(Dok. Visinema Studios/Jumbo)
Itulah beberapa hal menarik dari pencapaian JUMBO, film animasi lokal yang kini berhasil meraih satu juta penonton di bioskop.
Sebagai penonton dan pengamat, saya pribadi sejak awal berharap JUMBO sukses. Apalagi di 2025 ini, dimana saya mulai merasakan ada tendensi meremehkan animasi sebagai medium, terutama dengan merebaknya video animasi yang dibuat oleh AI generatif.
Meskipun industri film Indonesia kian menunjukkan taringnya, hingga dalam setahun kita bisa menyaksikan sejumlah film lokal menembus angka satu juta penonton (bahkan lebih), film animasi buatan dalam negeri terasa belum mendapat sorotan yang sepadan. Padahal, potensinya terasa besar.
Upaya produksi untuk menciptakan JUMBO pun tak bisa diremehkan. Film ini adalah hasil kerja kolektif dari 420 kreator Indonesia, yang bersama-sama mencurahkan waktu, tenaga, dan imajinasi selama lima tahun. Sebuah proses yang tak hanya menuntut kreativitas, tetapi juga ketahanan, kepercayaan, dan keyakinan bahwa animasi lokal pantas mendapat panggung yang layak.
Dan sekarang, dengan torehan lebih dari satu juta penonton, JUMBO membuktikan bahwa film animasi Indonesia bisa menjadi mainstream hit yang kualitasnya disambut baik oleh penontonnya. Ini seharusnya menjadi sinyal kuat bagi industri, bahwa animasi lokal yang dibuat dengan proper punya tempat, punya pasar, dan yang terpenting, punya masa depan untuk menjadi lebih besar lagi.
Harapannya, kesuksesan ini membuka mata lebih banyak pihak: rumah produksi, distributor, sponsor, hingga lembaga pendanaan, bahwa karya animasi anak bangsa layak untuk diberi kesempatan dan dukungan.
Bagaimana menurutmu? Apakah JUMBO membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerah untuk animasi Indonesia? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar!