Molly's Game bukan hanya sekedar film biografi, tapi juga hiburan orang dewasa yang solid, penuh gaya, dan memikat.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Penulis naskah spesialis film biografi Aaron Sorkin kali ini memulai debutnya sebagai sutradara lewat film Molly's Game berdasarkan buku non-fiksi karya Molly Bloom. Dibintangi oleh Jessica Chastain dan Idris Elba, Sorkin menyajikan sebuah drama yang memikat dan menghibur, meskipun sedikit kepanjangan. Aaron Sorkin memang salah satu penulis paling ternama di dunia sinema maupun teater saat ini. Beberapa karya Broadway-nya yang terkenal antara lain The Farnsworth Invention dan A Few Good Men (yang sudah diadaptasi menjadi film pada tahun 1992). Di dunia pertelevisian, ia mengantongi banyak judul-judul ternama seperti serial The West Wing yang tayang dari 1999 hingga 2006, Sports Night, Studio 60 on the Sunset Strip dan The Newsroom yang tayang di HBO sepanjang tiga musim. Ciri khas penulis Sorkin yang dipenuhi dengan dialog yang datang bertubi-tubi bak senjata mesin, serta monolog yang panjang ia bawa hingga ke ranah penulisan naskah film. Selain menulis skenario untuk adaptasi film A Few Good Men, karir beliau di belantara Hollywood berjalan dengan sangat manis dengan mengantongi banyak nominasi dan penghargaan berkat naskah-naskahnya untuk film Moneyball, Charlie Wilson's War, Steve Jobs, dan The Social Network yang mana ia berhasil mendapatkan piala Oscar untuk kategori Skenario Saduran Terbaik. Setelah berhasil memenangkan piala Golden Globe untuk kategori Skenario Terbaik untuk Steve Jobs tahun 2016 lalu, kali ini Sorkin melakukan debutnya sebagai seorang sutradara lewat film drama biografi Molly's Game, diadaptasi dari memoar karya Molly Bloom; seorang mantan atlet ski salju yang kemudian meniti karir sebagai poker entrepreneur. Sorkin menggaet aktris kaliber Golden Globe Jessica Chastain (Miss Sloane, Interstellar, Zero Dark Thirty) dan bintang multitalenta asal Inggris Idris Elba (Luther, Prometheus, Pacific Rim) dalam debut penyutradaraannya ini.
Kebangkitan dan Keruntuhan Kekaisaran Poker Molly Bloom
Semenjak ia masih remaja, Molly Bloom (Jessica Chastain) memang agak berbeda dibandingkan gadis-gadis seumurannya. Ia cenderung sinis dan acuh tak acuh, tak pernah percaya dengan orang lain, sering membentak ayahnya (Kevin Costner) yang mendidiknya dengan keras, tak seperti adik-adiknya. Molly yang pada masa remajanya meniti karir di dunia olahraga ski salju harus menghadapi kenyataan pahit bahwa hidupnya akan berubah drastis, kala ia mengalami kecelakaan saat tengah berpartisipasi dalam sebuah olimpiade. Meskipun dirinya berhasil selamat, kecelakaan tersebut dengan efektif mengakhiri karirnya. Sempat berpikir untuk masuk ke sekolah hukum, Molly memutuskan untuk pindah ke Los Angeles demi mencari penghidupan yang layak. Kala menjadi seorang pelayan di sebuah diskotik, Molly mendapat tawaran dari kenalannya untuk bekerja sebagai seorang sekretaris kantor. Ia tak sadar bahwa selain sebagai sekretaris, ia juga ditugaskan oleh bosnya untuk menjadi seorang
host permainan poker. Kendati pada awalnya sama sekali tak tahu menahu soal permainan ini, ia perlahan-lahan mulai mempelajari tidak hanya seluk beluk poker, namun juga psikologi pemain-pemainnya sendiri. Merasa bahwa ilmunya sudah cukup dalam, Molly memutuskan untuk membuka sebuah kekaisaran permaian poker dengan namanya sendiri, di mana bisnisnya ini kemudian menjadi langganan banyak selebriti dan orang-orang terkaya di dunia. Kebangkitan Molly adalah awal dari keruntuhannya, di mana ia kemudian harus bekerjasama dengan pengacara Charlie Jaffey (Idris Elba) untuk membersihkan namanya.
Simak lanjutannya di halaman kedua!
