Sweet Mask membantai pasukan Narinki (Dok. J.C Staff/One Punch Man S3)
Yusuke Murata memiliki posisi yang cukup unik dalam One Punch Man. Sebagai ilustrator, ia diberi kebebasan untuk merevisi bagian cerita tertentu secara total (sering kali tanpa penjelasan publik) demi penyempurnaan alur, penokohan, atau kesinambungan cerita ke depan.
Bahkan, dalam beberapa kasus, bagian cerita yang sudah terbit lebih dari setahun bisa direvisi ulang dari nol.
Namun siapa sangka, kebebasan kreatif ini justru melahirkan situasi konyol saat masuk ke adaptasi anime.
Sejak pertarungan Child Emperor melawan Phoenix Man, fans mulai menyadari bahwa J.C. Staff mengadaptasi versi cerita sebelum revisi final Murata. Kesadaran ini semakin menguat di episode 10, ketika Amai Mask digambarkan membantai habis anak buah Narinki yang dikendalikan Do-S sebelum kemudian lanjut menghajar Do-S.
Padahal, revisi Murata atas adegan ini masuk akal secara naratif. Amai Mask kemudian ditampilkan memiliki sisi kemanusiaan yang kuat, meski tetap ketus, angkuh, dan sangat judgemental terhadap mereka yang ia anggap tak layak menjadi hero. Dia membantai manusia yang sedang kena mind control jadi tidak masuk akal.
Revisi tersebut juga membuka ruang cerita bagi Do-S untuk bertahan dan akhirnya bertemu lagi dengan Fubuki.
Penggunaan materi pra-revisi ini menimbulkan masalah berlapis. Selain membuat penokohan terasa tidak konsisten (terutama pada Amai Mask) muncul pula pertanyaan besar: bagaimana J.C. Staff akan melanjutkan cerita ke depannya?
Bagaimanapun, klimaks arc Asosiasi Monster sudah pasti mengacu pada versi-versi revisi final Murata. Mengadaptasi versi lama sekarang berarti menanam bom waktu untuk kelanjutan anime One Punch Man itu sendiri.
Nah itu momen-momen One Punch Man season 3 yang bikin kesal.
Apa ada momen spesifik yang kamu rasa pantas disebut juga?
Sampaikan di kolom komentar!