TUTUP

Bicara Rima, Warna, dan Skena Doujinshi Indonesia

Dalam kesempatan kali ini, kontributor Duniaku.net bertemu dengan Rimawarna untuk membicarakan pergolakan dari doujinshi Indonesia!

Pada kesempatan kali ini, kontributor Duniaku.net bertemu dengan Rimawarna, salah satu nama besar dalam skena Doujinshi Indonesia untuk membicarakan dunia kreatif yang sedang bergolak di tanah air.

[duniaku_baca_juga] Belakangan ini, skena doujinshi di Indonesia semakin bergolak. Banyaknya acara yang memberi tempat bagi kreator independen unjuk karya membuat ranah kreatif ini makin panas. Tak sedikit dari beberapa pekarya yang awalnya bergerak secara independen kemudian berkembang menjadi pekarya yang profesional. Sama seperti skena musik lokal, skena doujinshi atau self-published works ini tak kalah seru. [duniaku_baca_juga] Seperti band-band indie, lingkarkarya kreatif di jagat Doujinshi Indonesia ada banyak ragamnya. Dengan aliran, gaya, dan rupa karya yang berbeda-beda pula. Dari sekian banyak lingkarkarya yang ada, kali ini Kontributor Duniaku.net akan membahas salah satu nama besar dalam skena doujinshi Indonesia. Sumber: Rimawarna[/caption] Kenalkan Rimawarna, sebuah doujin circle yang menggabungkan kata-kata penuh makna dengan visualisasi dan estetika rupa. Selaras dengan namanya, Rimawarna adalah lingkarkarya yang terdiri dari kumpulan penulis dan ilustrator. Mereka adalah salah satu pemain besar yang sudah cukup lama meramaikan jagat doujinshi Indonesia. Sumber: Rimawarna[/caption] Karya-karya Rimawarna pun sesuai dengan konsep mereka. Dengan menggabungkan seni sastra dan seni rupa, mereka membuat berbagai antologi cerita yang dikemas dengan visualisasi apik dan menarik. Diawali dengan antologi Nusa Literata dan Semester, Rimawarna yang diisi nama-nama besar di dunia kreator Indie lanjut membuat antologi dengan ilustrasi apik. Ludonarasi, Gaudeamus, dan Sendawa di Antariksa adalah beberapa judul yang sudah dikeluarkan Rimawarna. Sumber: Rimawarna[/caption] Belum cukup dengan karya, Rimawarna masih punya senjata ampuh yang mampu menaklukkan perhatian orang-orang: maskot kembar bernama Rima dan Warna Sekar. Strip Teater Sekar yang menceritakan keseharian keluarga Sekar ini sukses memperkuat lini Rimawarna dalam menggempur jagat persilatan doujinshi Indonesia. Ketertarikan untuk mengenal Rimawarna dan kiprahnya di dunia doujinshi membuat Kontributor memutuskan untuk mewawancarai lingkarkarya satu ini.

Seperti apa wawancara kontributor Duniaku.net dengan Rimawarna? Klik halaman selanjutnya!

Rabu, 2 Agustus 2017 menjadi kesempatan Kontributor Duniaku.net bisa berbincang-bincang dengan editor-in-chief Rimawarna, Winsen Tandra.

