Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
Whisper Mountain Outbreak -03.jpg
Sesi hands-on Whisper Mountain Outbreak. Fotografer: Fahrul Nurullah. (Duniaku.com/Fahrul Nurullah)

Intinya sih...

  • Whisper Mountain Outbreak (WMO) adalah game co-op survival horror dengan gameplay yang intens dan strategis.

  • Elemen komunikasi, pengelolaan sumber daya, dan rasa tegang saat melarikan diri menjadi poin penting dalam pengalaman bermain.

  • Desain visual pixel art yang mencekam dan musik latar yang mendukung berhasil menciptakan atmosfer horor yang kuat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pada Rabu di bulan April (23/4/2025), Duniaku.com berkesempatan mengunjungi kantor Toge Productions untuk menjajal langsung Whisper Mountain Outbreak, sebuah isometric co-op survival game yang menguji kerja sama sekaligus insting bertahan hidup.

Menariknya, sejak awal Agustus 2025 saya juga sempat mencoba versi multiplayer game ini di rumah, bermain bersama beberapa teman dekat.

Dengan begitu, saya sudah merasakan dua pengalaman berbeda: bermain bersama rekan-rekan media di sesi hands-on, dan bermain bersama grup teman main reguler. Jadi, seperti apa kesan lengkapnya setelah menjajal Whisper Mountain Outbreak dari dua sisi ini?

Yuk, simak ulasannya!

1. Gambaran gameplay-nya

Screenshot Whisper Mountain Outbreak, diambil Fahrul Nurullah. (Dok. Toge Productions/Whisper Mountain Outbreak, Duniaku.com/Fahrul Nurullah)

Pertama-tama, Whisper Mountain Outbreak (WMO) adalah co-op survival horror yang bisa dimainkan bersama tim berisi hingga empat orang. Tugas utama pemain terdengar sederhana: selesaikan misi di tengah dunia penuh ancaman. Namun, eksekusinya menuntut koordinasi, perhitungan, dan sedikit keberuntungan.

Buat yang lebih suka tantangan atau memang tidak doyan multiplayer, WMO juga menyediakan mode single player. Jadi, kamu tetap bisa menikmati atmosfer mencekamnya sendirian.

Dalam sesi hands-on di kantor Toge yang saya coba, ada dua tipe misi utama:

  • Mengamankan item penting dan membawanya keluar dari area.

  • Menghancurkan entitas berbahaya bernama Blood Queen lalu mengekstrak intinya.

Saat main di rumah saya juga menemukan beberapa misi yang harus diselesaikan dalam waktu terabtas.

Nuansa survival horror sudah terasa sejak awal. Saya dan rekan satu tim hanya dibekali pentungan bisbol sebagai senjata awal. Seiring berjalannya misi, kami menemukan senjata yang lebih kuat, dari revolver, pistol, SMG, shotgun, assault rifle, serta senjata lempar seperti granat dan molotov yang sangat krusial saat gelombang makhluk berbahaya mulai menyerbu.

Menariknya, selama kamu berhasil melalui satu misi hidup-hidup senjata yang berhasil diamankan selama misi bisa dibawa ke misi berikutnya atau disimpan di kotak penyimpanan di markas.

Fitur penyimpanan ini sangat berguna sebagai strategi cadangan. Jika tewas di misi berikutnya, kamu masih punya persediaan senjata untuk memulai lagi, sehingga tidak benar-benar kembali ke titik nol.

Namun, seperti layaknya survival horror sejati, sumber daya selalu terbatas. Peluru dan item penyembuh tidak melimpah, sehingga kerja sama tim menjadi kunci. Kalau main bareng, jangan egois, atur pembagian item agar semua anggota skuad tetap punya peluang bertahan hidup.

WMO juga menggabungkan elemen co-op extraction zombie shooter. Setelah menemukan target misi, tantangan sebenarnya adalah keluar dari area hidup-hidup. Di momen ini, biasanya serangan makhluk gaib besar-besaran dimulai, membuat situasi semakin intens. Memilih rute pelarian yang tepat sangat krusial salah jalan ketika membawa objektif bisa berarti tamat.

