film Demon Slayer Infinity Castle (youtube.com/sonypictures)
Kalau dalam empat hari film ini sudah menembus 1,4 juta penonton, jelas yang datang ke bioskop bukan sekadar para wibu. Penonton mainstream yang penasaran dengan hype di medsos juga ikut berbondong-bondong membeli tiket.
Kalau ditelusuri lebih dalam, ada beberapa faktor mendasar kenapa Demon Slayer lebih gampang menjangkau penonton awam dibanding One Piece.
Pertama: jumlah episode sebelum filmnya.
Demon Slayer punya total 63 episode yang terbagi dalam 4 season. Artinya, kalau penonton awam ingin catch-up dulu sebelum ke bioskop, waktu yang dibutuhkan relatif singkat.
Bandingkan dengan One Piece yang sudah lewat 1100 episode dan masih terus bertambah. Banyak orang langsung merasa terintimidasi duluan untuk mulai dari awal, meski ujung-ujungnya memang ada juga yang nekat nyemplung dan ketagihan.
Kedua: visual dan art style.
Secara visual, Demon Slayer jauh lebih ramah bagi mata penonton umum. “Gue penasaran sama One Piece tapi nggak suka art-nya,” adalah komentar yang sudah sering terdengar sejak bertahun-tahun lalu.
Uniknya, gaya gambar Koyoharu Gotouge di manga Demon Slayer sebenarnya juga bukan tipikal mainstream. Namun di tangan ufotable, gaya itu diolah jadi sesuatu yang jauh lebih memikat: detail indah, efek spektakuler, dan sinematografi yang memanjakan mata. Hasilnya, anime ini terasa lebih mudah diterima oleh penonton awam.
Ketiga: cerita yang lebih gampang relate.
Apakah cerita Demon Slayer tergolong baru atau unik? Tidak juga. Kisah tentang melawan iblis sudah sering dipakai, bahkan JoJo’s Bizarre Adventure Part 1 pun punya nuansa mirip.
Tapi justru kesederhanaannya itulah yang bikin Demon Slayer mudah diikuti. Seorang teman saya pernah berkomentar, “Lebih gampang relate ke cerita kakak yang berusaha nyelametin adiknya yang sakit, daripada orang yang pingin jadi Raja Bajak Laut.”
Kalau dipikir-pikir, memang masuk akal. Nezuko pada dasarnya adalah “adik yang sakit”, ia berubah jadi iblis, dan Tanjiro berjuang mencari cara untuk menyembuhkannya. Narasi sederhana ini otomatis lebih cepat mengikat simpati penonton awam sebelum dibawa masuk ke pertarungan epik melawan iblis-iblis kuat.