Memikat dan Penuh Gaya
Sebagai sebuah film berdurasi 140 menit,
Molly's Game memiliki cukup banyak kisah yang ingin diceritakan. Mulai dari masa remajanya Molly, awal-awal keterlibatannya ke dalam dunia poker, menjadi seorang "ratu" dunia poker ilegal, dan akhirnya ditangkap oleh FBI. Mencegah filmnya jatuh ke dalam "kubangan" film-film biografi yang terlalu bertele-tele, Sorkin memiliki senjata ampuh namun butuh keahlian tinggi untuk membuat penonton tertarik pada kisahnya: Menceritakannya secara non-linear. Yak, kisah Molly Bloom disajikan secara non-linear sekitar lebih dari separuh filmnya, dengan alurnya yang maju-mundur. Secara teknis, kisah
Molly's Game terbagi menjadi dua bagian yaitu sebuah drama tentang dunia perjudian yang bisa dibilang cukup
stylish secara visual dan penyajiannya, serta drama antara pengacara-klien yang diramaikan dengan dialog-dialog cerdas yang muncul bertubi-tubi bak
machine gun. Yak, dialog
machine gun adalah ciri khas Sorkin. Dari awal film berjalan, penonton sudah "dihajar" dengan monolog dari karakter Molly sendiri dan itu terus berlangsung selama menit awal prolog film berjalan hingga menuju akhir. Dialog
machine gun ini menjadi kelebihan untuk penonton yang jeli, namun di saat yang sama bisa menjadi kelemahan, terlebih memasuki paruh pertengahan di mana Molly mulai melempar istilah-istilah poker yang bisa jadi masih asing di telinga penonton (Termasuk penulis. Hei, saya berusaha untuk jujur di sini.). agak susah mengikuti dan mencerna apa yang terjadi karena selain harus fokus pada layar, butuh konsentrasi yang tinggi untuk mendengarkan dialognya. Nah, uniknya, terkadang narasi ini ditemani pula gambar-gambar dan grafis yang relevan dengan perkataan Molly, bak sebuah presentasi Power Point yang bisa jadi untuk beberapa penonton bisa mengundang gelak tawa akan gaya penceritaan Sorkin yang "nyeleneh". Tak hanya itu, di segmen poker sendiri Sorkin cukup kreatif untuk meramaikan layarnya dengan Head-Up Display (HUD) bak sebuah
video game untuk menjelaskan alur permainan pokernya! Meskipun berat akan monolog dan narasi,
Molly's Game tak pernah terasa membosankan karena sekuen-sekuen ini diarahkan dengan begitu prima oleh Sorkin, adegan-adegan ini menegangkan, memikat, dan membuat penonton terasa seolah-olah berada di posisi Molly yang mengobservasi jalannya permaian-permainan poker di film ini, bahkan bisa perlahan-lahan belajar akan istilah-istilah maupun trik-trik poker dengan baik (Perlu diketahui bahwa penulis tidak mendukung perjudian. Haram, lek.). Skor musik dari Daniel Pemberton juga menjadi
highlight di film ini. Setelah menggarap musik orkestra berskala besar di
All The Money In The World, kali ini Pemberton memperlihatkan kepiawaiannya dalam menciptakan musik pengiring ala new wave yang sangat cocok dengan suasana filmnya yang penuh gaya dan
funky.
Mixing di dalam film ini pun dikerjakan dengan baik, antara musik, dialog, dan efek suara berbaur dengan adil. https://open.spotify.com/track/5OfKAE36nZIYNDvTyqyGVS Tentu saja
Molly's Game dengan segala monolog dan dialog bertubi-tubinya tak akan semenarik ini tanpa akting Jessica Chastain yang luar biasa. Chastain dari awal sudah memberikan kharisma yang unik terhadap karakter Molly
bahkan sebelum dirinya muncul di layar. Baiklah, ini mungkin terdengar berlebihan, namun dari narasi awal film seakan-akan sudah tahu betul akan karakternya di sini, cerdas merangkai kata-kata yang berbobot, sesekali dengan percikan sarkasme untuk memperlihatkan intelijensinya, dengan emosi yang meyakinkan pula. Citra akan tokoh wanita yang cerdas, tangguh, dan independen sukses dipancarkannya. Mari kita bicara soal Idris Elba. Tokoh Chaffey yang ia perankan hanya muncul di sekuen masa kini, jauh setelah hidup Molly di jagad perjudian usai.
Chemistry antara dirinya dan Chastain di sini benar-benar kuat, tiap dialog dan adu mulut antara mereka berdua benar-benar menarik untuk disimak, ia adalah "lawan" bicara yang sepadan dengan Molly dan Elba sukses menghidupkannya. Alih-alih menjadi "penghalang" kisah Molly, tokoh Chaffey di sini justru berperan mewakili penonton, bagaimana penonton sadar bahwa Molly memang pernah berbuat salah, namun di saat yang sama kita juga mendukung usaha Molly untuk benar-benar lepas dari bayang-bayang masa lalunya, lewat sebuah monolog menggugah hati yang disampaikan dengan luar biasa oleh Elba menjelang klimaks filmnya.
Ada satu aktor yang penulis tidak menyangka akan muncul di sini; Michael Cera. Meskipun agak terdistraksi di awal-awal dan hampir menjorok ke
miscast karena "reputasi" Cera yang cukup "menarik" di jagad dunia maya, dengan ajaibnya ia tampil sangat meyakinkan sebagai "Player X" yang kabarnya merupakan tokoh komposit yang terinspirasi dari interaksi Molly dengan beberapa selebriti terkenal langganannya, seperti Tobey Maguire, Ben Affleck, dan Leonardo DiCaprio. Michael Cera sebagai tokoh misterius antagonistik adalah tambahan yang menarik untuk
Molly's Game, jelas ia memiliki
acting range yang bisa digali lagi, ketimbang harus mengulang-ngulang peran sebagai tokoh remaja canggung di banyak film. Bagaimana dengan Kevin Costner? Sayangnya meskipun berakting dengan sangat baik terutama kala beradu adegan dengan Chastain menjelang akhir film yang lumayan emosional, peran karakternya justru malah terasa agak mendangkalkan akhir kisah Molly Bloom.
Molly's Game adalah kisah jatuh bangun Molly Bloom berdasarkan keputusan-keputusan yang ia ambil dalam hidupnya, kita percaya bahwa ia adalah sosok yang tangguh nan mandiri, namun harus berakhir "diceramahi" oleh sang ayah yang berperan sebagai tokoh antagonis sampingan di sini. Anti-klimatik dan berbanding terbalik dengan perkembangan karakter Molly di sepanjang film.
Verdict
Terlepas dari beberapa
flaw menjelang akhir, 140 menit
Molly's Game berjalan dengan begitu mulus dan tak pernah membosankan, berkat penampilan prima dari para pemainnya, musik yang
catchy, dan gaya penceritaan Sorkin yang unik, membuat film ini lebih dari sekedar biografi semata, namun juga hiburan orang dewasa yang solid.
Diedit oleh Fachrul Razi