Geektopia kali ini akan membahas seberapa jauh tentakel Cthulhu buatan H. P. Lovecraft mengakar ke pop culture modern.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Dasar dari genre horror adalah rasa takut. Banyak hal yang bisa memunculkan rasa takut pada seseorang, namun dalam membuat sebuah karya perlu sesuatu yang dapat memunculkan rasa takut pada kebanyakan orang. Di masyarakat di mana kepercayaan terhadap kekuatan supernatural masih kuat, sesuatu itu umumnya adalah hantu. Namun bagaimana jika seseorang tidak percaya terhadap hantu, terhadap hal-hal supernatural? Bahkan jika kekuatan supernatural tidak ada, masih banyak hal yang tidak bisa dijelaskan dengan sains. Semakin dalam pengetahuan manusia, manusia semakin sadar bahwa makin banyak hal yang belum diketahui. Stephen Hawking, ilmuwan yang dikatakan salah satu manusia terpintar sepanjang masa sekalipun, dalam bukunya The Grand Design bahkan memperkirakan bahwa mungkin dunia yang kita kenal ini hanya seperti sebuah akuarium, di mana kita menilai dunia hanya berdasarkan apa yang kita lihat, yang mungkin bukan berdasarkan dunia yang sebenarnya. Sekarang coba pikirkan, jika dunia kita seperti itu, mungkinkah ada makhluk ibarat manusia yang melihat kita hanya sebagai kumpulan ikan kecil di akuarium? Pada tahun 1920-an, Howard Philips Lovecraft, seorang penulis horor Amerika, sudah menemukan konsep tersebut. Bahwa ada makhluk yang jauh melebihi manusia di dunia ini, di mana bagi mereka, manusia hanya sekedar semut yang bisa diinjak kapanpun mereka inginkan. Di mana bahkan sekedar melihat mereka, apalagi mencoba mengerti motivasi mereka, menyebabkan kegilaan karena ketidakmampuan otak manusia untuk menalar penampilan dan pikiran makhluk tersebut. Konsep yang diciptakan Lovecraft ini menciptakan satu subgenre tersendiri dari horror yang disebut sebagai cosmic horror. Tidak hanya menciptakan subgenre tersebut, Lovecraft juga memvisikan makhluk-makhluk yang dia ciptakan untuk karyanya. Makhluk-makhluk ini terkumpul dalam sebuah lore tersendiri, yang sekarang umumnya disebut sebagai mitologi Cthulhu. Saya tidak akan membahas mitologi tersebut secara detail di sini, tapi visi Lovecraft terhadap makhluk-makhluk mitologi tersebut sering terinspirasi makhluk laut dalam: berlanyau, sisik, tentakel, sirip. Tak mengherankan, visinya yang unik menginspirasi banyak kreator jauh semenjak kematiannya di 1937. Tidak hanya di genre horror, genre fantasi pun banyak yang terinspirasi olehnya, yang mungkin karena genre fantasi perlu ancaman dari makhluk yang dapat menghancurkan dunia, dan makhluk yang berkekuatan dewa namun bukan Tuhan seperti makhluk dari mitologi Cthulhu merupakan musuh yang paling cocok. Dan karena genre fantasi merupakan salah satu genre utama dari komik dan video game, mudah menemukan jejak Lovecraft di karya modern sekalipun. Satu contoh yang mungkin masih baru di pikiran pembaca sekalian: Mass Effect. Di seri Mass Effect musuh utama terakhir dari Commander Shepard dan seluruh galaksi adalah Reapers. Makhluk yang datang dari kegelapan angkasa untuk menghancurkan semua kehidupan di galaksi. Tidak hanya begitu kuatnya perlu serangan gabungan dari seluruh armada satu spesies untuk memiliki kesempatan menghancurkan satu saja, mereka juga memiliki kemampuan “indoktrinasi”: Hanya dengan berada di dekat sebuah Reaper membuat seseorang hormat dan kagum terhadap Reaper tersebut, dan akhirnya berujung pada kepatuhan total. Pikiran mereka juga begitu kompleks sampai kumpulan pikiran AI dari ras sintetik Geth pun tak mampu menalarnya. Ditambah dengan penampilannya yang mirip dengan cumi-cumi raksasa, jelas sekali mereka terinspirasi langsung dari Lovecraft. Jika anda belum memainkannya, DLC Mass Effect 3 Leviathan juga membawa konsep cosmic horror ke seri Mass Effect, di mana Commander Shepard menyelidiki makhluk yang mungkin lebih kuat dari Reaper yang disebut sebagai Leviathan. Ada bagian di mana pemain menyelidiki pusat penelitian yang dipenuhi ilmuwan yang tidak wajar. Bisa dibilang bagian paling menakutkan di seri Mass Effect. Masih banyak contoh lain di video game, antara lain Leviathan di Dead Space dan para “makhluk” di Amnesia: The Dark Descent. Para Daedric Prince di seri Elder Scrolls juga bisa dimasukkan kategori terinspirasi Lovecraft, melihat di Skyrim Hermaeus Mora memperlihatkan dirinya sebagai kumpulan mata dan tentakel. Begitu juga dengan Old God seperti Yogg-Saron di serial Warcraft. Bahkan