Review The Big Sick: Premis Sinetron dengan Eksekusi Berkelas
The Big Sick, film genre romantic comedy dengan premis standar ala ala sinetron tanah air ini menjadi salah satu film romantis terbaik tahun ini. #film
The New York Times[/caption]
Siapa sangka The Big Sick, film genre romantic comedy dengan premis standar ala ala sinetron tanah air ini bisa menjadi salah satu film romantis terbaik tahun ini?
Banyak sudut dari genre romantic comedy (romcom) yang sudah dieksploitasi menjadi film, mulai dari Annie Hall (1977) hingga Before Sunrise (1995) atau dari When Harry Met Sally... (1989) hingga (500) Days of Summer (2009). Genre ini sering dianggap kacangan karena stereotip dialog cheesy atau dianggap kurang realistis. Tapi genre ini masih hidup karena orang-orang ingin melihat betapa naif dan tulusnya manusia atau sekadar eskapisme dari kenyataan.
[duniaku_baca_juga]
The Big Sick juga sulit untuk dilepaskan dari hal itu. Apalagi, film ini punya premis cerita yang sangat standar dan sebenarnya bisa ditemui di sinetron-sinetron Indonesia. Pasangan sejoli yang kisah cintanya tak direstui orang tua dan adegan ketika salah satu dari mereka masuk rumah sakit. Namun tentu saja, hasil akhirnya ditentukan oleh bagaimana film ini dieksekusi.
Sinopsis
The Big Sick diangkat dari kisah nyata Kumail Nanjiani, seorang keturunan Pakistan di Amerika Serikat dan Emily V. Gordon, seorang kulit putih. Mereka berdua kemudian menulis naskah untuk film ini. Kumail memerankan dirinya sendiri, sementara Emily diperankan oleh Zoe Kazan.
Pada awalnya Kumail bertemu Emily ketika sedang mengisi acara stand-up comedy. Keduanya kemudian saling jatuh cinta. Namun orang tua Kumail yang konsevatif itu menolak mentah-mentah kalau ia pacaran dengan wanita lain selain keturunan Pakistan. Di tengah-tengah konflik, Emily terpaksa harus dirumahsakitkan dan perjalanan emosional mereka pun dimulai.
Isu Kultural dan Milenial
Sangat menarik sekali melihat bagaimana film ini memasukkan unsur perbedaan kultur di tengah-tengah perdebatan dunia sekarang tentang isu suku, agama, dan ras. Keluarga konservatif Kumail hidup eksklusif dengan lingkaran mereka sendiri. Hampir setiap malam, ibunya membawa seorang wanita yang hendak dijodohkan dengan Kumail.
Dibawakan secara jenaka dan ringan, kita bisa melihat bagaimana kehidupan keluarga muslim Pakistan tanpa prasangka buruk apapun. Seperti bagian ketika Kumail disuruh salat, ia pergi ke kamar, menggelar sajadah, lalu main game ponsel. Hal biasa bagi para remaja muslim, namun lucu dan nakal sekali.
Sejumlah elemen milenial juga terasa kental, seperti stand-up comedy dan taksi online, membuat film ini terasa sangat up-date dan dekat dengan kehidupan anak muda kelas menengah zaman sekarang.
Kumail dan Emily yang asli.[/caption]
Sumber: LaineyGossip
Lucu dan Menggugah Perasaan
Dalam kata-kata pujian, The Big Sick manis, heartwarming, lucu, dan sangat manusiawi. Apresiasi untuk naskah olahan tangan Kumail dan istri, Emily. Latar belakang Kumail sebagai seorang komedian juga sangat membantu sekali dalam membuat romansa ini menjadi sangat jenaka dan seringkali, membikin senyum-senyum sendiri.
Humornya banyak diambil dari pandangan umum (masyarakat Amerika) terhadap kultur Pakistan. Banyak tawa juga hadir karena pembawaan canggung atas suatu situasi, terima kasih untuk penyutradaraan Michael Showalter. Humor-humornya juga kadang menjadi liar dan gelap dalam situasi seperti ketika Kumail sedang stres berat.
[duniaku_adsense]
Penampilan duo Kumail dan Zoe juga patut untuk diacungi jempol. Kumail sangat menyangi keluarganya, mudah akrab, punya banyak cara cerdik untuk melawak, dan seorang movie buff. Ia mempertontonkan film legendaris Night of the Living Dead (1968) pada Emily sebelum mereka bergumul di bawah selimut. Ia juga suka seri The X-Files sampai-sampai menjadikan lagu temanya sebagai nada dering.
Sementara Emily adalah anak mami yang dekat sekali dengan orang tuanya. Cerita hubungannya dengan Kumail juga ia ceritakan sampai ke akar-akarnya dengan mama (Holly Hunter) dan papanya (Ray Romano). Baik Kumail maupun Emily dalam ikatan perasaan masing-masing mereka, memberi kesan bahwa mereka adalah orang-orang di sekitar kita, bahkan bisa jadi mereka adalah kita sendiri.
Setiap orang di dalam film ini berkembang dalam cerita hidup yang manusiawi bahwa love knows no boundaries, cinta tak kenal batas. Sekat-sekat ras dan tradisi itu tadi yang ditembus oleh Kumail dan Emily. Namun, lewat The Big Sick kita juga dapat belajar bahwa setiap orang juga punya pandangan yang berbeda, seperti orang tua Kumail.
Pada cerita yang dalam kehidupan nyata bisa sangat rumit dan menyedihkan itulah, Kumail dan Emily mengambil sebuah cara menarik untuk mengisahkan cerita mereka: komedi. Dan The Big Sick secara impresif berhasil melakukannya.
Summary
The Big Sick sebenarnya dibangun di atas premis cerita yang standar. Namun eksekusinya adalah pengecualian. Ia manis, heartwarming, lucu, dan sangat manusiawi. One of the best this year! 80% 4/5 bintang
Diedit oleh Fachrul Razi