Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Siapa bilang kalau novel romansa itu harus berkutat dengan puisi dan filosofi-filosofi cinta yang sulit untuk dipahami? Novel Dilan: Dia adalah Dilanku tahun 1990 membuktikan bahwa romantis itu tak harus puitis!
“Jangan rindu... berat, biar aku saja.”
Siapa yang belum kenal kutipan di atas? Kutipan tersebut terdapat dalam sebuah novel berjudul Dilan: Dia adalah Dilanku tahun 1990.
Dilan merupakan judul novel romantis remaja karangan Pidi Baiq. Sekilas memang tampak seperti teenlit biasa, namun sebenarnya novel ini memiliki keunikan yang sulit untuk kita temukan di novel remaja lainnya, lho.
[duniaku_baca_juga]
Dua hal yang menurut kami paling menarik dari novel Dilan ini adalah gaya bicara khas tokoh utamanya dan setting lawas di Kota Bandung pada tahun 1990.
Di sini, pembaca akan diajak berimajinasi bagaimana rasanya jatuh cinta tanpa teknologi yang memadai. Kita akan diajak membayangkan rasanya mengandalkan telepon rumah, telepon umum, dan pertemuan empat mata dengan kekasih yang hanya bisa dilakukan di sekolah.
Penasaran nggak sih seseru dan seromantis apa novel Dilan ini? Simak ulasannya, yuk!
[page_break no="1" title="Novel Dilan dan Kehidupan Pribadi Pidi Baiq"]
Sebelum kita memulai ulasan cerita Dilan, mari berkenalan terlebih dahulu dengan penulisnya yang telah melegenda, Pidi Baiq.
Pidi Baiq merupakan seniman multitalenta kelahiran Bandung, 8 Agustus 1972. Beliau adalah penulis novel dan buku, ilustrator, komikus, dosen, musisi, serta pencipta lagu. Namanya mulai mencuat melalui grup band The Panas Dalam yang terbentuk pada tahun 1995.
Akan tetapi, nama Pidi Baiq semakin melambung dan dikenang oleh para pecinta karya sastra tatkala novel Dilan meledak di pasaran pada tahun 2014.
[read_more id="356583"]
Dilan: Dia adalah Dilanku tahun 1990, bercerita tentang seorang gadis bernama Milea Adnan asal Jakarta yang pindah ke Bandung. Novel ini berkisah melalui sudut pandang Milea yang akhirnya menjadi gadis paling berpengaruh dalam hidup Dilan.
Dilan sendiri sebetulnya merupakan anggota geng motor yang amat nakal dan berbuat semaunya sendiri. Akan tetapi, jauh di dalam lubuk jiwanya, Dilan merupakan anak yang baik. Bayangkan saja, anak senakal itu ternyata selalu juara kelas dan sopan kepada orang tua.
Nah, saat pertama kali Dilan melihat Milea, Dilan langsung menaruh hati pada Milea yang saat itu menjadi rebutan para siswa karena paras menawannya. Dilan pun berusaha keras untuk merebut hati gadis asal Jakarta tersebut.
Dari titik ini, pembaca akan berhadapan berbagai macam rayuan Dilan. Rayuannya unik, sebab tidak seberapa romantis, tetapi malah mengundang pembaca untuk tertawa.
Lantas, apa hubungannya novel Dilan dengan kehidupan pribadi Pidi Baiq?
Ini yang menarik. Menurut gosip yang beredar, novel Dilan ini katanya terinspirasi dari kehidupan Pidi Baiq. Nah, lho! Benarkah demikian?
Pertama, kita bisa melihat bahwa Dilan adalah anggota geng motor ternama di Kota Bandung, bahkan menjabat sebagai panglima tempur. Uniknya, Pidi Baiq ternyata juga merupakan sesepuh geng motor terkenal di Bandung yang bernama XTC (Exalt To Coitus).
Kedua, kita bisa melihat gaya bahasa Pidi Baiq yang terasa mirip dengan Dilan. Kita bisa melihatnya saat konferensi pers. Bahasa Indonesianya cenderung agak Melayu, nyaris baku, seperti bahasa Melayu lama.
Atau, kalau kamu ada waktu, kamu bisa mengeceknya langsung di akun Twitter Pidi Baiq saat ia membalas twit dari para penggemar novel Dilan. Terasa jelas ada jiwa Dilan di dalam dirinya.
Ketiga, Pidi Baiq menggambarkan situasi karakter yang realistis. Bahkan, Milea ini ternyata terinspirasi dari orang asli dengan nama yang sama! Waduh, kalau Milea benar-benar asli ada di dunia nyata, jangan-jangan novel Dilan ini memang semacam autobiografi perjalanan kisah cinta kreatornya, ya.
Dari hal-hal yang terasa realistis tersebut, kita patut memertanyakan, apakah novel Dilan merupakan penggambaran kehidupan pribadi seorang Pidi Baiq? Hanya Tuhan dan beliau yang tahu. Hehehe.
Penasaran sama Dilan dan Milea? Lanjut baca review novel Dilanku 1990 di halaman kedua!
[page_break no="2" title="Novel Dilan Penuh Quote Sederhana, Tapi Menghipnotis"]
“Milea, kamu cantik. Tapi, aku belum mencintaimu. Nggak tahu kalau sore. Tunggu aja.”
“Kalau kamu tidak merasa diperhatikan,maaf. Akunya sibuk merhatiin lingkunganmu. Barangkali ada orang yang mengganggumu. Ku hajar dia!”
