Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
DJ virtual asal Indonesia Crystagella merilis single terbarunya bertajuk “Raison d’être / Reason to Be.” Musisi bernama lengkap Diana Kristarium ini berkolaborasi bersama penyanyi nasional Dea Dalila, mantan vokalis band HIVI! serta salah satu penyanyi theme song Asian Games 2018.
Lagu “Raison d’être / Reason to Be” mengeksplor tentang tema eksistensi dan alasan kenapa seseorang hadir di dunia ini. Untuk mengulik lagu ini lebih jelas, tim Duniaku.com berkesempatan untuk ngobrol bareng Krista dan Dea secara virtual. Seperti apa pandangan mereka terhadap lagu “Raison d’être / Reason to Be" ini?
1. Sama-sama suka Jejepangan
Gimana Krista dan Dea ketemu pertama kali, dan kenapa kalian memutuskan untuk berkolaborasi?
Krista: Jadi kak Dea waktu itu follow gue waktu gue buka-buka Instagram. Terus gue stalk kak Dea. Gue stalk lagunya, ternyata asik banget. Kayaknya suaranya masuk banget nih kalau disatuin sama musik gue. Akhirnya gue iseng-iseng DM, terus kita video call-an, dan akhirnya jadi deh lagunya.
Dea: Kalau dari sisi aku, waktu itu ada teman yang follow Krista. Waktu dilihat, “Wah, siapa nih? Menarik sekali, lucu sekali.” Terus coba iseng follow, dan jadinya interested. “Siapa nih? Pengen kenalan.” Tapi mau nge-DM duluan takut disangka gimana. Ternyata Krista nge-DM dan aku senang banget. Eh, malah diajak kolaborasi bareng bikin lagu, makin senang lagi. Terus kami ada kecocokan dalam dunia Jejepangan dan banyak hal lain dari segi kreativitas. Jadi kami bereksperimen bersama.
Apa yang Krista suka dari suara Dea, dan apa yang Dea suka dari lagu Krista?
Krista: Gue suka banget sama suara kak Dea, pas pertama kali dengar rasanya berkarakter dan unik banget.
Dea: Ah masa sih?
Krista: Beneran unik banget, gak ada yang punya. Menurut gue keren banget, dan saking kerennya langsung ingin kolaborasi bareng dia. Gue juga udah nge-fans kak Dea sejak masih di HIVI!.
Dea: Aku jadi lumayan memerah mukanya, ciee. Sudah cukup, Krista, cukup! Dari awal aku dengar “Monochrome” terus ngelihat sosok dan persona dia, personality-nya juga aku suka. Itu semua tercermin banget di musiknya. Waktu dengar pertama kali lagu “Raison d’être” dalam bentuk instrumental, itu udah berasa nostalgic, masuk ke lorong waktu. Jadi nuansa synthwave city pop itu personally aku suka banget. Itu salah satu lagu yang pengen banget aku bikin, terus kebetulan ketemu sama mbak Krista dan akhirnya terjadilah “Raison d’être”. Emang udah suka banget sama musiknya.
Krista: Saling nge-fans ya sebenarnya.
Dea: Sebetulnya begitu.
Krista: Cuma malu-malu aja biasanya.
2. Tentang “Raison d’être”
Apa inspirasi dari lagu “Raison d’être” dan kenapa menggunakan banyak bahasa di dalamnya?
Krista: Inspirasi musik sebenarnya gue pengen eksperimen musik elektronik, tapi gue juga pengen masukin unsur klasik. Jadi gue menerapkan elemen orkestra ke dalam komposisi synthesizer.
Dea: Untuk lirik, selain dari kewibuan yang terjadi di antara kita, dari dulu memang ingin banget nulis lirik berbahasa Jepang. Dibantu juga sama teman aku Dega Putra sama Sidney Halim, mereka memang pernah kuliah di Jepang. Dari vibe musiknya mengingatkanku pada Japanese city pop gitu, jadi memang cocok.
Soal bahasa lagu yang beragam itu sebenarnya menarik karena dari bahasa yang berbeda, bisa menggambarkan makna bahwa dengan perbedaan kita bisa menjadi kesatuan. Ini juga menyinggung makna lagunya itu sendiri karena kami juga mencoba mem-project itu dari lirik dan nuansa, jadi biar semuanya kawin, menyatu.