Dalam satu sesi, pemain diberi tiga kesempatan hidup. Mati satu atau dua kali masih memungkinkan kembali ke markas dan mencoba lagi, meski mungkin kehilangan barang. Tapi jika mati tiga kali, sesi langsung berakhir.

Itulah setidaknya pengalaman yang saya rasakan selama sesi hands-on.

2. Kesan hands-on

Screenshot Whisper Mountain Outbreak, diambil Fahrul Nurullah. (Dok. Toge Productions/Whisper Mountain Outbreak, Duniaku.com/Fahrul Nurullah)

Satu hal yang langsung membekas adalah betapa Whisper Mountain Outbreak punya potensi menciptakan ketegangan dan kekacauan yang luar biasa, terutama saat dimainkan dalam mode co-op.

Di setiap misi, entah itu mengambil item penting atau menghadapi Blood Queen, kamu dan tim tidak bisa sekadar “masuk, ambil, lalu keluar”. Nyatanya, target misi biasanya tersembunyi di area yang tidak langsung bisa diakses. Ada puzzle yang harus diselesaikan terlebih dahulu untuk membuka jalan. Dan sementara itu, waktu terus berjalan… semakin lama kamu berada di sana, semakin besar risiko diserbu gerombolan musuh.

Kalau tim tidak sigap mempersiapkan senjata dan strategi, serangan besar pertama bisa langsung memakan korban. Dalam salah satu sesi saya, skenario horor klasik pun terjadi: saya panik, berlari menghindari zombie, terjebak di lorong sempit, lalu dikeroyok habis-habisan. Ngeri? Jelas. Tapi justru di situlah letak kenikmatannya — Whisper Mountain Outbreak mampu menghadirkan sensasi film horor yang mewujud jadi pengalaman nyata di depan layar.

Berhasil selamat dari satu serbuan besar? Mantap. Tapi jangan terlalu lega, karena serbuan berikutnya biasanya lebih brutal. Di misi-misi lanjut, serbuan ketiga kerap membawa kejutan yang tidak menyenangkan, seperti kemunculan dua musuh elit sekaligus.

Sistem combat-nya terasa memuaskan. Ada beragam senjata api untuk dipakai, namun dengan peluru yang terbatas dan musuh yang tangguh, saya cenderung menyimpannya untuk momen kritis. Sebagian besar waktu, saya justru mengandalkan pemukul bisbol, meski butuh beberapa ayunan untuk menjatuhkan musuh, sensasi memukul jarak dekat tetap seru.

Komunikasi menjadi kunci. Bukan hanya untuk berbagi amunisi atau item penyembuh, tapi juga untuk menyelesaikan puzzle. Kalau satu anggota menemukan kunci penting namun tidak segera memberi tahu, rekan lainnya bisa kebingungan dan progres misi ikut terhambat.

Begitu situasi mulai kacau, entah karena serangan besar-besaran atau momen kabur setelah mengamankan objektif, komunikasi yang efektif bisa menjadi pembeda antara selamat atau mati konyol. Dan justru di momen-momen kacau inilah kenangan terbaik tercipta: teriak-teriak di voice chat, saling memberi tahu arah lari, meminta backup, atau menyusun strategi dadakan di tengah kekacauan. Semua itu membentuk keseruan khas co-op horror yang intens, menegangkan, dan berpotensi bikin ketagihan.

3. Audio dan visualnya membuat saya terkesan

Screenshot Whisper Mountain Outbreak, diambil Fahrul Nurullah. (Dok. Toge Productions/Whisper Mountain Outbreak, Duniaku.com/Fahrul Nurullah)

Whisper Mountain Outbreak mengusung sudut pandang kamera isometrik dengan gaya visual pixel art yang khas. Meski tampil retro, penyajiannya mampu memancarkan atmosfer kelam dan tegang khas survival horror.

