TUTUP

Liputan Game Indonesia Bersinergi: Stakeholder Game Indonesia Siap Bersinergi Wujudkan Masa Depan Industri yang Cerah

Acara Game Indonesia Bersinergi yang diselenggarakan oleh Duniaku dan Binus University pada hari Selasa 19 Maret 2013 kemarin sangat memberikan inspirasi karena dihadiri oleh semua pemain kunci dalam industri game nasional. Yuk intip liputan lengkapnya di dalam!

Halo Citizen, Acara Game Indonesia Bersinergi yang diselenggarakan oleh Duniaku Network dan Binus University pada hari Selasa 19 Maret 2013 memberikan begitu banyak inspirasi. Acara ini dihadiri oleh semua pemain kunci industri game nasional, seperti developer, publisher, edukasi, payment gateway, electronic brand, media, komunitas, bahkan juga perwakilan pemerintah. Tajuk yang diusung dalam acara ini sebetulnya cukup sederhana, yaitu bagaimana elemen yang sudah hidup di bisnis ini dapat bersinergi, sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan industri gameIndonesia. Akselerasi ini tentu diperlukan, mengingat Indonesia masih belum dianggap sebagai pemain dalam percaturan game dunia. Sambutan dari Bapak Fredy Purnomo[/caption] Penjelasan program GAT Binus dari Bapak Michael Yosep[/caption] Acara dimulai pada pukul 18.30 dengan sambutan dari Bapak Fredy Purnomo selaku Head of Computer Science dari Binus University, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai GAT dari Bapak Michael Yoseph Ricky, Head of Game Application and Technology. Bapak Michael menjelaskan secara detail seperti apa program baru dari Binus University tersebut, mulai dari visi misi, kurikulum yang diajarkan selama mahasiswa menjalani perkuliahan, dan bagaimana prospek lulusan dari GAT di industri nantinya. Lebih lanjut, Bapak Michael juga memperlihatkan beberapa game hasil buatan para mahasiswanya dan juga keikutsertaan Binus University dalam event-event game dalam negeri yang akan diadakan tahun ini juga, seperti Indonesia Bermain 2013 hingga Game Developer Gathering. Robi Baskoro memperkenalkan Duniaku Network[/caption] Acara selanjutnya adalah penjelasan mengenai Duniaku Network yang dibawakan oleh Robi Baskoro selaku Direktur Utama. Robi menjelaskan bagaimana sejarah Duniaku dari awal dibentuk hingga sekarang, pertumbuhan statistik baik dari pembaca maupun konten, dan yang terakhir memaparkan tiga program utama yang akan dilakukan oleh Duniaku ke depannya. Tiga program utama ini yang pertama adalah Star Contributor, yaitu ajakan untuk para pelaku industri, pengamat, maupun komunitas untuk ikut berkontribusi mengabarkan berita-berita game & industri kreatif terkait. Kedua adalah Duniaku Checkpoint, yang menunjukkan komitmen Duniaku untuk mewadahi komunitas, dimana Duniaku akan mengadakan event reguler yang akan mengajak komunitas game bersatu, berdiskusi, dan bermain bersama. Terakhir adalah Gamer Award, yaitu event penghargaan untuk para gamer yang diharapkan dapat meningkatkan nilai positif dari bermain. Diskusi Panel Game Indonesia Bersinergi[/caption] Diskusi panel yang seru ini melibatkan sisi edukasi, yang diwakili Freddy Purnomo dari Binus University; pemerintah, diwakili oleh Dadang Sudjatmiko dari Parekraf; dan perwakilan industri yang diwakili oleh Andi Suryanto, ketua Asosiasi Game Indonesia (AGI). Menariknya diskusi ini dimoderatori oleh Ami Raditya dan Marlin Sugama. Keduanya adalah ikon dalam industri kreatif. Ami Raditya adalah kreator Vandaria Saga dan direktur media Zigma dan Omega, sedang Marlin Sugama adalah pendiri Main Studio dan kreator Hebring. Dalam diskusi panel ini terjadi proses brainstorming yang sangat interaktif antara hadirin dan pembicara yang saling menimpali, baik mengenai permasalahan dan solusi yang terkait dengan industri ini. Dari puluhan topik yang dibahas dalam diskusi tersebut, kami mencatat ada beberapa hal yang cukup menarik sehingga mungkin perlu dipikirkan bersama sama oleh stakeholder industri ini. Diskusi Panel Game Indonesia Bersinergi[/caption] Topik pertama adalah mengenai belum siapnya produk lokal untuk dapat menggarap pasar negeri sendiri. Sudah diketahui bersama bahwa sampai saat ini penggerak industri game