TUTUP

Review Wicked, Prekuel The Wizard of Oz yang Menarik tapi Melelahkan

Sebuah film yang cukup panjang untuk ditonton

GENRE: Musical Drama

ACTORS: Cynthia Erivo, Ariana Grande, Jonathan Bailey

DIRECTOR: Jon M. Chu

RELEASE DATE: 20 November 2024

RATING: 3/5

Jon M. Chu kembali memimpin proyek besar setelah sukses dengan adaptasi musikal seperti In the Heights. Kali ini, ia membawa Wicked, salah satu musikal Broadway paling ikonik, ke layar lebar.

Dengan pemeran papan atas seperti Cynthia Erivo sebagai Elphaba dan Ariana Grande sebagai Glinda, serta produksi berskala besar yang menjanjikan keajaiban visual, Wicked tampak seperti karya yang siap mencetak sejarah baru di dunia musikal film.

Namun, apakah ambisi besar ini cukup untuk menghadirkan pengalaman sinematik yang tak terlupakan? Dalam banyak hal, Wicked memukau, tetapi juga terasa seperti kehilangan jiwa yang seharusnya menjadi inti ceritanya.

1. Dunia The Wizard of Oz

Dok. Universal

Jon M. Chu terkenal dengan kemampuannya menciptakan dunia yang hidup melalui gerakan kamera yang dinamis dan desain visual yang memukau. Di Wicked, ia sekali lagi memamerkan bakat tersebut.

Oz terlihat seperti negeri dongeng penuh warna, dengan desa-desa yang cerah, sungai berkilauan, dan langit yang dihiasi pemandangan menakjubkan. Sayangnya, keindahan visual ini terasa seperti latar belakang tanpa kedalaman emosional.

Kamera yang meluncur dan mengeksplorasi setiap sudut Oz memang memberikan skala epik, tetapi dunia ini tidak pernah benar-benar terasa hidup. Jika dibandingkan dengan cara Peter Jackson membangun Middle-earth dalam The Lord of the Rings, Oz versi Chu terasa artifisial.

Penonton tidak diajak untuk tenggelam dalam dunia yang memikat, melainkan hanya menjadi penonton pasif yang terkesima oleh kecantikan permukaannya.

Baca Juga: Review Gladiator II: Perjuangan Lucius Menapak Bayangan Maximus

2. Karakter yang Ikonik tapi Kurang Manusiawi

Dok. Universal

Elphaba dan Glinda adalah dua tokoh utama yang menjadi penggerak cerita. Cynthia Erivo berusaha menggambarkan perjalanan emosional Elphaba, dari seseorang yang dikucilkan karena warna kulit hijaunya hingga menjadi sosok pemberontak yang legendaris.

Sayangnya, pengembangan karakternya terasa terbatas. Elphaba lebih sering tampil sebagai simbol ketidakadilan daripada sebagai individu dengan kompleksitas emosi.

Sementara itu, Ariana Grande berhasil membawa pesona dan humor pada Glinda. Dengan ekspresi komikal dan penyampaian vokal yang sempurna, ia menciptakan momen-momen ringan yang menghibur.

Namun, naskah tidak memberinya cukup ruang untuk berkembang menjadi lebih dari sekadar karikatur "gadis populer." Hubungan antara Glinda dan Elphaba, yang seharusnya menjadi inti emosional cerita, juga kurang tergali dengan baik. Kedekatan mereka terasa terburu-buru dan tidak memiliki kedalaman yang meyakinkan.

3. Musikal Indah yang Melelahkan

Dok. Universal

Musikal Wicked dikenal dengan lagu-lagu ikonik seperti “Defying Gravity” dan “What Is This Feeling?”. Di tangan Jon M. Chu, nomor-nomor ini tetap menjadi sorotan. Penampilan "What Is This Feeling?" yang awalnya sederhana di panggung, diubah menjadi sebuah pesta visual yang melibatkan seluruh sekolah, lengkap dengan koreografi besar dan penggunaan properti kreatif seperti meja dan peralatan makan. Momen ini menjadi salah satu puncak film, menunjukkan bagaimana Chu dapat menghidupkan energi musikal di layar lebar.

Namun, tidak semua nomor musikal berhasil. Beberapa lagu diperluas dan diisi dengan tambahan visual yang terasa berlebihan, sehingga kehilangan ketajaman emosionalnya. Meskipun para aktor memberikan penampilan vokal yang luar biasa, rekaman suara mereka dilakukan langsung di lokasi, kehadiran musik yang dominan dan skala besar sering kali membuat cerita terasa terseret-seret. Keajaiban musik terkadang tenggelam dalam grandiositas visual yang melelahkan.

4. Ambisi Besar yang Naif

Dok. Universal

Salah satu kekuatan Wicked adalah alegori politisnya yang menggambarkan bagaimana propaganda dan diskriminasi dapat membentuk opini publik dan menciptakan “musuh” bersama. Dialog seperti “The best way to bring folks together is to give them an enemy” menawarkan kritik yang relevan terhadap isu-isu kontemporer. Namun, pesan ini tidak lagi terasa segar. Alegori tentang penindasan di Oz terlalu mirip dengan representasi politik di dunia nyata, sehingga kehilangan elemen kejutan atau perspektif baru yang membuat cerita lebih menarik.

Pada akhirnya, Wicked adalah produksi yang ambisius dengan visual memukau dan musikalitas solid, tetapi kehilangan kedalaman emosional yang membuat cerita dan karakternya beresonansi dengan penonton. Bisa dibilang, film ini adalah sebuah karya naif yang memanfaatkan seluruh pesona dari Wicked.

Bagi penggemar musikal Broadway, adaptasi ini mungkin memuaskan sebagai penghormatan yang setia pada sumber aslinya. Namun, bagi mereka yang mencari pengalaman sinematik yang segar dan mendalam, Wicked mungkin akan terasa seperti sebuah pertunjukan spektakuler yang hanya memanjakan mata, tetapi gagal menyentuh hati.

Baca Juga: Kolaborasi Spesial Disney Indonesia Bersama Lyodra dalam Moana 2