SIREN atau FORBIDDEN SIREN adalah seri game horor yang kurang populer, namun sebenarnya sangat menarik dan seru untuk dimainkan! Penasaran 'kan? Yuk simak pembahasannya di artikel spesial ini!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Siren memang bukan seri permainan horor sintasan yang populer di kalangan gamer, namun ia memiliki banyak segudang faktor yang membuatnya layak dikenang dan ditinjau ulang oleh penggemar genre ini. Jujur saja, horor adalah genre yang paling universal dan digemari oleh hampir semua kalangan. Film-film horor microbudget seperti seri Insidious, The Purge, atau The Conjuring selalu menuai keuntungan berlipat-lipat dari biaya produksinya. Serial-serial televisi seperti Stranger Things dan American Horror Story memiliki fandom yang sangat setia dan selalu dinanti musim terbarunya. Buku-buku karya Stephen King selalu laris manis di pasaran, dan kicauan pengguna Twitter yang menceritakan pengalaman horor pribadinya yang berutas-utas panjangnya selalu laris di-retweet oleh sesama pengguna situs media sosial tersebut. Ada banyak faktor kenapa orang-orang menyukai genre ini, entah karena memang senang ditakut-takuti oleh sensasi ngeri-ngeri sedapnya, ingin berolahraga jantung tanpa harus berlari jauh-jauh, atau hanya sekedar modus ingin dipeluk oleh gebetan/pacar ketika adegan jumpscare muncul, ha! Sejumlah pengembang video game ternama juga tak ingin kalah dengan menciptakan pengalaman-pengalaman horor interaktif lewat permainan-permainan survival horror (horor sintasan) ciptaan mereka yang akan meletakkan pemain di dalam kondisi mengerikan, seperti harus bertahan hidup dari kejaran monster/zombi/makhluk halus dengan persenjataan dan pencahayaan yang minim, rentetan teka-teki yang memaksa pemain untuk memutar otak, atau menghadapi ngerinya skema kontrol dan kamera yang luar biasa buruk (Uhuk, Silent Hill 4, uhuk.). Seri game horor sendiri sudah ada cukup banyak variasinya, seperti Resident Evil yang menghadirkan zombi-zombi dan mutan-mutan menjijikkan sebagai lawan utama dari pemain, Silent Hill yang lebih berfokus pada atmosfer dan teror horor psikologi, dan Fatal Frame dengan mekanisme combat menariknya yang mengharuskan pemain untuk memotret para makhluk halus jahat dekat-dekat untuk bisa dikalahkan/diusir. Ada juga duologi The Evil Within yang menggabungkan elemen aksi dan kustomisasi senjata yang luas dari Resident Evil dengan teror horor psikologi dari Silent Hill, dibalut dalam sebuah pengalaman horor interaktif yang berbasis stealth ala Metal Gear Solid, di mana pemain harus lebih banyak bersembunyi ketimbang menghadapi langsung para musuh sambil menunggu kesempatan yang tepat untuk menghabisi mereka. Namun, sebelum The Evil Within lebih dikenal elemen stealth-nya, ada satu seri game horor dari era keemasan konsol Playstation 2 berjudul Siren (atau Forbidden Siren di Eropa) yang sudah terlebih dahulu menggabungkan konsep horor psikologi dari Silent Hill dengan gameplay berbasis stealth, yang meskipun berakhir kurang sukses dan tak bisa sepopuler pendahulunya, masih tetap memiliki segudang keunikan yang membuatnya layak untuk dimainkan dan dikaji ulang oleh penggemar dari genre ini. Penasaran 'kan? Yuk kita simak terlebih dahulu sejarah dari serial Siren ini! "Adik"-nya Seri Silent Hill? Ide pengembangan Siren merupakan buah pikiran dari Keiichiro Toyama, yang tak lain merupakan kreator dari game horor sukses Silent Hill (1999) untuk konsol Playstation yang ia kembangkan bersama rekan-rekannya dalam tim produksi Team Silent. Di tahun yang sama Toyama memutuskan untuk keluar dari Konami dan bergabung dengan Sony Interactive Entertainment (SIE) Japan Studio untuk mencari suasana dan ide baru untuk mengembangkan game di konsol Playstation 2 yang pada saat itu masih berada dalam pengembangan. Merasa masih belum puas menakut-nakuti pemain dengan Silent Hill, Toyama kemudian mengembangkan konsep sebuah game horor ketimbang kekerasan ekstrim di Resident Evil, namun dengan citarasa khas film-film horor Jepang pada saat itu seperti Ringu dan Ju-On. Hasil dari tukar pikiran tersebut adalah Siren, sebuah game horor yang Toyama kembangkan bersama tim yang diberi nama Project Siren, dengan beberapa staf kuncinya merupakan sesama alumni Toyama dari Team Silent di Konami. Lucunya, nama Project Siren ini merupakan kebalikan dari Team Silent, di mana "silent" adalah sesuatu yang bersifat sunyi dan "siren" adalah sesuatu yang bersifat nyaring.
Kisah Siren ini seperti apa sih? Simak pembahasannya di halaman kedua!
Bertahan Hidup dari Teror Supranatural Siren terdiri dari tiga buah entri, dua untuk Playstation 2 dan satu untuk Playstation 3.