terbesar di Indonesia masih dari publisher game. Padahal game yang diusung para publisher tersebut hampir sepenuhnya merupakan produk asing yang dibungkus kembali untuk dijual di Indonesia. Pertanyaannya adalah maukah publisher yang sudah dapat bertahan hidup, menciptakan kesempatan bagi developer lokal untuk dapat memasarkan produk mereka, yang notabene kualitas dan nilai komersilnya masih dibawah produk asing, untuk dipasarkan di Indonesia, bahkan dunia? Supaya hal ini bisa terwujud tentu tidak bisa dibiarkan saja mengikuti mekanisme pasar. Harus ada langkah maju yang diambil oleh pihak-pihak terkait. Sebagai contoh, publisher harus sedikit mau menurunkan standar kualitas produk yang diharapkan dari produk lokal, dengan harapan kualitas dapat ditingkatkan seiring pengalaman muncul. Developer lokal juga harus menempa diri dengan sangat baik, sehingga produk yang dibuat dapat setidaknya mendekati standar kualitas yang diharapkan publisher. Dari sisi pemerintah juga diharapkan dapat membuat regulasi yang menguntungkan produk lokal, sehingga dapat bersaing secara harga dengan produk asing, bahkan diharapkan memberi insentif untuk publisher yang mau mempublikasikan game lokal. Langkah yang tidak kalah penting adalah media harus juga memberikan perhatian yang lebih besar untuk konten lokal, dengan memberikan porsi pemberitaan yang menumbuhkan semangat positif dan inspirasi bagi masyarakat. Topik kedua yaitu menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap masa depan industri ini. Seperti sudah diketahui bersama, pilihan masa depan sebagai pemain di bisnis kreatif dan game adalah pilihan yang kadang sulit diterima masyarakat. Hal ini tentu saja tidak lepas dari persepsi masyarakat bahwa bermain itu adalah hal yang tidak baik. Dalam hal ini mungkin perlu dituntut juga sinergi dari beberapa elemen terkait, di antaranya pemerintah yang berani menjamin konten game yang beredar di Indonesia sudah sesuai dengan target audiens-nya. Salah satu usulan adalah adanya rating, seperti pada industri film, sehingga penikmat konten sudah ter-filter dari awal, atau bahkan ada regulasi yang melarang game untuk dimainkan dalam waktu waktu belajar formal, sehingga orang tua tidak khawatir putra/putrinya tidak lupa waktu. Media juga harus berperan aktif untuk memberikan pandangan kepada masyarakat luas tentang nilai-nilai positif dari bermain, sehingga masyarakat mendapat informasi yang lengkap dan menyeluruh mengenai misi yang dibawa industri game nasional. Selanjutnya publisher diharapkan juga harus memberi peringatan kepada pemain agar tidak terlalu larut dengan permainan, sehingga melupakan kewajiban lainnya. Yang tidak ketinggalan adalah peran dari developer yang diharapkan dapat menanamkan value positif bangsa ini dalam setiap karyanya, sehingga dapat memperkuat budaya bangsa. Diskusi Panel Game Indonesia Bersinergi[/caption] Topik ketiga mengupas permasalahan talent pool yang sering dikeluhkan. Permasalahan talent pool ini sendiri bukan hanya mengenai kompetesi, tapi ketersediaan dan juga komitmen. Sudah jamak diketahui bahwa mendidik talent baru di industri game membutuhkan waktu cukup panjang. Bisa bertahun-tahun, dan pada saat sudah matang, biasanya akan direkrut keluar negeri, sehingga tidak memperkuat industri lokal. Mengenai topik ini rupanya diperlukan sinergi antara pelaku industri dan pendidikan, yaitu bagaimana merumuskan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan terbaru dari industri dan juga bagaimana menanamkan visi untuk dapat berkarya dan memajukan industri lokal. Untuk mewujudkan hal tersebut, Bapak Fredy dari perwakilan edukasi mengajak pelaku industri untuk dapat menjadi pengajar dan dosen tamu di Binus University, sehingga semangat bisa ditularkan. Topik Keempat adalah perhatian dari pemerintah yang masih belum dirasakan oleh pelaku industri. Dalam topik ini dikupas mengenai bagaimana pemerintah masih dianggap belum proaktif menjemput dan memfasilitasi industri kreatif nasional untuk meningkatkan kemampuannya. Dalam acara ini rupanya baru diketahui bahwa pemerintah sudah mempunyai perhatian khusus, bahkan sudah dibentuk