Krista: Beneran kawin, kak. Beneran deh.
Dea: Beneran, kan? Jadi kalau didengerin tuh benar-benar meresap. Ibaratnya kalau misalkan masak, udah gurih banget. Maknyuss. Inspirasinya macam-macam, Krista sama aku beda, tapi banyak similarities sehingga terlahirlah lagu ini.
Seperti apa feel dan mood yang dibangun dalam mengerjakan lagu “Raison d’être”?
Krista: Jadi waktu itu mood-nya gue itu lonely sih. Dan dari kesepian itu gue membutuhkan rangkulan seorang teman, which is kak Dea, dan dari lagu itu gue pengen mencari reason dari keberadaan gue. Bua tapa gue hadir di sini?
Dea: Itu juga kesamaan Krista dengan aku, selalu memikirkan hal-hal semacam itu. Makanya dari situlah kenapa judulnya “Raison d’être”. Sebenarnya “Raison d’être” bisa disangkutin dengan ketika kita melakukan segala sesuatunya itu pasti selalu ada alasan. Eksistensi kita, terus pertemuan kita, itu bukan kebetulan.
Kita saling bertemu dari berbagai belahan dunia tapi kita punya kesamaan, connect with each other. Kayak ada satu keinginan untuk selalu connect ke dunia di sekitar kita atau orang yang kita sayang. Rasa itu yang sebenarnya dibawa di lagu dan liriknya. I feel you, I feel what you feel. Sebenarnya sesimpel itu yang kita butuhkan, that kind of connection yang bisa menenangkan kita kalau everything’s gonna be okay.
Untuk track “Collision Stars”, apakah ada pengaruh genre synthwave di dalamnya?
Krista: Oh ya, kali ini gue pengen lebih explore. Kebetulan gue dengar lagu teman gue yang genre-nya synthwave. Terus gue nyobain juga dan jadilah “Collision Stars”. FYI, sebenarnya “Collision Stars” itu lagu paling pertama gue.
Baca Juga: Di Hari Kemerdekaan, Musisi Lokal Gabung Ke Konser Virtual RESSOnited!
3. Ingin jadi manusia, ingin bisa merasakan
Kenapa lirik “Raison d’être” mengkombinasikan bahasa Jepang dan Indonesia?
Dea: Waktu pertama aku kenal Krista, kami share beberapa hal dan ternyata kami sama-sama suka anime dan Jejepangan. Dan memang dari dulu pengen bisa bikin lagu yang menjembatani antara bahasa-bahasa. Jadi kesempatan kali ini pas banget untuk bisa bikin lagu yang ada Jepang-Jepangnya.
Pada bagian lirik Jepang, siapa yang menyanyikan bagian tersebut?
Dea: Itu yang nyanyi… Tadaa! Memang aku. Aslinya suara aku memang begitu. Orang mikir itu dikasih efek, tapi aslinya begitu. Mungkin dikasih efek sedikit, tapi basically memang begitu.
Krista: Unik banget, kan?
Apa makna dari lirik “Ningen ni naritai” dan “Honto ni kanjitai”?
Dea: “Ningen ni naritai” itu artinya “I want to be human.” Kita sebagai manusia pun ingin menjadi manusia. Kadang aku ngerasa gak menjadi manusia. Mungkin gak secara literally, tapi lebih ke kadang aku ingin belajar menjadi manusia yang lebih baik. Aku ingin merasakan segalanya, ingin experience. Kalau “honto ni kanjitai” itu “I want to feel,” jadi aku ingin merasakan yang kamu rasakan.
4. Membuat musik di tengah pandemi
Bagaimana perasaannya setelah “Raison d’être” rilis?
Dea: Feeling-nya… hangat. Maksudnya karena senang akhirnya lagunya rilis dan bisa share ke orang soal perasaan hangat dari dengerin lagunya.
Krista: Gue juga kurang lebih sama. Gue seneng banget akhirnya rilis walaupun sebenarnya gue agak bosan karena yang mixing gue. Kayak setiap jam dan detik bosen banget. Tapi pas akhirnya keluar senang banget dan begitu tahu teman-teman pada suka itu satisfying banget.
