Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
474082623_2290175861352497_8927575654879155644_n.jpg
Dok. Alibaba Pictures Group (The Shadow's Edge)

Intinya sih...

  • Akting Kelas Berat: Tony Leung mencuri perhatian dengan karakter Shadow yang berwibawa, sementara Jackie Chan menampilkan aksi fisik dan tensi psikologis yang memukau.

  • Jackie Chan: Bijak, Brutal, dan Masih Memikat: Di usia 71 tahun, Jackie Chan menampilkan aksi realistis dan akting matang dengan sedikit nostalgia gerakan khasnya.

  • Sutradara yang Tahu Cara Menjaga Tegangan: Larry Yang berhasil memadukan homage pada sinema Hong Kong klasik dengan kecepatan narasi modern dalam film ini.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

GENRE: Aksi

ACTORS: Jackie Chan, Tony Leung Ka-fai, Zhang Zifeng

DIRECTOR: Larry Yang

RELEASE DATE: 20 Agustus 2025

RATING: 4/5

Setelah beberapa tahun berkutat di proyek yang terbilang hangat-hangat kuku, Jackie Chan akhirnya kembali ke medan laga penuh intensitas lewat The Shadow’s Edge. Disutradarai Larry Yang, yang sebelumnya menggarap Ride On (2023), film ini menjadi reuni kedua mereka, namun kali ini jauh dari nuansa drama ringan. Jika Ride On adalah surat cinta untuk karier Jackie sebagai stuntman, The Shadow’s Edge justru menampilkan dirinya dalam teritori aksi paling kelam sejak The Foreigner (2017).

Adaptasi dari film Hong Kong Eye in the Sky karya Yau Nai-Hoi, cerita membawa kita ke Macau, di mana Fu Lung-Sang alias “Shadow” (Tony Leung Ka-Fai) memimpin geng pencuri berteknologi tinggi, termasuk duo kembar ahli senjata dan hacker (Ci Sha). Usai berhasil merampok kripto senilai besar dan mengelabui sistem pelacakan AI canggih milik polisi, mereka jadi target perburuan besar. Polisi pun memanggil Wong Tak-Chung (Jackie Chan), mantan spesialis pengintaian, untuk membimbing tim muda dan mengejar Shadow.

1. Akting Kelas Berat

Dok. Alibaba Pictures Group (The Shadow's Edge)

Meski Jackie Chan jelas menjadi daya tarik utama, Tony Leung Ka-Fai-lah yang sering mencuri perhatian. Karakter Shadow digambarkan sebagai antagonis berwibawa dengan keterampilan pisau mematikan, hasil latihan intens selama setahun. Duel klimaks mereka di sebuah rumah teh adalah puncak film: brutal, berdarah, dan menjadi salah satu perkelahian jarak dekat paling keras yang pernah Jackie lakukan.

Tidak hanya aksi fisik, hubungan mereka di layar juga dipenuhi tensi psikologis. Adegan makan malam di rumah Wong menjadi contoh bagaimana Larry Yang mampu membangun ketegangan tanpa harus selalu mengandalkan ledakan atau baku hantam. Saling uji mental ini membuat chemistry keduanya terasa hidup, melampaui reuni mereka di The Myth (2005) yang kala itu tidak terlalu meninggalkan kesan.

Keunggulan ini turut ditopang oleh penulisan naskah yang rapi dan terukur. Dialog-dialognya terdengar natural, bebas dari istilah berlebihan atau percakapan yang bertele-tele. Setiap kalimat dipadatkan untuk memberi bobot emosional sekaligus ruang bagi para aktor mengekspresikan kemampuan mereka secara maksimal, menciptakan pertarungan verbal yang sama memikatnya dengan duel fisik.

2. Jackie Chan: Bijak, Brutal, dan Masih Memikat

Dok. Alibaba Pictures Group (The Shadow's Edge)

Di usia 71 tahun, Jackie memang tak lagi meloncat-loncat seperti dulu, tapi justru itulah kekuatan film ini. Koreografer aksi Su Hang menyesuaikan gaya tarungnya dengan kombinasi Hapkido, joint lock, dan serangan jarak dekat, serupa pendekatan Sammo Hung di The Bodyguard (2016). Ada sedikit nostalgia lewat gerakan khas Jackie terutama di adegan pertarungan melawan dua anggota geng di laundromat, namun dengan ritme yang lebih berat dan realistis.

Film ini jauh dari aura “Kungfu master” flamboyan ala Jackie di era lama. Tidak ada pertarungan marathon dua jam yang dipenuhi humor fisik. Sebaliknya, setiap bentrokan fisik disajikan secukupnya, terukur, dan terasa manusiawi, mencerminkan fisik dan pengalaman seorang veteran yang bertarung hanya ketika benar-benar perlu.

Aktingnya pun terasa matang. Jackie memadukan sisi rapuh dan keras tanpa terjebak pada overacting. Ada rasa getir dari masa lalu, terutama lewat hubungannya dengan Ho Chiu-Guo (Zhang Zifeng), anak dari mantan rekannya yang tewas saat bertugas. Dinamika ini memberi lapisan emosional yang memperkaya narasi di sela-sela aksi.

3. Sutradara yang Tahu Cara Menjaga Tegangan

Dok. Alibaba Pictures Group (The Shadow's Edge)

Larry Yang membuktikan dirinya mampu memadukan homage pada sinema Hong Kong klasik dengan kecepatan narasi modern. Meski durasinya mencapai 141 menit, film tetap mengalir berkat pacing yang konsisten. Adegan aksi dibuat dengan kamera dinamis dan intens, walau kadang editing terasa terlalu cepat sehingga detail koreografi sedikit terlewat.

Yang juga menyelipkan tema relevan: benturan antara metode tradisional dan teknologi modern. Baik Wong maupun Shadow, meski berada di sisi hukum yang berbeda, sama-sama percaya bahwa cara lama masih punya tempat di dunia yang serba digital. Ini bukan sekadar cerita kejar-kejaran polisi dan pencuri, tapi juga tentang mempertahankan prinsip di tengah perubahan zaman.

4. Kesimpulan?

Dok. Alibaba Pictures Group (The Shadow's Edge)

The Shadow’s Edge adalah “kembali ke bentuk asli” bagi Jackie Chan, aksi yang keras, duel menegangkan, dan cerita yang rapi. Tony Leung Ka-Fai menjadi lawan main yang seimbang, bahkan kadang menyalip spotlight Jackie. Dengan tensi, aksi, dan karakterisasi yang sangat kuat, film ini pantas disebut sebagai salah satu karya aksi terbaik Jackie dalam dekade terakhir. Jangan buru-buru keluar saat kredit bergulir, ada outtakes khas Jackie dan bonus post-credit yang manis.

Editorial Team