Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
Future Cops dan Street Fighter.jpg
Guile Future Cops dan Street Fighter. (Dok. Golden Harvest/Future Cops, Capcom/Street Fighter)

Intinya sih...

  • Detail kostum Future Cops menghormati identitas visual Street Fighter lebih baik daripada film Hollywood.

  • Future Cops tidak ragu menampilkan jurus-jurus ikonik para karakternya, sementara film Hollywood terlihat malu-malu.

  • Ancaman final boss di Future Cops terasa lebih mengerikan dan dekat dengan karakter aslinya dibandingkan versi Hollywood.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Future Cops adalah film parodi Hong Kong garapan Wong Jing. Di sisi lain, ada dua film Street Fighter versi Hollywood (Street Fighter dan Street Fighter: The Legend of Chun-Li) yang berstatus adaptasi resmi, dengan dukungan lisensi penuh dan anggaran yang jelas lebih besar dibanding produksi Hong Kong era 90-an.

Secara logika, dalam perbandingan film parodi vs film resmi, keunggulan parodi biasanya hanya berhenti di aspek komedi.

Namun justru di sinilah letak keunikannya.

Jika kita bandingkan dari sudut pandang yang agak “jahil”, yakni sebagai adaptasi Street Fighter, Future Cops ternyata masih memiliki sejumlah keunggulan nyata dibanding dua film Hollywood tersebut. Bukan cuma soal lucu-lucuan, tapi juga bagaimana film ini memahami, menampilkan, dan “merayakan” identitas Street Fighter itu sendiri.

Apa saja keunggulan Future Cops dibanding dua film Street Fighter layar lebar versi Hollywood?

Simak pembahasannya di bawah ini!

1. Detail kostum

Guile Future Cops dan Street Fighter. (Dok. Golden Harvest/Future Cops, Capcom/Street Fighter)

Ini memang terdengar ironis, mengingat Future Cops sendiri tidak menampilkan kostum yang sepenuhnya akurat, karena statusnya sebagai parodi yang jelas tidak direstui Capcom.

Namun justru di situlah keunggulannya.

Wong Jing dan timnya tampak sangat paham detail visual apa yang paling ikonis dari tiap karakter Street Fighter, lalu memastikan elemen-elemen itu tetap hadir, meski dalam versi “legal-safe” dan sedikit diplesetkan.

-Guile dikenal dengan rambut sapu dan aura militer? Maka Broomhead tampil dengan rambut sapu, kaus hijau, dan jaket tentara, meski jaketnya tampak lusuh dan compang-camping.

-Ryu identik dengan pakaian putih dan ikat kepala merah? Lung hadir dengan kostum putih dan ikat kepala merah yang langsung terbaca sebagai “Ryu versi parodi”.

-Vega punya topeng dan kuku besi? Ti Man pun mengenakan topeng dan kuku besi tanpa banyak kompromi.

Bandingkan dengan Street Fighter, yang meski bernada campy, justru terlalu sering berkompromi dengan identitas visual karakternya sendiri. Guile muncul tanpa rambut sapu, mengenakan tank top biru. Ryu menghabiskan sebagian besar film tanpa ikat kepala merah. Ken bahkan tidak digambarkan gondrong.

Situasinya makin parah di Street Fighter: The Legend of Chun-Li. Di film ini, karakter yang masih mudah dikenali sebagai versi game-nya praktis hanya Chun-Li dan Vega, itu pun dengan kualitas kostum yang sebenarnya tidak terlalu bagus. Hanya saja, standar visual film tersebut sudah terlanjur sangat rendah, sehingga dua karakter itu terasa “paling mendekati” secara relatif.

Ironisnya, film parodi seperti Future Cops justru lebih menghormati identitas visual Street Fighter dibanding adaptasi resminya sendiri.

2. Future Cops tidak malu mengerahkan jurus

Sing Yoga Fire. (Dok. Golden Harvest/Future Cops - 1993)

Yang justru terasa paling kocak adalah ini: meski Future Cops tidak memiliki izin resmi Street Fighter, film ini sama sekali tidak ragu menampilkan jurus-jurus ikonik para karakternya.

Para karakter parodi benar-benar menggunakan kemampuan yang akurat dengan versi game-nya: Broomhead mengeluarkan jurus mirip Sonic Boom dan Somersault Kick ala Guile, Kent dan Lung memamerkan Tatsumaki Senpu Kyaku serta Hadouken yang jelas terinspirasi dari Ken dan Ryu., Sing, parodi Dhalsim, mampu memanjangkan lengan, menyemburkan api dari mulut, dan bahkan melayang di udara.