Bersama beliau, Kontributor Duniaku berbicara mengenai Rimawarna dan warna-warni skena Doujinshi Indonesia. Simak wawancara eksklusif Duniaku.net dengan Rimawarna! YUS: Kontributor Duniaku.net WIN: Winsen Tandra dari Rimawarna
YUS: Makasih atas kesempatan wawancaranya, mas Winsen. WIN: Iya, sama-sama. Kita langsung aja, ya? YUS: Wahaha, oke deh. Jadi pertama-tama saya pasti penasaran awalannya sih. Jadi, Rimawarna sendiri awalnya gimana? WIN: Ceritanya bisa dibilang cukup panjang. Karena circle ini sebenarnya gabungan dua circle. AtelierAMH dan Neuling. Sumber: issuu.com[/caption] YUS: AtelierAMH? Maksudnya AMH yang dari Kaskus itu ya? WIN: Iya, betul. Jadi AtelierAMH sendiri itu berawal dari Forum Animanga di Kaskus. Jadi, kita bikin karya kecil-kecilan di subforum fanstuff. Saya sendiri masuk ke forum AMH itu sekitar tahun 2010. Nah, sekitar 2 tahun, tepatnya pas AFAID 2012 mulai dibentuk circle AtelierAMH, karena waktu itu anak-anak AMH ikutan buka booth di AFA. Dari situ kita mulai ikut-ikut acara Doujin Market. Kayak Comic Frontier, kita udah ikut dari CF2. Sumber: Rimawarna[/caption] YUS: Terus, gimana bisa gabung sama circle Neuling dan berubah jadi Rimawarna? WIN: Nah, jadi begini mas. Mulai dari jaman FB booming, kegiatan forum juga makin sepi, terutama di Fanstuff AMH. Skip ke tahun 2015, karena satu dan lain hal, AtelierAMH akhirnya lepas dari Kaskus. Dan waktu itu saya punya teman, sebut aja Baliwa yang punya circle Ilustrator kecil-kecilan. Terus karena kita memang mau reform identitas kita dan kekurangan ilustrator, akhirnya AtelierAMH dan Neuling memutuskan buat merger. Lalu namanya sendiri, itu hasil brainstorming dan tiba-tiba ngomongin Rara Sekar, vokalisnya Banda Neira. Dari situ lahir Rima Sekar dan Warna Sekar, terus jadi Rimawarna, deh. YUS: Wah, panjang juga ya sejarahnya. Ngomong-ngomong, beberapa orang Rimawarna itu sudah kerja ya? Kayak mas Meka Medina yang di Visionesia Studio dan mas Dimar Pamekas yang jadi editor di Kosmik? WIN: Iya. Sekitar 7 orang di Rimawarna itu udah pada kerja, termasuk saya ama mas Meka. Kalau mas Dimar dia full di Kosmik sekarang, jadi nggak bisa aktif di Rimawarna.

Wawancara kontributor Duniaku.net dengan Rimawarna belum selesai. Klik halaman berikutnya untuk lanjutan wawancara ini!

Berikut adalah lanjutan dari wawancara kontributor Duniaku.net dengan editor-in-chief Rimawarna, Winsen Tandra. Kali ini kontributor berusaha untuk mengenal Rimawarna lebih jauh lagi.

[duniaku_baca_juga] Sumber: Rimawarna[/caption] YUS: Ngomong-ngomong, mas, karya-karya buatan Rimawarna ini menarik kalau menurut saya. Kayak Gaudeamus dan Sendawa di Antariksa itu. Bisa jelasin soal karya-karyanya? WIN: Wah, kalau yang kayak Semester dan Gaudeamus itu intinya curhat, mas. Jadi berdasarkan pengalaman anak-anak pas jamannya kuliah. Tentunya didramatisir dikit. [duniaku_adsense] Kalau yang Sendawa di Antariksa sendiri itu awalnya kita berusaha nangkep hype-nya Star Wars yang The Force Awakens, setelah brainstorming soal benang merah ceritanya, akhirnya jadi perang Coca-Cola lawan Pepsi. Sekalian kritik buat kapitalisme. Hehehe. Sumber: Rimawarna[/caption] YUS: Walah, begitu toh. Oke deh. Ngomong-ngomong ini Rimawarna bakalan ngeluarin karya baru di Comic Frontier. Ini judulnya Get Hype!! Dan ada kolaborasi sama Scroll Down Comics dan beberapa komikus kayak GHOSTY’S dan Risa. Jadi sekarang Rimawarna ngeluarin Komik? WIN: Nggak juga sih, mas. GET HYPE ini masih pakai format antologi cerita, cuma nge-feature karakter dari Cloverlines, bintang tamu, dan beberapa ilustrasi spesial aja. YUS: Jadi, ke depannya apakah bakal bikin cerita antologi dengan ilustrasi atau mau mencoba medium lain untuk berkarya? WIN: Justru kita lagi berusaha untuk shake-off image kita sebagai circle penulis. Jadi kita lagi bikin mini zine artbook. Sebelumnya kita sempet coba bikin artbook tentang genderbend penakluk-penakluk di sejarah, tapi karena skalanya besar, effort-nya gede, dan pasarnya agak sulit juga, kita kecilin jadi mini zine ini. Kalau zine ini lebih cepat buat dikerjakan dibanding artbook karena materinya pun ringkas. Sumber: Rimawarna[/caption] YUS: Kira-kira Rimawarna sudah punya rencana buat ke depan gitu mas? Ada visi tertentu yang mau dicapai? WIN: Kalau yang jangka dekat ini sih kita lagi berusaha biar Rimawarna nggak cuma dikenal sebagai “Circle penulis” aja. Kalau visi sendiri, saya belum bisa kasih yang koheren. Tapi saya berharap Rimawarna bisa dibawa lebih dari sekarang. Apakah cuma menyelami di dunia Indie atau naik jadi profesional, itu cuma waktu yang bisa jawab. Tapi, yang pasti saya berharap Rimawarna bisa lebih dari ini.

