Bukannya direcoki saingan, film-film ini justru diganggu oleh para eksekutif studio yang memproduksinya!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Pada dasarnya, prioritas eksekutif studio film itu satu: profit. Walau filmnya dikritik sekalipun, selama uang yang mereka terima lebih besar dari modal plus biaya promosi film, mereka akan menganggap itu sukses. Masalahnya, kadang ada pihak-pihak studio yang justru menyampuri urusan sutradara. Kadang memang ada sutradara yang perlu dikendalikan sedikit agar filmnya bisa dinikmati. Namun sering kali campur tangan ini justru membuat film tersebut jadi terasa berantakan. Film superhero apa yang kena nasib sial ini? Mari kita lihat. Efek kekacauan film ini bisa dilihat dari dua hal: Jon Favreau berhenti menyutradarai film Iron Man dan Terrence Howard berhenti jadi War Machine dan digantikan Don Cheadle. Kalau kamu penasaran, kata Terrence Howard sih (bisa kamu baca di Cinemablend) pihak studio hanya bersedia membayar Howard satu juta dolar, sementara Howard mengharapkan dia bisa memperoleh delapan juta dolar. Untuk urusan cerita, kamu mungkin merasa Iron Man 2 agak kacau? Penyebabnya kemungkinan adalah unsur-unsur Avengers yang harus disusupkan ke film ini. Ini tampaknya yang membuat Favreau memutuskan untuk mundur dari Marvel Cinematic Universe. Sutradara Gavin Hood kadang seperti menjadi kambing hitam dari buruknya X-Men Origins: Wolverine. Namun usut punya usut, sebagian besar masalah film ini tercipta justru karena mandat eksekutif studio. Terutama Tim Rothman. Tulisan dari Vulture memuat komentar menarik dari Alec Gillis, yang mengerjakan make-up dari Deadpool palsu di atas. Saat Gillis melihat Logan, dia menyadari kalau inilah film yang dulu ingin dibuat Gavin Hood. Meski begitu, yang diinginkan studio dari film X-Men Origins: Wolverine bukanlah film dengan jumlah penonton sedikit karena batasan rating. Tom Rothman tidak menyukai visi Gavin Hood, jadi naskahnya diubah banyak. Mulut Deadpool disegel? Itu juga mandat dari Rothman. Studio juga menghendaki film Wolverine ini jadi serame film X-Men. Jadi masuklah banyak sekali mutan seperti Gambit. Kalau memang yang diinginkan Hood tadinya adalah film dewasa dengan skala kecil seperti Logan, hasil akhir X-Men Origins: Wolverine benar-benar jauh. Untungnya, kesuksesan Deadpool 1 tampaknya meyakinkan studio kalau tayangan superhero dewasa pun bisa laris asal digarap dengan benar.
Dua film superhero lain yang produksinya diganggu oleh pihak eksekutif studio dapat kamu cek di halaman ketiga! Edgar Wright, sutradara yang terkenal lewat
Baby Driver, Shaun of the Dead, dan
Hot Fuzz sebenarnya dikontrak untuk menangani
Ant-Man. Masalahnya? Film
Ant-Man dirilis tahun 2015. Wright direkrut sejak 2006. Kalau dilihat dari ucapan Wright (bisa kamu baca di
Nerdist), "Saya rasa jawaban paling diplomatis adalah saya mau membuat film Marvel namun mereka (pihak Marvel) benar-benar mau membuat film Edgar Wright." Wright menjelaskan lebih lanjut kalau alasan lain dia hengkang dari proyek adalah saat Marvel ingin membuat
draft baru naskah filmnya tanpa melibatkan dirinya maupun Joe Cornish, pihak penulis naskah asli. Dari situ Wright pun merasa tidak ada gunanya tetap bertahan di proyek tersebut.
Ant-Man sih ujung-ujungnya berhasil rilis. Namun sampai sekarang, sebagai fan dari
Shaun of the Dead dan
Hot Fuzz, penulis penasaran bakal bagaimana jadinya kalau Wright yang menyajikan kisah ini hingga akhir.