Semua ini disajikan tanpa rasa sungkan, seolah Wong Jing paham bahwa jurus adalah identitas utama Street Fighter.

Sebaliknya, baik Street Fighter maupun Street Fighter: The Legend of Chun-Li justru terasa malu-malu saat harus menampilkan jurus para fighter. Ketika jurus itu akhirnya muncul, penyajiannya sering terasa tanggung, baik dari koreografi maupun efek visualnya, hingga kesannya underwhelming.

Ironisnya, meski berstatus parodi, Future Cops sama sekali tidak kabur dari identitas Street Fighter. Sementara versi Hollywood, yang justru resmi, kerap terlihat seperti enggan sepenuhnya memeluk warisan game yang mereka adaptasi.

3. Ancaman final boss

Bison Future Cops dan Street Fighter. (Dok. Golden Harvest/Future Cops, Capcom/Street Fighter)

Kalau kita bicara era awal 1990-an, tepat setelah Street Fighter II rilis, maka M. Bison adalah tipe final boss yang dirancang Capcom untuk satu tujuan utama: menguras koin pemain. Sulit dikalahkan, terasa curang, dan benar-benar menguji refleks serta penguasaan mekanik.

Citra ini bahkan ditegaskan dalam Street Fighter II: The Animated Movie, di mana Bison terasa sebagai ancaman luar biasa. Dalam duel satu lawan satu, bahkan Ryu pun kesulitan.

Bandingkan dengan Street Fighter. Penampilan Raul Julia (yang saat itu sudah sakit) memang ikonik lewat dialog bombastis dan karisma teatrikalnya. Namun dalam duel klimaks melawan Guile, Bison baru terasa seimbang setelah mendapat power-up. Itu pun pertarungannya lebih banyak diisi efek visual seperti listrik dan terbang, lalu bisa diatasi relatif cepat oleh Guile.

Situasinya tidak jauh lebih baik di Street Fighter: The Legend of Chun-Li. Pendekatan yang lebih “realistis” justru membuat Bison terasa kurang mengintimidasi. Meski sempat merepotkan Chun-Li di akhir, ancamannya tetap terasa datar dan tidak meninggalkan kesan final boss legendaris.

Sebaliknya, General, parodi M. Bison di Future Cops, justru tampil sebagai sosok yang benar-benar berbahaya. Dalam pertarungan klimaks, ia mampu memukul mundur para polisi masa depan dengan mudah, serangannya mementalkan para hero, memaksa mereka untuk mengeroyok demi bisa menjatuhkannya.

Dan ya, dengan gaya ngawur khas Wong Jing, dibutuhkan juga bantuan parodi “Goku” untuk akhirnya menumbangkan sang General.

Hasilnya? Versi parodi ini justru menghadirkan ancaman fisik yang lebih mengerikan dibanding versi Hollywood, dan ironisnya, terasa lebih dekat dengan Bison asli dari game dan Animated Movie.

Harapan untuk Street Fighter 2026

Dok. Legendary Pictures/Capcom (Street Fighter/Guile)

Street Fighter (2026) setidaknya sudah terlihat unggul dari dua pendahulu Hollywood-nya dalam satu aspek penting: desain karakter.

Guile, yang diperankan Cody Rhodes, tampil dengan rambut sapu ikonik, tank top hijau, dog tag, dan celana camo, persis seperti versi game. Ryu, diperankan Andrew Koji, hadir dengan gi karate putih dan ikat kepala merah yang terikat rapi di kepala. Sementara Blanka versi Jason Momoa tampil sebagai makhluk liar berkulit hijau dengan rambut kemerahan, jauh dari pendekatan “setengah-setengah”.

Banyak desain ini terasa seperti versi upgrade berbudget besar, dan resmi, dari apa yang dulu dilakukan Future Cops. Artinya, film 2026 ini tampaknya sudah tidak malu lagi menyajikan visual yang benar-benar mirip game, bahkan jika terlihat absurd sekalipun.

Sekarang tinggal satu pertanyaan besar: apakah film ini juga berani menyajikan final boss yang benar-benar mengintimidasi, dan tidak ragu memperlihatkan jurus-jurus ikonik Street Fighter tanpa kompromi?

Kalau itu bisa tercapai, Street Fighter 2026 punya peluang untuk akhirnya melampaui bukan cuma dua film Hollywood sebelumnya, tapi juga parodi legendaris seperti Future Cops.

Menurutmu gimana?

Sampaikan pendapatmu di kolom komentar!

Editorial Team