jika bukan merupakan fokus, umum bagi seri fantasi untuk menggunakan mitologi Cthulhu seperti menggunakan mitologi-mitologi lain seperti mitologi Yunani dan Nordik dengan memasukkan satu-dua mahkhluk ala Chthulhu. Beberapa contohnya: Cho’Gath di League of Legends dan Shuma-Gorath di Marvel Universe. Jadi sudah jelas bahwa tentakel Lovecraft sudah mengakar kuat di pop culture Amerika... tapi bagaimana dengan Jepang? Mudah untuk berkelakar dengan mengasosiasikan makhluk bertentakel dari mitologi Cthulhu dengan tentakel hentai. Namun itu sering salah sasaran, karena tentakel hentai berasal dari mangaka “Tentacle Master” Toshio Maeda, di mana tujuannya menggunakan tentakel adalah untuk mengelak dari hukum sensor Jepang. Tidak ada tanda bahwa dia terinspirasi Lovecraft untuk itu. Namun pengaruh Lovecraft terlihat jelas di beberapa kreator Jepang, kemungkinan besar berkat RPG Call of Cthulhu yang cukup populer di Jepang pada akhir tahun 80-an. Satu mangaka yang jelas terinspirasi Lovecraft adalah Junji Ito. Di karyanya Uzumaki, sumber dari segala keabnormalan adalah reruntuhan kuil misterius yang menyebarkan kutukan spiral. Lebih jelas lagi inspirasinya adalah di Hellstar Remina, di mana bumi didekati oleh planet hidup pemakan planet lain bernama Remina. Chiaki Konaka, penulis skenario anime Digimon Tamers juga seorang penggemar Lovecraft. Bisa dibilang konsep dasar dari D-Reaper di anime tersebut mirip dengan konsep dari dewa Lovecraft. Tak hanya itu, nama-nama program komputer di Digimon Tamers (Hypnos, Yuggoth) juga diambil dari nama-nama di mitologi Cthulhu. Dia juga menulis satu episode di Digimon 02 “Call of Dagomon” yang memfiturkan Dagomon yang jelas terinspirasi mitologi Cthulhu. Gen Urobuchi, penulis visual novel dan light novel, yang naik daun akhir-akhir ini berkat karyanya Fate/Zero dan Puella Magi Madoka Magica, tak menyembunyikan bahwa dia penggemar Lovecraft. Di Fate/Zero, salah satu antagonis di seri itu, Caster, memiliki kemampuan untuk memanggil makhluk dari alam lain. Makhluk-makhluk yang dia panggil memiliki bentuk yang bisa disebut tak berbentuk dan memiliki tentakel-tentakel. Lebih jelas lagi adalah di karya visual novelnya Saya no Uta. Di visual novel tersebut, sang protagonis, Fuminori, setelah mengalami kecelakaan melihat dunia dan manusia lain sebagai onggokan daging busuk dan lanyau. Kemudian dia bertemu dengan seorang gadis muda, Saya, satu-satunya makhluk yang terlihat sebagai manusia di dunia tersebut. Tentu, itu hanya karena indra Fuminori yang sudah tak normal. Pada kenyataannya, Saya merupakan makhluk dimensi lain yang bentuk nyatanya (diserahkan kepada imajinasi pembaca) membuat semua orang lain yang melihatnya menjadi gila. Karya ini unik karena membawa perspektif baru ke horor Lovecraft (bagaimana jika seseorang yang sudah gila sejak awal melihat makhluk Lovecraft?) namun jika anda tertarik membacanya perlu diingat bahwa visual novel tersebut mengandung seks (meski saya pikir jika ada orang yang menangkapnya sebagai menggugah birahi daripada mengerikan maka orang tersebut sudah gila). Bicara soal merubah makhluk Lovecraft menjadi gadis menarik, gelombang baru Lovecraft dimulai di Jepang dengan kombinasi aneh dari mitologi Cthulhu, komedi romantis, dan komedi otaku: Haiyore! Nyaruko-san. Cerita tipikal komedi romantis adalah bocah remaja kedatangan gadis aneh, di mana gadis tersebut termasuk bisa dari masa depan atau planet lain. Jika makhluk dari mitologi Cthulhu punya kekuatan bagai dewa, bukan tak mungkin jika dia mengambil bentuk gadis muda. Animenya pada saat artikel ini dimuat sedang tayang season keduanya. Jadi setelah mengetahui betapa luasnya pengaruh Lovecraft ke pop culture, mungkin anda tertarik untuk membaca karya-karya Lovecraft secara langsung. Jujur saya sulit merekomendasikannya, karena pemakaian bahasa Lovecraft bisa dibilang antik, bahkan pada masanya. Untuk pemula yang ingin mengerti konsep-konsep dasar mitologi Cthulhu, saya lebih merekomendasikan untuk memainkan boardgame Elder Sign atau Arkham Horror. Bagi yang memiliki gadget iOS dan Android, anda bisa memainkan versi game Elder Sign bernama Elder Sign: Omens untuk kedua platform tersebut. Punya gagasan mengenai Geektopia berikutnya? Sampaikan di komentar di bawah. Sebelumnya saya menyebutkan bahwa Geektopia akan hadir setiap Sabtu, namun dengan berbagai pertimbangan, kolom ini saya geser menjadi setiap Selasa pagi jam 10.00 WIB. Terima kasih atas perhatiannya.