Desain karakternya dibuat dengan detail yang memikat, sementara tiap level diselimuti nuansa muram, berlumur darah, dan penuh bayangan yang langsung membangun rasa waspada sejak awal permainan. Jika memperhatikan lebih saksama, ada sentuhan unsur lokal yang disisipkan secara halus di elemen lingkungannya, sebuah detail kecil yang membuat dunia game terasa lebih otentik.

Di sisi audio, musik menjadi senjata utama untuk memperkuat pengalaman bermain. Saat serbuan monster dimulai, latar musik berubah drastis: iramanya menjadi lebih cepat, misterius, dan mengancam. Nada-nada ini memicu adrenalin, membuat pemain merasa seperti sedang diburu waktu — mendorong untuk terus bergerak, bertahan, dan berpikir cepat. Perpaduan ketegangan visual dan audio ini membuat setiap momen krusial terasa jauh lebih intens.

4. Tim kamu bisa menentukan apa kamu menikmati puzzlenya?

Whisper Mountain Outbreak. (dok. Toge Productions)

Ada satu hal yang saya rasakan jauh lebih menyenangkan saat bermain bersama grup teman reguler dibanding saat bermain dengan sesama media: keluwesan interaksi.

Bersama teman-teman yang sudah terbiasa melalui game seperti Valheim atau Phasmophobia, komunikasi kami sudah cair. Melempar usulan, bercanda di tengah misi, atau spontan berkoordinasi tanpa banyak bicara sudah menjadi kebiasaan. Dan hal ini terbukti sangat membantu ketika Whisper Mountain Outbreak mulai menyajikan puzzle yang cukup menantang.

Ya, WMO memang menghadirkan deretan puzzle dengan tingkat kesulitan bervariasi. Ada yang sederhana, seperti mini-game lockpicking yang mengingatkan pada mekanik di game-game tertentu. Tapi ada juga puzzle ala survival horror klasik, di mana kamu harus mencari dokumen, kartu ID, atau petunjuk relevan sebelum bisa memecahkannya.

Di sini, komunikasi jadi kunci. Misalnya, ada puzzle yang mengharuskan tim mengumpulkan tiga gemstone. Jika koordinasi buruk, bisa saja salah satu anggota sudah memegang satu gem sejak awal, tapi tidak bilang-bilang, dan tidak ada yang sadar. Akibatnya, waktu berharga terbuang sia-sia.

Ada pula momen di mana puzzle bisa diselesaikan jauh lebih cepat karena kerja sama yang efektif: satu orang fokus memecahkan puzzle, sementara yang lain membacakan instruksi yang ia temukan dari PC di area misi. Saat brankas terbuka dan hadiah di dalamnya terlihat, rasanya seperti menjadi tim elit yang baru saja membuka rahasia besar dengan presisi sempurna.

Namun, tidak semua puzzle terasa ramah untuk semua jenis tim. Beberapa cukup menuntut koordinasi tinggi, dan saya curiga jika kamu bermain dengan tim random yang enggan berkomunikasi, atau parahnya, semua sengaja mute, pengalaman ini bisa berubah jadi membingungkan dan bikin frustrasi.

5. Friend's Pass bisa membantu main sama teman

Screenshot Whisper Mountain Outbreak, diambil Fahrul Nurullah. (Dok. Toge Productions/Whisper Mountain Outbreak, Duniaku.com/Fahrul Nurullah)

Bagaimana kalau kamu ingin main Whisper Mountain Outbreak bersama grup teman, tapi tidak semua mampu membeli gamenya saat rilis Early Access pada 11 Agustus nanti?

WMO punya solusi menarik: Whisper Mountain Outbreak Friend’s Pass.

Friend’s Pass bisa diunduh secara gratis. Pemain yang mengunduhnya bisa mencoba demo single-player sekaligus ikut bermain multiplayer bersama seseorang yang memiliki versi penuh game ini.

Sistemnya sederhana: satu pemain yang punya full game dapat membagikan kode Room ke hingga tiga temannya yang sudah mengunduh Friend’s Pass. Begitu kodenya Room sesi dimasukkan, mereka langsung bisa ikut mabar!

