas dan berpikir out of the box.
3. Visual Luar Biasa
Secara visual film ini memang menarik. Midway menyuguhkan adegan perang antar pesawat tempur era PD II yang sangat epik dan kolosal. Berbagai teknologi pesawat tempur Amerika dan Jepang diperlihatkan tanpa tedeng aling-aling, termasuk betapa payahnya pesawat Amerika ketika berhadapan dengan Zero milik Jepang.
Kami sejatinya cukup bingung dengan keputusan tim visual effect Midway dalam urusan manuver pesawat. Sering sekali kami melihat munculnya pesawat yang menyambar di ketinggian rendah sambil memuntahkan peluru senapan mesin yang mereka miliki. Sejatinya hal ini jarang terjadi di perang sungguhan, mengingat manuver tersebut sangat berisiko dan Jepang sedang menghemat armada tempur yang mereka miliki.
4. Kesimpulan
Midway adalah sebuah film perang kolosal yang menyuguhkan segala intrik yang menentukan jalannya perang dunia kedua bagi Jepang dan Amerika. Midway menampilkan adegan perang antara Amerika dan Jepang yang sudah lama absen sejak Hacksaw Ridge. Sayang, plot ceritanya tipis dan eksekusinya juga tidak bagus-bagus amat. Hasilnya film ini hanya mampu mendapatkan 3 dari 5 bintang review dari kami.