Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pendapatan film Joker sudah tembus 1 miliar Dolar. Itu mungkin masih kalah dari Endgame, tapi patut diingat: modal Joker juga jauh lebih rendah dari Endgame.
Joker adalah film impian studio. Film dengan modal rendah tapi pendapatan besar sekali. Apa yang bisa dipelajari studio film dari kesuksesan film Joker? Ini lima di antaranya!
1. Film adaptasi komik tidak perlu megah dan bermodal besar
Modal untuk film superhero biasanya berada di kisaran ratusan juta Dolar. Kita misalkan, Ant-Man and the Wasp, film yang sebenarnya skala ceritanya kecil. Nilai modalnya? 162 juta Dolar.
Lalu ada The Dark Knight, film di mana penjahat dan jagoannya sama-sama tidak punya kekuatan super. Modalnya? 180 juta Dolar.
Modal Joker berada di kisaran 50 hingga 70 juta Dolar, lebih rendah dari rata-rata film superhero biasanya. Tidak punya budget besar, film Joker memang tak bisa menghasilkan banyak adegan aksi, ledakan heboh, atau efek kekuatan super.
Tapi apakah hal ini menghalangi kesuksesan Joker? Tidak. Filmnya masih sukses.
Saya rasa, ada beberapa hero yang film layar lebarnya tidak perlu dana besar. Misalnya Green Arrow, John Constantine (selama Constantine fokus di dunia, bukan menjelajah neraka), Luke Cage, Daredevil, dan lain-lain.
Asal pendekatannya tepat, hero-hero ini bisa mendulang untung juga dengan dana minimalis. Yang jadi masalah? Ada tendensi studio Hollywood menghendaki semua film superhero itu epik.
Suicide Squad bisa disajikan sebagai film aksi perang sederhana dengan efek minim. Tapi skuad ini justru dihadapkan pada musuh Enchantress di film pertamanya. Padahal Enchantress biasanya urusan Justice League atau Justice League Dark!
Saya harap Joker memberi bukti kalau film dengan skala kecil pun bisa mendulang uang jika dikerjakan dengan benar. Hero dan villain yang tidak perlu cerita bombastis ya sajikan saja apa adanya seperti petualangan normal mereka di komik.
Baca Juga: Lampaui The Dark Knight, Joker Jadi Film Terlaris yang Ada Jokernya!
2. Film komik dengan rating R bisa fokus ke cerita, bukan hanya darah dan unsur seksual
Deadpool sudah memberi bukti kalau film adaptasi komik dengan rating dewasa bisa sukses. Tapi pelajaran studio film dari Deadpool tampaknya adalah: darah dan unsur seksual bisa menjual film superhero.
Lalu datanglah Hellboy. Film ini menyajikan gore berlebihan hingga setiap ada aksi, ada saja darah tertumpah atau organ putus. Padahal komik aslinya juga tidak sesadis itu.
Joker mengambil pendekatan berbeda. Film ini mendapat rating R memang karena unsur ceritanya yang dewasa. Kalau untuk ukuran gore, meski ada adegan brutal, adegan darah tertumpah bisa dihitung jari. Unsur seksual? Juga tidak ada yang menonjol.
3. Film yang menyorot kisah penjahat bisa sukses
Film dengan protagonis amoral sebenarnya sudah banyak. Henry: Portrait of a Serial Killer contohnya. Tapi untuk adaptasi dari komik atau kartun lama, studio seperti takut untuk menyajikan karakternya benar-benar sebagai penjahat.
Kita misalkan Maleficent. Maleficent di kartun asli adalah seorang penjahat tulen, tapi di versi film tunggalnya Maleficent justru menjadi pahlawan.
Joker adalah sebuah adaptasi komik. Tokoh utamanya mungkin memiliki alasan valid untuk menjadi jahat, tapi pada akhirnya dia tetap terasa sebagai villain. Filmnya pun sukses.
Ini bisa jadi pelajaran bagi studio bila Warner Bros misalnya ingin mengadaptasi kisah Lex Luthor.
4. Tidak perlu mengincar cinematic universe
Akankah Joker memiliki sekuel? Mungkin iya, mungkin tidak. Tapi film ini disajikan sebagai film tunggal. Tidak ada koneksi dengan film lain, tidak ada janji bakal ada film lanjutan, bahkan Bruce Wayne pun tidak pernah diperlihatkan menjadi Batman. Film Joker jadi tersaji sebagai pengalaman menonton yang utuh.
Untungnya, Warner Bros memang sudah mengambil pendekatan film yang berdiri sendiri-sendiri sejak Justice League kurang sukses. Aquaman masih menyebut-nyebut sedikit soal kejadian di Justice League, tapi film itu secara keseluruhan berdiri sendiri.
5. Film adaptasi komik dengan aksi minim masih bisa sukses
Mau ceritanya dewasa, film adaptasi komik biasanya masih menyajikan aksi. Bahkan Logan yang mengambil tema dewasa pun masih memiliki adegan tempur panjang di akhir.
Adegan aksi di Joker juga bisa dihitung jari. Tidak ada adegan aksi pamungkas di akhir. Memang ada kerusuhan, tapi Joker hanya pemicu kerusuhan itu, ia tidak terlibat dan bertempur di sana.
Apakah filmnya gagal? Tidak, filmnya tetap sukses.
Itu lima pelajaran untuk studio film dari kesuksesan film Joker. Secara keseluruhan, film ini berpotensi membuka jalan untuk film-film berdana rendah lain untuk disetujui produksinya. Gimana menurut kamu?
Baca Juga: Makeup Joker Joaquin Phoenix Ternyata Paling Cepat, Jared Leto Terlama