Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
[outbound_link text="Minecraft " link="https://minecraft.net/ "] dikenal banyak orang sebagai salah satu permainan yang mengajarkan anak-anak untuk belajar kreatif, mungkin salah satunya berkat permainan sand box open world-nya. (baca: Mojang Update Minecraft ke Versi 0.9.0, Berikan Kubus dan Biome Baru ) Anak-anak diberikan kesempatan membangun sebuah dunia fantastis seimajinatif mungkin dalam Minecraft. Tetapi ternyata beberapa peneliti kurang setuju dengan hal tersebut. Mereka justru mengingatkan bahwa memainkan game ini bisa menghalangi imajinasi anak-anak dan dianggap malah seperti mempekerjakan anak daripada bermain dengan ceria. Mengapa bisa demikian? (baca juga: Keren! Telltale Games Bakal Bikin Game Tentang Minecraft!) Sebuah penelitian mengemukakan mengenai bahaya terhadap perkembangan anak-anak yang memainkan permainan yang sangat terstruktur seperti Minecraft dalam waktu lama. Sebaliknya orangtua diharapkan untuk memberikan waktu bebas bagi anak-anak mereka agar imajinasi mereka lebih terasah. Penelitian ini seperti membantah banyak studi yang mengemukakan bahwa memainkan game bisa menambah kreatifitas anak-anak. Penelitian ini dilakukan oleh ReD Associates dari New York dan Radio Flyer. Salah seorang peneliti dari ReD, Jun Lee, dan Robert Pasin dari Radio Flyer menjelaskan dalam sebuah [outbound_link text="artikel Quartz" link="http://qz.com/311035/were-ruining-our-kids-with-minecraft-the-case-for-unstructured-play/"] bahwa Minecraft bisa membatasi imajinasi luas anak-anak. "Dalam Minecraft, anak-anak bisa membangun dan menjelajahi banyak dunia baru lalu memanipulasinya dengan kontrol presisi yang sebelumnya belum pernah ada., " tulis mereka di situs tersebut. "Inti dari kreatifitas memang dimasukkan dalam program - kombinasinya, peralatan, dan material - tapi pada akhirnya pemain hanya memiliki satu tugas untuk diselesaikan: desain lebih banyak lagi struktur yang lebih kompleks." "Meskipun hal ini terlihat seperti keunggulan pengalaman bermain yang imajinatif, anak-anak yang kita teliti mengatakan bahwa mereka justru merasa lebih cepat terganggu dan marah setelah sesi bermain Minecraft." Mereka melanjutkan bahwa ketika anak-anak menjadi lihai dalam memainkan Minecraft, permainan tidak lagi mengenai kebebasan merancang tetapi lebih ke bekerja keras menyelesaikan bertumpuk-tumpuk bangunan yang tiada akhirnya. Maksudnya yakni anak-anak bermain hanya sekedar menghabiskan waktu dan mencoba mengatasi kebosanan mereka, dari yang sebelumnya beranggapan bahwa Minecraft akan menggiring anak-anak untuk bermain secara imajinatif, tapi ternyata bermain game ini tidak lebih baik daripada bermain ataupun mengembangkan permainan mereka sendiri diluar rumah. Melalui penelitian yang mereka lakukan, keduanya percaya bahwa memberikan kesempatan anak-anak untuk bermain lebih bebas, tidak terikat aturan dan jauh dari video game serta televisi, akan meningkatkan kemampuan mengatasi frustasi. Berhubung temuan mereka juga menyebutkan bahwa anak-anak menjadi pemarah dan cepat bingung ketika menemui waktu-waktu kosong mereka, sehingga justru membuat mereka sulit berinteraksi dengan anak-anak lainnya. Isi dari penelitian ini juga disetujui oleh pakar pendidikan kesehatan anak, Dr Aric Sigman. Beliau mengatakan bahwa memang ada kekhawatiran akan waktu yang banyak dihabiskan anak-anak di depan layar komputer dan televisi. Kasus seperti ini bisa dibilang seperti anak-anak yang 'disuruh' untuk bermain daripada mereka berusaha mencari sendiri ide permainan mereka sendiri. Ia menambahkan bahwa untuk mengembangkan kemampuan sosial anak-anak, sangat penting untuk membiarkan anak-anak merasa bosan dengan bentuk hiburan yang tidak mudah. Anak-anak perlu diberitahu karunia kebosanan itu seperti apa, tambahnya. "Kebosanan dan kurangnya stimulan agar anak-anak kreatif memang menjadi salah satu ketakutan terbesar orang tua zaman sekarang, tetapi ini kekeliruan besar. Anak-anak harus merasakan kebosanan jadi mereka bisa paham lebih awal bagaimana mendorong diri mereka sendiri, dan bagaimana mencari stimulan yang pas bagi mereka. " Ia juga memberikan saran bahwa anak-anak dibawah umur tiga tahun harus dijauhkan dari penggunaan televisi maupun komputer, agar otak mereka bisa memperoleh manfaat dari waktu luang mereka. Ketika usia mereka bertambah, sedikit berinteraksi dengan teknologi tidak apa-apa, tetapi yang terpenting adalah waktu yang dihabiskan serta bagaimana peran orang tua memonitor lama mereka berada di depan layar televisi dan komputer. Peran orang tua ini mengingatkan saya kembali mengenai rehabilitasi di Tiongkok (baca: Inilah Nasib Anak-anak Korban Kecanduan Game Online! ) dimana banyak anak-anak yang kurang pengawasan dari orang tuanya. Saya sendiri mencoba membaca ini dari berbagai sudut, [outbound_link text="kebaikan" link="http://minemum.com/minecraft-parents-things-to-love"] dan [outbound_link text="kelemahan" link="http://minemum.com/minecraft-parent-problems"] Minecraft. Kesimpulan yang saya ambil disini bahwa peneliti disini ingin menunjukkan bahwa terdapat sisi negatif bagi anak-anak yang berinteraksi dengan teknologi tidak dalam usia idealnya. Mereka ingin orangtua benar-benar tahu dan mengawasi bagaimana perkembangan anak mereka melalui tiap sesi bermainnya. Bagaimana citizen? Apakah hal ini berlaku juga terhadap game semacam Minecraft, seperti Lego? sumber: [outbound_link text="DailyMail" link="http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-2877467/Is-Minecraft-ruining-children-s-imagination-Kids-learn-deal-boredom-without-video-games-warn-psychologists.html"]