BlackBerry merupakan sebuah fenomena baru di tengah lifestyle teknologi komunikasi, khususnya di Indonesia. Sedangkan Android, saat ini juga gencar melakukan penetrasi, sehingga membuat orang awam sekalupun ingin sekadar "ngicipi" menu-menu "makanan penutup" yang disuguhkan dalam setiap versi OS-nya. Bagaimana jika keduanya saling berinteraksi dalam satu ruang yang sama?
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Detik-detik mulai dikomersilkannya Android Honeycomb April 2011 nanti, layaknya bom waktu yang membuat jantung para pesaingnya berdetak makin kencang. Sementara itu Motorola Xoom yang menjadi gadget pertama ber-OS Android versi 3.0 tersebut, sudah dirilis 24 Februari 2011 lalu. Walaupun secara hardweare dan software cukup menjanjikan (bisa kamu baca melalui artikel ini, detail spesifikasinya), namun rupanya tablet yang banyak dipercaya bakal menjadi "iPad Killer" tersebut oleh para analis disebutkan penjualannya tidak terlalu mengagumkan. Banyak yang menuduh justru karena Honeycomb yang terlalu rumit. Ada juga yang menyalahkan batereinya yang loyo. Kontras dengan Apple iPad 2 yang masih mengusung kemudahan penggunaan ala iPhone OS (iOS) serta ketahanan baterei yang telah teruji. Sepertinya Motorola melupakan satu hal ketika mendisain Xoom, dan ingin menggeser hegemoni Apple di ranah tablet (atau oleh sebagian praktisi teknologi lebih suka menyebut tablet sebagai slate) dengan iPad-nya, bahwa sabak elektronik tersebut sangat laku karena menyasar pasar yang paling luas. Mass market ini tak lain adalah pengguna casual, bukanya mereka para "techno geek" yang tahu betul semua istilah computing dan mengikuti perkembangan smartphone. Dengan klaim Apple yang dengan angka penjualan iPad 2 yang melebihi kakaknya pada minggu pertama penjualan, pasca dirilis 11 Maret 2011 lalu, juga terbukti di pasaran. Banyak toko mengaku kehabisan persediaan iPad 2. Di Indonesia saja, seperti tahun lalu kala iPad pertama pertama kali booming, sudah ada yang menawarkan dengan harga pembukaan di atas 10 juta - bandingkan dengan harga aslinya di US yang tidak lebih dari 6 jutaan, seperti yang kami ulas detailnya di sini. Sementara itu iPad pertama juga sempat mengalami fluktuasi harga. Dari sini bisa disimpulkan, seperti strategi Nintendo dengan Wii dan DS mereka, tidak perlu harus "kuat" dan terlihat "canggih" untuk bisa laku terjual. Namun bagaimana bisa membuat pengguna awam merasa nyaman dengan teknologi. Namun walaupun sudah terbukti bahwa spesifikasi teknis bukan patokan, RIM yang juga masih tarik ulur dengan tablet pertama mereka BlackBerry PlayBook, rupanya juga bingung menentukan posisi tablet mereka tersebut. Seperti yang pernah kami bahas sebelumnya, BlackBerry Tablet OS yang digunakan untuk PlayBook tersebut memiliki kelebihan menampilkan software yang berjalan secara real time. Dan banyak jurnalis yang memuji antar mukanya yang halus serta kecepatan browsing yang mendukung Flash serta HTML5. plus tentu saja, interkoneksi dengan seri BlackBerry terbaru, untuk aktivitas BBM. Dan saya pribadi merasa antar mukanya (plus layanan BlackBerry yang ditawarkan) sudah cukup familiar dan user-friendly, terutama bagi mereka yang mungkin bukan pengoperek smartphone. Namun rupanya RIM masih ingin meluaskan pasar PlayBook. Selain pengguna BlackBerry pada khususnya, mereka juga ingin merangkul pasar Android yang memang berkembang pesat. Dan bisa jadi, ini salah satu strategi RIM menghadapi pasukan Android yang jumlahnya sudah pasti lebih besar. Kenapa tidak "berteman" saja dengan musuh?
konferensi pers-nya