Film
superhero yang satu ini juga mengalami sejumlah masalah dari pihak studio.
Justice League mungkin butuh penundaan untuk merampungkan beberapa masalah di filmnya. Salah satunya? Henry Cavill sang Superman jadi berkumis saat syuting ulang karena saat itu dia juga syuting untuk
Mission Impossible: Fallout, dan Paramount tidak mengizinkan kumisnya dicukur. Jadilah proses CGI yang membuat rahang Superman terlihat aneh. Selain itu, film ini juga jadi korban karena Zack Snyder harus mundur mendadak akibat tragedi yang menimpa keluarganya. Joss Whedon pun menambahkan adegannya sendiri ke filmnya. Tidak adanya waktu untuk menyelaraskan kedua visi sutradara ini membuat
Justice League menjadi film yang aneh dan terkesan terburu-buru. Terus kenapa studio Warner Bros tidak menunda saja filmnya? Menurut kabar yang beredar (dapat kamu cek di Cinemablend), Warner Bros kejar tayang karena para eksekutifnya mengejar bonus. Bila
Justice League diundur, para eksekutif ini takut bonus mereka juga akan diundur. Itu alasan sepele yang pada akhirnya justru menyakiti film ini.
Lanjutan film superhero lain yang seperti disabotase oleh eksekutif studionya sendiri dapat kamu cek di halaman ketiga! Penulis pribadi sebenarnya suka dengan
Suicide Squad. Namun tak bisa dikesampingkan kalau film ini benar-benar... aneh. Kadang filmnya sendiri seperti bingung ingin menyajikan nuansa yang seperti apa, antara kelam atau komedi. Studio sekali lagi penyebab fenomena ini. Sutradara David Ayer dikatakan hanya diberi waktu enam pekan untuk menyelesaikan naskah, lalu mereka langsung lanjut setelah itu. Lalu
Batman v Superman mendapat respons negatif, dan Warner Bros tampaknya jadi ingin menyajikan film yang nuansanya lebih komedi. Padahal Ayer sudah menyuting film yang lebih serius. Hasil akhirnya, film
superhero ini pun dikemas dengan gaya komedi
fun. Namun karena
style fun ini baru dibuat belakangan, hasilnya ya bisa kamu lihat sendiri produk jadinya. Rasanya seperti melihat film yang tidak fokus menyajikan isinya. Untuk fan DC, ketimbang menyalahkan sutradara film, Rotten Tomatoes, atau menuding konspirasi Disney, penulis menyarankan kamu lebih menyorot ulah para eksekutif Warner Bros. Jelas mereka biang kerok DC Extended Universe jadi seperti ini.
Sebenarnya, bukan hanya DC Extended Universe saja yang memiliki film-film yang isinya terlalu penuh dan terkesan membingungkan. Di halaman pertama, ada
Iron Man 2. Untuk poin keenam, penulis akan menyorot satu judul lagi,
Avengers: Age of Ultron. Awalnya,
Age of Ultron ingin menyajikan ceritanya dalam durasi tiga jam. Durasi itu kemudian dipotong.
Masih ingat adegan ini di
trailer? Yep, film versi bioskopnya sih tidak memuatnya. Joss Whedon sendiri memutuskan untuk keluar dari Marvel Cinematic Universe setelah film ini. Salah satu faktornya tampaknya adalah stres karena dia harus bersitegang dengan eksekutif untuk adegan-adegan mana yang bisa dipertahankan di filmnya. (Wawancara ini bisa kamu cek di Slashfilm).
Age of Ultron sendiri terasa sebagai film yang eksis hanya untuk mempersiapkan penonton untuk film-film selanjutnya. Ini kesalahan yang tidak lagi penulis temukan di film-film setelah itu.
Itulah enam contoh film
superhero yang produksinya seperti disabotase oleh eksekutifnya sendiri. Gimana menurutmu? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar!