Termasuk lebih dari 10 game dari developer Indonesia ikut serta. Bagaimana suasananya? Simak di dalam!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Dengan status sebagai salah satu negara denga jumlah "kontingen" terbanyak, developer Indonesia menjadikan Indie Prize Showcase ini sebagai ajang untuk unjuk gigi karya mereka.
[read_more link="http://www.duniaku.net/2015/05/21/indie-prize-casual-connect-asia-2015-kidalang/" title="Lewat An Octave Higher, Kidalang Berhasil Sabet Gelar dalam Indie Prize Casual Connect Asia 2015!"] Satu bagian acara yang tidak pernah absen dalam perhelatan [outbound_link text="Casual Connect" link="http://www.asia.casualconnect.org"] adalah Indie Prize Showcase, tak terkecuali dalam Casual Connect Asia 2015 ini. Total ada sekitar 200 game yang mendaftarkan diri, yang harus diseleksi lagi hingga hanya ada 86 game saja yang berhak mendapatkan meja
showcase dalam Casual Connect Asia 2015 yang sudah berakhir kemarin, 21 Mei 2015. Dari 86 game yang mengikuti
showcase tersebut, juri akhirnya memilih beberapa diantaranya sebagai pemenang untuk masing-masing kategori, dimana Indonesia mendapatkan satu gelar Best Game Narrative lewat An Octave Higher dari Kidalang. Ada banyak perbedaan mengenai penyelenggaraan Indie Prize Showcase tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pertama dari segi
voting pengunjung untuk mendapatkan pemenang dari Best in Show: Audience Choice. Jika di tahun-tahun sebelumnya, pengunjung bebas memberikan
voting dengan menempelkan stiker voting langsung di papan nama masing-masing game, maka kali ini sistemnya diganti dengan balot yang dikumpulkan dalam satu kotak. Jadinya, pengunjung tidak bisa mengetahui game mana yang sudah mendapatkan banyak
voting, dan mana yang belum. Plus, jadinya kurang transparan juga sih... Jarak yang telalu sempit ini nih yang bikin susah nyobain game..[/caption] [read_more link="http://www.duniaku.net/2015/05/19/liputan-casual-connect-asia-2015-day-1/" title="Casual Connect Asia 2015, Mengintip Miniatur dan Perkembangan Industri Game Kasual"] Kedua dari meja
showcase-nya sendiri. Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, meja
showcase dalam Indie Prize Showcase kali ini lebih sempit dan terkesan "sumpek". Penataannya pun penulis rasa kurang membuat nyaman pengunjung yang ingin mencicipi ataupun developer yang mendudukinya, karena jarak antar baris meja kurang lebar. Jadinya, pengunjung terkadang kesulitan untuk mencicipi game yang ada di bagian tengah. Memang sih, tampak peserta Indie Prize Showcase tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Bahkan menurut bocoran panitia, mereka sampai banyak menolak
submission di hari terakhir karena meja sudah habis. Namun penulis rasa jarak antar baris meja ini bisa lebih diperluas lagi mengingat
spot di sekitar area Indie Prize Showcase masih cukup luas. Ketiga dari sisi penjurian. Penulis sempat mengamati beberapa kali area Indie Prize di hari pertama, kedua dan ketiga, hasilnya tidak ada satu pun juri yang datang berkeliling untuk mencoba game-game yang dilombakan. Pun ketika bertanya kepada beberapa orang developer Indonesia yang ikut serta, mereka mengaku tidak melihat juri yang datang ke meja mereka, membawa alat tulis dan melakukan penjurian. Hal ini membedakannya dengan tahun lalu, dimana para juri terjun langsung ke masing-masing meja untuk melakukan penilaian. Tentu tidak mudah untuk memilih game-game mana yang berhasil mendapatkan gelar. Hal ini diungkapkan Yuliya Moshkaryova, organizer dari Indie Prize ini saat malam penghargaan di Shanghai Dolly, Clarke Quay di hari kedua Casual Connect Asia 2015. "
It’s not only about the games. It is about the game designers, artists and audio directors, managers, and software developers," ungkapnya kala itu. Bagaimana dengan kiprah developer Indonesia sendiri dalam Indie Prize Showcase ini? Lanjut ke halaman selanjutnya. Meskipun peserta dari Indonesia tidak sebanyak tahun lalu, namun Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan "kontingen" terbanyak dalam Indie Prize Showcase. Sebagian besar, atau lebih dari 80% diantaranya adalah developer yang baru ikut serta tahun ini, dan hanya ada dua nama saja yang kali ini bukan merupakan keikutsertaan pertama mereka, yaitu Firebeast yang kali ini membawa Mighty Knight 2, dan Artoncode Indonesia, yang kali ini datang bersama dengan Ace Edventure untuk memamerkan ChemCaper. Selain dua nama diatas hampir semuanya adalah developer baru, yang baru beraktivitas dua tahun atau kurang. Sebut saja G.U.I.L.D Entertainment yang membawa Guild of Souls, MassHive Media dengan Vimala: Defense Warlords-nya, Silverpoint Games dengan Transpthtation, Tempa Labs dengan Raito, Raion Studio lewat Ghost Battle 2, Sinergi Studio dengan Shaman Showdown, Wisageni Studio dengan Ultimate Tower, Kidalang dengan An Octave Higher dan Universo: Gaia dari Pabrik Amatir. Bahkan Kidalang dengan An Octave Higher berhasil membawa pulang gelar dalam kategori Best Game Narrative, yang merupakan satu-satunya gelar yang didapat developer Indonesia. Selain itu, satu developer Indonesia asal Surabaya, Alkemis Games juga ikut serta meramaikan lewat IDEA Showcase dengan game yang menurut mereka sudah 80% jadi, Zero Legend (judul masih tentatif). Meskipun dari sisi jumlah "kontingen" tahun ini yang berkurang, namun ada sisi positif dari keikutsertaan developer Indonesia tahun ini, yaitu semakin banyaknya developer baru yang mulai unjuk gigi di dunia internasional. Game-game yang ditampilkan pun tidak kalah menarik dibandingkan game-game dari developer negara lain, yang ditunjukkan dengan sibuknya para developer melayani pertanyaan,
meeting dan juga pengunjung-pengunjung yang mencicipi game mereka. Ini dia, An Octave Higher dari Kidalang yang dapat satu gelar di Indie Prize![/caption] Sukses terus untuk developer game Indonesia! Oiya, Duniaku juga sudah memilih 10 game yang kami nilai sebagai game terbaik dalam Indie Prize Showcase kemarin. Apa saja game-nya? Tunggu artikel selanjutnya dari kami ya!