Dengan begitu, hingga empat orang bisa bermain bersama, bahkan jika hanya satu orang saja yang membeli versi penuhnya.

Bukan cuma solusi yang ramah kantong, tapi juga cara cerdas untuk membuat pemain baru tergoda ikut mencoba keseruan WMO bareng teman-temannya.

6. Komentar teman saya

Whisper Mountain Outbreak. (dok. Toge Productions)

Dari grup teman main saya, ada dua orang yang berbagi opininya tentang Whisper Mountain Outbreak: Ivon dan Benard.

Ivon menilai keseruan WMO benar-benar terasa saat dimainkan co-op. Harus ada yang berjaga ketika pemain lain sedang memeriksa peta atau memecahkan puzzle, sehingga kerja sama tim menjadi kunci, apalagi saat menghadapi serbuan makhluk supernatural. Menurutnya, aspek audio juga patut diacungi jempol, bahkan ia menangkap detail suara yang familiar untuk telinga orang Indonesia, seperti cicak dan nyamuk, yang membuat atmosfer semakin hidup.

Namun, baik Ivon maupun Benard sama-sama menyoroti satu hal: stamina bar.

Ya, stamina di WMO sangat menentukan hidup-mati karakter kamu. Benard merasa, dalam kondisi saat ini, stamina bar masih punya kelemahan dalam penyajiannya.

“Stamina di game ini sangat penting, tapi entah kenapa susah banget nge-track stamina, terutama saat lagi diserbu horde, padahal saat itulah stamina management makin krusial. Setidaknya, perlu ada visual feedback yang lebih mudah dilihat untuk mencegah pemain kehabisan stamina tanpa sadar. Saat ini memang ada indikator berupa ‘keringat’ saat stamina habis, tapi mungkin efek itu bisa dipakai juga untuk menandakan ‘low stamina’. Selain itu, mengubah warna bar ketika stamina tinggal sedikit juga bisa membantu membuat kondisinya lebih terlihat.”

Masukan ini menurut saya cukup masuk akal, apalagi mengingat intensnya situasi saat bermain. Sedikit perbaikan visual bisa membuat perbedaan besar antara berhasil kabur… atau jadi santapan zombie.

7. Kesimpulan saat ini

(Dok. Toge Productions/Whisper Mountain Outbreak)

Dari sesi hands-on ini, baik yang di kantor Toge maupun yang saya lakukan di rumah, saya bisa bilang bahwa Whisper Mountain Outbreak punya potensi besar menjadi game co-op yang seru, tegang, sekaligus “rusuh” saat dimainkan ramai-ramai. Menghadapi serbuan zombie dan monster bersama teman, dengan amunisi dan penyembuh terbatas, serta senjata yang harus ditemukan di tengah misi, menciptakan sensasi yang memacu adrenalin.

Namun, seperti halnya banyak game multiplayer, kualitas pengalaman sangat bergantung pada tim yang kamu dapatkan. Untuk urusan memecahkan puzzle atau menjaga koordinasi, bermain dengan teman-teman yang sudah terbiasa main bareng jelas lebih menyenangkan, entah itu melawan gelombang makhluk supernatural atau memecahkan puzzle di tengah tekanan.

Sebaliknya, jika terjebak di tim acak yang komunikasinya berantakan, sesi permainan bisa saja berubah jadi mimpi buruk yang membuat semua orang kesal.

Di sinilah fitur Friend’s Pass menjadi penyelamat. Menjelang rilis Early Access, fitur ini memungkinkan hingga empat orang bermain bersama meski hanya satu yang membeli full game. Tiga pemain lainnya cukup mengunduh Friend’s Pass secara gratis untuk ikut mabar. Solusi cerdas yang membuat kamu bisa tetap bermain dengan orang-orang yang kamu percaya, tanpa harus memaksa semua orang beli gamenya dulu.

Kalau menurutmu, apakah WMO ini bakal jadi kejutan besar game co-op berikutnya?

Tulis pendapatmu di kolom komentar!

Editorial Team