“Aku nggak pandai cemburu. Malahan, kalau kamu ninggalin aku, aku nggak bisa apa-apa. Bisaku cuma mencintaimu.”
“Nanti kalau mau tidur, percayalah, aku mengucapkan selamat tidur dari jauh. Kamu nggak akan dengar.”
“Kalau suatu saat nanti kau rindu padaku, maukah kau memberitahuku? Agar bisa langsung berlari menemuimu.”
Beberapa kutipan di atas adalah ucapan Dilan ke Milea di novel Dilanku 1990. Sederhana, namun ngena banget, kan? Manis tapi nggak puitis, benar-benar terasa seperti kisah cinta pada umumnya.
[duniaku_baca_juga]
Cinta memang tidak harus puitis, Dilan mengajarkan kita bahwa gadis secantik Milea pun bisa terhipnotis oleh sifatnya yang bikin penasaran. Novel Dilan ini memang romantis tapi tidak menye-menye seperti novel remaja kebanyakan penuh dengan mimpi dan imajinasi berlebih.
Ini adalah salah satu keunggulan novel Dilan, alurnya sederhana, tidak lebay, dan mampu dicerna oleh semua kalangan. Novel ini tidak menjual mimpi dan kejadian "kebetulan" yang sering kita temui di sinetron lokal. Novel Dilan jauh melampaui ekspektasi tersebut.
Soal gombalan? Tentu saja ada. Namanya juga novel romansa. Akan tetapi, gombalan ala Dilan ini mudah banget dicerna tanpa harus dibaca berulang kali layaknya membaca sajak. Karena pada dasarnya, cinta itu emang sederhana, kok! Persis seperti yang dilakukan Dilan untuk mendapatkan hati Milea.
Kenapa kata-kata Dilan begitu manis meski tidak puitis? Karena Dilan merupakan sosok apa adanya. Dia tidak perlu merayu berlebihan pada Milea, hanya ungkapan hati sederhana tapi tepat sasaran mengenai hati sang gadis, bahkan pembaca.
Dari novel Dilanku 1990 ini, dapat dipelajari bahwa cinta tidak harus mewah, yang penting saling jaga dan saling pengertian.
[page_break no="3" title="Kamu Suka Bikin Novel Romance? Belajar dari Dilan yang Nggak Puitis!"]
Berbicara soal novel romansa di Indonesia memang tak pernah ada habisnya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan genre romance yang telah merajai dunia fiksi Indonesia sejak bertahun-tahun lamanya.
Kalau mendengar kata romansa, yang terbayang di dalam benak kita adalah cerita romantis yang penuh dengan kalimat-kalimat berbunga. Rangkaian puisi juga seringkali menjadi jurus pamungkas cerita romansa. Ini belum ditambah dengan filosofi-filosofi "ketinggian" yang hanya bisa diterapkan oleh para petapa.
[duniaku_adsense]
Akan tetapi, membuat novel romansa sebenarnya tak harus begitu. Kamu bisa belajar dari novel Dilan tentang cara merangkai kisah percintaan tanpa harus berusaha terlalu keras untuk membuat bahasa-bahasa puisi yang sulit untuk dikuasai.
Cara pertama yang bisa kamu lakukan adalah dengan mengingat-ingat kisah cintamu di masa lalu atau masa sekarang. Kamu tidak perlu menjadi orang lain saat menulis kisah asmara. Kalau kebetulan kamu jomblo atau belum pernah pacaran, kamu bisa bertanya kepada temanmu yang sudah pernah terikat asmara sebelumnya.
Kenapa harus begitu, sih?
[read_more id="355811"]
Alasannya adalah realisme lebih mudah diterima oleh banyak orang. Pembaca akan lebih mudah merasa related dengan cerita yang sederhana dan terkesan tidak mengada-ada. Ini kunci kesuksesan novel buatan Pidi Baiq tersebut.
Cara kedua, kamu tidak perlu try hard atau berusaha setengah mati untuk membuat sajak. Jika menilik kembali kutipan-kutipan yang ada di novel Dilan, kita bisa melihat bahwa kata-kata Dilan tak sulit untuk terucap, kita bahkan bisa melakukannya setiap hari jika punya karakter humor yang cukup tinggi.
Seperti kutipan ini, "Milea, kamu cantik. Tapi, aku belum mencintaimu. Nggak tahu kalau sore. Tunggu aja."
[duniaku_baca_juga]
Kutipan di atas itu awalnya agak gombal, tetapi ujungnya malah bercanda. Sederhana, tapi cewek bisa klepek-klepek. Kalau kamu termasuk orang yang suka bikin candaan semacam itu, tampaknya tidak terlalu susah untuk membuat kata-kata "manis tanpa puitis" serupa kata-katanya Dilan.
Novel romansa nonpuitis seperti ini juga digandrungi oleh penulis-penulis lain, kok. Bukan hanya Pidi Baiq. Contohnya seperti Marmut Merah Jambu karangan Raditya Dika. Memang, alur cerita dalam novel seperti ini agak mudah tertebak, tetapi novel jenis ini punya kekuatannya tersendiri.
Seperti yang kami bilang sebelumnya: pembaca lebih mudah merasa related dengan cerita yang terkesan sederhana, mirip dengan perjalanan hidup mereka, dan tidak mengada-ada.
Novel Dilan adalah novel yang punya segudang kejutan. Tak mewah, namun tetap indah. Novel ini juga bisa membuat kita berpikir lebih realistis soal kisah cinta dan tidak terjebak dalam stereotipe kehidupan ala pangeran dan Cinderella.