Siren (2003) yang pertama mengisahkan tentang sebuah desa kecil di Jepang yang bernama Hanuda. Pemain akan mengendalikan sekitar
sepuluh karakter yang terperangkap di dalam desa terkutuk ini ketika sebuah gempa bumi dan sirene misterius mengakibatkan seisi desa dan penduduknya terlempar ke dimensi lain, di mana alih-alih dikelilingi oleh hutan dan tebing, desa ini malah dikelilingi oleh lautan darah tak berujung dengan satu-satunya akses keluar dari desa terputus.
Siren 2 (2005)
mengisahkan tentang sejumlah tokoh bernasib malang yang terdampar di pulau misterius bernama Yamijima, di mana 29 tahun sebelumnya terjadi insiden aneh yaitu hilangnya seluruh penghuni pulau kala sebuah pemadaman listrik terjadi akibat terpotongnya kabel listrik di bawah laut.
Siren: Blood Curse (2008) untuk Playstation 3 merupakan
reboot/
remake dari
Siren pertama, namun dengan perubahan drastis di mana alih-alih menghadirkan tokoh orang Jepang,
Blood Curse mengisahkan tentang sekumpulan reporter asal Amerika yang terperangkap di dalam desa Hanuda kala mereka tengah meliput ritual tumbal manusia. Kenapa Amerika? Menurut Toyama, konsep ini merupakan tribut untuk
remake film-film J-Horror klasik oleh Hollywood, seperti dari
Ringu ke
The Ring, atau
Ju-On ke
The Grudge. Hmm, kreatif juga, ya?
Tak seperti
Resident Evil, tokoh-tokoh yang kamu mainkan di sini bukanlah mereka yang berpengalaman di kondisi genting seperti polisi, tentara, atau agen m̶i̶n̶y̶a̶k̶ ̶t̶a̶n̶a̶h̶ rahasia. Melainkan kamu akan mengendalikan orang-orang biasa yang terperangkap di dalam situasi luar biasa, seperti murid sekolah, dokter, reporter, guru, dan sebagainya. Aspek ini yang membuat
Siren terasa sangat otentik, kamu akan merasa terhubung dengan tokoh-tokohnya karena mereka sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Kisah dalam tiga
game ini diceritakan dalam format
non-linear dengan tokoh yang bervariasi (Seperti di film
Ju-On), bisa jadi mereka akan bertemu dan berjuang bersama, namun bisa jugaada yang terus berjuang sendiri-sendiri untuk melarikan diri dari neraka
Siren. Satu hal yang pasti, tidak semua karakter akan bertahan hidup hingga akhir, dan untuk mengetahui nasib para tokohnya maka kamu harus memainkannya hingga tamat. Di dua entri pertama, kronologi kisah perjuangan bertahan hidup dari teror ini bisa kalian lihat di "Link Navigator" (Bisa kalian lihat di atas) yang bisa kalian akses kapan saja, baik setelah menyelesaikan satu misi atau dari menu
pause. Secara visual, "Link Navigator" ini tampak seperti sebuah
file Microsoft Excel, bukan?
Hehe. Untuk kotak berwarna hijau adalah
event movie atau
cutscene, sedangkan berwarna biru adalah
stage yang bisa kamu mainkan. Khusus di dua entri pertama, tiap
stage memiliki dua
mission objective, misi pertama biasanya bisa otomatis kamu mainkan, sedangkan untuk misi kedua butuh syarat-syarat tertentu untuk bisa dimainkan. Tindakan-tindakan sederhana yang kamu lakukan di satu
stage dengan karakter "A" -entah hanya sekedar membuka pintu yang terkunci atau mematikan lampu- bisa jadi merupakan kunci untuk membuka
mission objective kedua untuk
stage lain dengan karakter "B", seperti sebuah efek kupu-kupu. "Link Navigator" ini dihilangkan di
Blood Curse, sebagai gantinya kamu diberi pilihan episode seperti kamu sedang ingin menonton satu episode serial favoritmu di Netflix. Selain kronologinya
jauh lebih linear, tiap
stage hanya memiliki satu
mission objective sehingga alur kisahnya jauh lebih sederhana dan temponya bergerak lebih cepat.
Di ketiga
game ini, pemain tak hanya harus mencari jalan keluar dari desa/pulau terkutuk yang bersangkutan, namun juga harus berhadapan dengan Shibito; sekumpulan mayat hidup yang
JAUH lebih cerdas dari zombi yang siap membunuhmu dan merubahmu menjadi Shibito. Sialnya, Shibito tidak hanya cerdas, namun mereka juga
tidak bisa mati. Dalam kata lain, kemampuan bertarung yang sudah pemain kuasai di
game horor lain seperti
Resident Evil tak ada gunanya, melainkan kalian harus memutar otak dengan memanfaatkan kemampuan
stealth untuk mengelabui dan melarikan diri dari mereka.
Siren dikenal dengan tingkat kesulitannya yang sangat tinggi. Sesulit apa sih? Simak lanjutannya nanti di Bagian 2 artikel ini! Gimana tanggapan kamu mengenai bagian pertama pembahasan
Siren ini? Sampaikan di kolom komentar!