(Dok. Millenium Films/Red Sonja)
Red Sonja (2025) terasa cukup kurang budget.
Saya belum menemukan angka pastinya, tapi kamu akan langsung merasakannya saat menonton. Deretan aktor dan aktrisnya tidak ada nama besar, jadi tidak ada yang setara dengan Arnold di versi 1985. Set, armor, dan kostum di banyak bagian lebih mirip serial TV seperti Hercules atau Xena: The Warrior Princess daripada fantasi layar lebar seperti Lord of the Rings. Beberapa efek CGI bahkan terasa seperti kualitas game PS4 budget menengah, or lebih rendah.
Lebih parah, film ini mengusung plot yang sangat generik untuk genre fantasi.
Lalu, apakah ada yang saya sukai?
Yah, sejak awal film dengan premis “perempuan bertempur dengan armor minim di dunia fantasi” memang jarang setara dengan Lord of the Rings. Jadi saya sudah siap dengan kualitas yang “segini saja.”
Bahkan meski generik, penyajian kisah Sonja terasa lumayan. Matilda Lutz mungkin bisa terasa terlalu ramping dibanding versi komiknya, dan ini sangat terasa di momen dimana dia sempat mengenakan "armor" yang akurat dengan komiknya, tapi seiring berjalannya film saya rasa dia sudah melakukan yang terbaik untuk menyajikan kisah Sonja versi ini.
Masalahnya, Sonja hampir satu-satunya karakter yang menarik. Sisanya, termasuk antagonisnya, terasa seperti kumpulan musuh standar yang hadir untuk dikalahkan dalam arc yang mudah dilupakan.
Aksi di film ini lumayan di beberapa adegan. Bahkan build-up mencapai final battle itu asyik, seru, membuat saya sempat berharap bahwa setidaknya film ini akan punya pertempuran puncak yang memikat.
Tapi entah kenapa, klimaks pertempurannya terasa kurang nendang.
Saat Sonja mencapai puncak kekuatannya, tantangan yang dia hadapi malah terasa minimal, sehingga momen klimaks kurang memberi dampak.