Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya (baca: Game Dev Gathering 2014, Bukan Sekedar Event Kumpul-kumpul biasa!), sesi sharing dan diskusi adalah dua sesi utama yang menjadi daya tarik dalam Game Developer Gathering (GDG) 2014 kemarin. Untuk perhelatan GDG keenam ini, panitia menghadirkan sekitar 26 pembicara, dimana sepuluh diantaranya berasal dari perusahaan papan atas internasional. Format sharing-nya sendiri lebih mirip dengan Casual Connect atau GDG 2013 tahun lalu, dimana sesi terbagi menjadi tiga kelas terpisah, mulai dari kelas Design, Tech, hingga Business. Beberapa pembicara internasional yang membagikan ilmunya dalam GDG 2014 kemarin antara lain Manami Matsumae (komposer legendaris Megaman, yang saat ini ikut mengerjakan musik dalam game terbaru Touchten, Target Acquired), Calvin Kim (Facebook), Vineet Tanwar (Google), Vaibhav Odhekar (Pokkt) serta Johannes Reuben (Unity). Materi yang dibawakan pun bermacam-macam, mencakup tiga tema kelas yang disediakan dalam GDG 2014. Contohnya saja, Calvin Kim banyak bercerita menganai bagaimana mengembangkan dan memonetisasi game yang dibuat menggunakan Facebook, Vaibhav yang memperkenalkan Pokkt sebagai platform monetisasi baru untuk game, hingga Vineet yang banyak memberikan kiat sukses sebuah game mobile. Bagi yang sudah memiliki studio dan ingin mengembangkan dari sisi bisnis, tentu menyerbu kelas-kelas mengenai bisnis yang dibawakan oleh para ahli di bidangnya tersebut. Namun bagi mereka yang ingin mempelajari banyak hal mengenai proses pengembangan game, ada tiga kelas yang cukup ramai diserbu peserta, antara lain workshop Unity Engine dan talkshow mengenai musik dalam game bersama Manami Matsumae. Manami bahkan memanjakan para penggemarnya dengan melakukan konser tunggal sebelum mengisi talkshow dengan beberapa musik game yang pernah dibuatnya, mulai dari track-track terbaru dari Target Acquired, hingga musik dalam Megaman yang cukup melegenda. Bagi yang baru akan terjun ke dalam industri game dan memiliki sebuah startup, beberapa pembicara juga membagikan ilmu dan pengalaman mereka dalam membangun dan mengembangkan startup. Salah satunya adalah Anton Budiono, yang sudah malang melintang di beberapa studio, mulai dari menjadi Studio Head di Matahari Studios, hingga saat ini menjabat sebagai CTO dari Artoncode Indonesia. Beberapa pembicara lain juga membagikan kisah sukses game yang mereka kembangkan, seperti Mega Denditya dari Chocoarts yang membagikan kisah sukses Almightree: The Last Dreamer menembus top game di App Store, atau tips trik bagaimana Infectonator: Survivors berhasil menembus Steam dari Kris Antoni, CEO dari Toge Productions. Sesi lain yang juga cukup menarik adalah sesi sistem rating game Indonesia yang dibawakan oleh Luat Sihombing dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Dalam sesi ini, Luat menjelaskan bagaimana rancangan sistem rating game Indonesia yang lebih sesuai dengan kultur Indonesia dibandingkan dengan sistem rating yang sudah ada sebelumnya seperti ESRB dan PEGI. Crowdfunding yang saat ini menjadi tren di kalangan developer indie juga tak luput dari GDG 2014. Tidak tanggung-tanggung, empat perwakilan studio yang game-nya sukses di crowdfunding seperti Rachmad Imron (Digital Happiness, DreadOut), Ray Suryadiptya (Ekuator Games, Celestian Tales: Old North), M. Ajie (Tinker Games, Pale Blue), dan yang masih "hangat", Anton Soeharyo (Touchten Games, Target Acquired). Keempat figur tersebut membagikan berbagai strategi menarik untuk mencapai kesuksesan dalam proses crowdfunding, seperti timing kampanye yang tepat baik saat dimulai maupun saat berakhirnya, pentingnya mengkalkulasi target pendanaan yang tepat dan realistis, hingga bagaimana menentukan stretch goal agar menarik minat para penyandang dana. Bagaimana membangun dan memelihara properti intelektual yang sudah dibuat juga tidak kalah pentingnya dibandingkan mengembangkan game alias produk itu sendiri. Untuk itu, sesi terakhir yang dibawakan oleh Anton Budiono dan kreator Vandaria, Ami Raditya membahas pentingnya hal tersebut. Artoncode Indonesia sendiri baru sekitar dua tahun ini bekerja sama dengan Vandaria, dan mereka baru menelurkan satu produk novel, Winterflame yang dirilis awal bulan Desember ini. Plus, di kuartal awal tahun depan, mereka juga siap berkampanye di Kickstarter untuk versi game Winterflame yang ditargetkan rilis untuk platform mobile. Dari pengamatan penulis, tampak ada beberapa studio yang "beramai-ramai" datang ke GDG 2014 ini seperti Touchten Games, Agate Studio dan Mojiken. Mereka tampak "berbagi tugas" untuk memasuki kelas-kelas yang tersedia, sesuai dengan role sehari-hari mereka di studio. Di sesi-sesi tentang bisnis misalnya, penulis melihat kelas diisi oleh para CEO dari studio yang ingin mengembangkan studionya agar lebih besar lagi. Berbeda lagi saat penulis memasuki kelas teknis, yang didominasi oleh para programmer atau artist yang berbaur dengan para mahasiswa yang ingin mengembangkan keahliannya. Bagi kamu yang tidak sempat datang dan penasaran dengan detail masing-masing materi yang dibawakan, panitia sudah merekam sesi presentasi selama GDG 2014 berlangsung. Tunggu kehadiran videonya ya!