Eits, masih belum selesai! Masih ada sesi spesial yang tidak boleh dilewatkan! Cek halaman selanjutnya untuk menyimak pembahasan skena doujinshi Indonesia bersama Rimawarna!

Setelah cukup mengenal Rimawarna, kontributor Duniaku.net membahas pergolakan skena Doujinshi di Indonesia. Simak bagian spesial dari wawancara kontributor berikut ini!

[duniaku_baca_juga] Sumber: Rimawarna[/caption] YUS: Oh iya, tadi mas Winsen sempat bilang kalau pasar artbook di Indonesia sulit. Boleh dijelasin nggak maksudnya? WIN: Maksudnya sulit itu, kita buat artbook effort-nya gede banget dengan bikin gambar lalu cetak mahal, itu juga belum tentu laku. Potensinya ngeri-ngeri sedap, tapi kalau di ranah indie artbook ini masih sulit kalau melihat iklim pasarnya sendiri. [duniaku_adsense] YUS: Lalu kalau mas Winsen sendiri melihat iklim Doujinshi Indonesia sendiri gimana, nih? WIN: Kalau menurut saya (iklim doujinshi) kita masih dalam tahap pendewasaan. Dulu kita cuma punya Comic Frontier, Pasar Komik Bandung, sama Mangafest UGM buat pasar karya yang independen. Sekarang makin banyak event yang ngasih kesempatan buat kreator indie tampil, dan itu hal yang bagus. Tapi kita juga harus hati-hati, langkah per-doujin-an Indonesia masih jauh dari kata stabil. Kita masih belum sekuat pop culture Barat maupun Jepang, masih terombang-ambing. Dan kalau salah langkah, iklim yang lagi berkembang ini bisa jadi nggak sehat. YUS: Wah, maksudnya gimana tuh bisa jadi nggak sehat gitu? WIN: Gini, mas. Kita nggak bisa memungkiri kalau skena doujinshi Indonesia ini udah kayak masyarakat sendiri. Kita nggak bisa nampik kalau lingkungan kreator doujinshi ini nggak jauh-jauh dari yang namanya lingkungan pertemanan. Karena kita promosi di medsos juga yang liat duluan itu teman-teman kita. Yang perlu diperhatikan itu, ada baiknya kalau karya-karya indie ini nggak sekadar terbatas buat lingkar teman-teman yang itu saja. Karena kalau gitu ya nggak akan berkembang dan jadinya pasarnya itu-itu aja. Atau kasus paling buruknya, inside joke dibuat jadi karya lalu dijual. Hal-hal kayak gitu membuat orang mencari shock value atau kontroversi dibanding mencari ide-ide kreatif yang ada di dalam sebuah karya. Sumber: Rimawarna[/caption] YUS: Owalah gitu toh, ngerti mas kalau gitu. Maksudnya minat terhadap unsur intrinsik gitu ya? WIN: Iya, mas. Ada aja kan kreator yang cuma mejeng buat ngejar sensasi, terus lupa makna berkarya dan makna dalam karyanya itu sendiri. Menurut saya itu nggak boleh. Iklimnya ntar jadi ga sehat. YUS: Ada lagi, mas? WIN: Baiknya kreator doujinshi itu bukan cari nama dengan memanfaatkan tren dan kontroversi belaka. Karena, fame itu berkaitan dengan image si kreator juga. Apa yang menjadi kesan pertama si kreator, akan terus nempel dan jadi bagian dari image-nya. Ya who am I to judge, tiap orang punya pandangan berbeda dalam membawa karya, tapi saya berharap sih iklim doujinshi Indonesia nggak jatuh ke jurang itu. YUS: Wah, luar biasa sekali mas Winsen. Saya jadi belajar banyak ini soal skena Doujinshi Indonesia. Makasih banyak atas waktunya, mas. Sukses selalu buat Rimawarna! WIN: Iya, sama-sama.
Demikian wawancara kontributor dengan Rimawarna. Bagi yang ingin lebih tahu mengenai Rimawarna bisa melihat halaman Facebook Rimawarna di sini. Sampai jumpa di lain kesempatan! Diedit oleh Fachrul Razi