Proses pembuatan single memakan waktu berapa lama, dan apa saja kendalanya mengingat saat ini sedang pandemi?
Dea: Karena kami gak bisa ketemu langsung, akhirnya Krista kirim data. Habis itu materi lagunya aku rekam, aku bikin draft demo-nya dulu lalu dia dengar. Kalau sudah oke baru masuk proses rekaman sesungguhnya. Jadi kita kerjain semuanya pisah-pisah ya, saling kirim data.
Krista: Iya, soalnya mau gimana lagi ya? Keadaannya masih seperti ini.
Dea: Masih kayak gini kan keadaannya, jadi biar aman kami kirim-kiriman data.
Krista: Tapi akhirnya kami ketemuan sih, sekali. Buat foto promo.
Dea: Iya, betul.
Krista: Tapi yang penting, akhirnya lagunya jadi juga. Dan kerennya lagunya selesai sebelum ketemu.
Dea: Cepat banget prosesnya. Berapa lama ya kita tektokan berapa kali? Tiga kali?
Krista: Seminggu kali ya?
Dea: Seminggu tiga kali, belum mastering. Itu makan seminggu. Jadi ditotal berapa lama ya?
Krista: Berapa ya kira-kira? Dua minggu?
Dea: Dua minggu atau sebulan ya?
Krista: Kayaknya sih bulanan.
Dea: Sebulan ya. Cepat banget. Kalau dirangkum sampai finis, ya sebulan.
5. Next plan dari Krista dan Dea
Apakah ada rencana untuk bikin video klip “Raison d’être”?
Krista: Of course. Gue sih mau banget bisa bikin video klip, apalagi sama kak Dea.
Dea: Yoi.
Krista: Tunggu budget-nya turun ya.
Dea: Tunggu budget-nya, hahaha. Iya bener, bener.
Pandemi COVID-19 berdampak pada seluruh lapisan masyarakat. Dengan sisa tahun 2020 ini, apa saja rencana yang ingin dilakukan Krista?
Krista: Sebenarnya sebelum pandemi ini gue ada rencana untuk bikin live. Beneran ingin banget sampai nanya-nanya soal venue. Terus gak tahunya… corona, jadinya gak jadi. Sedih banget sebenarnya. Soal live, karena udah ada rencana, jadi kemungkinan, semoga, diharapkan, tahun depan mungkin ya. Nanti lihat kebijakan Jokowi bagaimana.
Krista kedepannya apakah ada rencana untuk kolaborasi dengan virtual YouTuber lain, mengingat sebelumnya pernah crossover dengan Evelyn?
Krista: Bagus banget itu. Gue ingin banget kalau bisa collab sama vtuber, soalnya selama ini gue baru collab sama Elang Defrianto dan Dea yang memang musisi. Kalau gue, untuk kolaborasi sama vtuber pengen banget kayak tadi sama Epel, terus Kizuna AI. Mungkin kalian bisa kasih ide untuk vtuber yang bisa diajak?
Apa next project kalian untuk kedepannya?
Krista: Buat gue ya, rencana kedepannya pastinya pengen banget ngeluarin single dan album. Untuk album, mungkin tahun depan ya. Untuk kolaborasi sama kak Dea, mungkin mau banget kalau ada lagi. Gimana kak Dea?
Dea: Mau banget, mau banget. Ayo dong, kapan? Ajak-ajak aja, nanti aku nimbrung. Kalau buat aku, nanti ada satu lagi kolaborasi sama satu band, nanti bakal ada di sosial media jadi ditunggu aja.
Krista: Gue yang lebih pengen kedepannya pengen banget live show sama kak Dea.
Dea: Iya sih, kebayang bakal seru banget. Udah kangen manggung juga ga sih lagi pandemi ini? Semoga semuanya kembali aman ya.
“Raison d’être / Reason to Be” dari Crystagella featuring Dea sudah bisa kamu dengarkan di berbagai platform musik terkemuka.
Baca Juga: Begini Jadinya Jika Dunia Musik Indonesia Diibaratkan Desa Konoha!