direktorat baru yang memang menaungi animasi dan media di mana game sendiri juga dianggap bagian dari media. Program yang diselenggarakan pemerintah rupanya sudah cukup banyak, dalam bentuk festival dan seminar rutin, peningkatan kapasitas pelaku industri game nasional dengan mengirimkan ke negara lain (seperti Korea dan Jepang), serta partisipasi aktif dalam event event internasional seperti Tokyo Game Show 2012 kemarin (di mana Duniaku Network ditunjuk sebagai media resmi untuk meliput Indonesia Game Studio). Salah satu kelemahan dari hal ini adalah bahwa mungkin belum ada sinergi yang menyeluruh antara pemerintah dengan media, sehingga perhatian yang sudah sedemikian besar ini belum dikabarkan ke industri game nasional. Arief Widhiyasha, CEO Agate Studio[/caption] Selain itu, juga dibahas juga bagaimana kontribusi dari para stakeholder untuk bersinergi membentuk ekosistem game Indonesia yang lebih baik. Yang pertama adalah kontribusi Binus University dalam memberikan ilmu dan mensuplai tenaga ahli, yang sudah terbukti bahwa banyak sekali jebolan Binus yang telah berhasil membentuk studio dan menghasilkan karya-karya unggulan. Kedua adalah kontribusi AGI, yaitu untuk menjembatani developer & publisher dalam suatu program bersama dengan tujuan akhir mempublikasikan game indonesia. Besar harapan AGI untuk kemudian dapat membawa game Indonesia ke luar negeri. Namun AGI bukan venture capital yang turut memodali developer. AGI merupakan wadah bagi developer untuk bertemu publisher. Komitmen & bentuk kesepakatan antara developer & publisher dalam AGI ke depannya akan dibentuk bersama para anggota. Wendy Chandra, CEO Megindo & Wayang Force[/caption] Pemerintah, melalui kementerian Parekraf, juga memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan game di Indonesia. Untuk itu, Parekraf juga telah melakukan sejumlah langkah riil untuk menstimulasi event ini. Contohnya adalah mendatangkan para pelaku industri dari Jepang untuk saling bertukar ilmu, program pertukaran budaya (JIMPACT) yang membuka jalan bagi Indonesia untuk menjual produk kreatifnya ke Jepang, rencana mendatangkan pelaku industri dari Inggris pada tahun ini, serta studi banding ke Jepang (Tokyo Game Show) yang telah dilakukan tahun lalu. Parekraf juga sangat terbuka pada ide-ide program yang dapat meningkatkan pertumbuhan industri game di Indonesia. Para stakeholder Industri Game Indonesia[/caption] Diskusi ini juga mengangkat berbagai kendala dan solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kendala tersebut, seperti perlu dibuatkan peraturan yang memaksa publisher untuk mempublikasikan beberapa game Indonesia setiap tahunnya. Hal ini akan sangat membantu para developer sehingga tercipta hubungan yang sinergis antara keduanya. Selain itu, dibahas pula salah satu kendala dari developer game, utamanya bagi yang baru terbentuk yaitu modal kerja. Untuk dapat menciptakan game, developer perlu untuk memberikan effort yang sangat besar. Namun setelah game tersebut jadi dan dijual, developer memperoleh jatah terkecil karena pemotongan dari payment channel ataupun pemotongan-pemotongan lainnya, sehingga perlu dibuatkan aturan atas pembagian dalam kerjasama distribusi game. Dien Wong, CEO Altermyth[/caption] Lebih lanjut, diskusi ini juga menghasilkan beberapa kesimpulan bahwa program studi banding sebenarnya tidak terlalu diperlukan, sebab karya anak bangsa saat ini memiliki kualitas yang tidak kalah dengan luar. Program yang lebih diperlukan adalah subsidi dan pembiayaan atas modal dalam mendevelop game. Selain itu, para pelaku juga tidak boleh melupakan para gamer yang menjadi konsumen utama. Perlu dibuatkan sebuah mediasi yang mempublikasikan karya-karya anak bangsa dan salah satunya melalui media. Duniaku Network sebagai salah satu media game online terbesar di Indonesia berkomitmen untuk melakukan hal ini. [nggallery id=461] Acara ditutup dengan komitmen seluruh pembicara dan undangan untuk bersinergi demi mewujudkan masa depan industri game yang lebih cerah di masa yang akan datang, serta dilanjutkan dengan sesi foto bersama. Game Indonesia Bersinergi[/caption]