TUTUP

The Evil Within Membuatmu Berpikir Seribu Kali Ketika Mau Menembak!

Ya, horor di game ini lebih terasa dari minimnya amunisi saja!

Alien: Isolation (baca: Halloween Tahun Ini Tidak Sepenuhnya Milik Boneka Horor Annabelle) sempat menipu banyak gamer yang mengira game tersebut sama seperti prekuelnya, yang terfokus pada gameplay action. Pada kenyataannya game tersebut layak disebut sebuah horor dengan setting luar angkasa. Dan karena momennya pas, kemarin kita mendapatkan game yang mengaku ingin mendefinisikan kembali sebutan survival-horror, yaitu The Evil Within (Psycho Break di Jepang) yang dirilis untuk PS4, PS3, XOne, X360 serta PC. Nama Shinji Mikami (bapaknya serial Resident Evil) yang menjadi sutradaranya sudah cukup menjadi jaminan jika game ini akan sama menakutkannya dengan seri awal Resident Evil, yang memang benar murni sebuah survival-horror. The Evil Within bercerita tentang Sebastian Castellanos yang sedang menyelidiki kasus pembunuhan masal. Saat penyelidikan, Sebastian mendapati sebuah kekuatan misterius dibalik pembunuhan tersebut. Saat dia menyaksikan teman-teman polisinya dibunuh satu per satu, seseorang menyerangnya dan membuatnya tidak sadarkan diri. Saat terbangun, Sebastian mendapati dirinya berada di dunia yang penuh dengan monster-monster mengerikan. Nah, tugasmu disini adalah bermain sebagai Sebastian dan berusaha untuk keluar dari dunia lain itu hidup-hidup sambil memecahkan misteri yang ada. Berbeda dengan Resident Evil yang sarat akan fiksi ilmiah, The Evil Within akan lebih fokus ke horor supernatural dan psikologis layaknya Silent Hill dan Clock Tower, atau setidaknya menggabungkan unsur gameplay Resident Evil 4 dengan Silent Hill. Ya, Resident Evil 4, yang memang sudah mulai dipengaruhi aspek action, dan mulai mengurangi nuansa horornya (gerak-gerik musuh, dan sudut pandang permainan over-the-shoulder), sepertinya Mikami juga banyak mengambil elemen gameplay dari game tersebut. Dan pada kenyataannya, memainkan game ini kalian memang tidak menemukan nuansa kengerian dan mencekam yang sama, seperti misalnya, Alien: Isolation. Setidaknya, kami masih berani berjalan, meskipun mengendap-endap, dan meskipun sulit, dengan cheat yang kami post di artikel sebelumnya (baca: Ingin Peluru Tak Terbatas di The Evil Within? Ini Kode Cheat-nya!), The Evil Within seakan berubah menjadi tipikal game action lainnya. Musuhnya masih bisa mudah dibantai kok... asal ada banyak peluru! Namun game ini memang mengembalikan definisi survival-horror yang sesungguhnya. Oleh karena itu, jangan harap kamu akan menemukan senjata berat yang bisa memberondong musuh dengan tembakan bertubi-tubi. Kamu bisa menggunakan berbagai senjata seperti pistol, pisau, kapak, panah dan senjata lainnya, tapi jangan harap kamu akan terlihat hebat, karena The Evil Within akan benar-benar membuatmu terlihat lemah. Kemampuanmu dalam bertahan hidup akan benar-benar diuji dalam game ini. Ada saat dimana kamu harus menghemat peluru, mengendap-endap dibelakang musuh, memasang perangkap, berlari dan bersembunyi. Monster-monster yang muncul dalam The Evil Within ini beragam, mereka disebut sebagai The Haunted, yang sayangnya, tidak jelas darimana mereka berasal, hanya disebutkan sebagai wujud jiwa-jiwa yang kejam dan tidak segan membunuh tanpa ampun. Mulai dari semacam zombie, makhluk berkepala lemari besi yang membawa gergaji, raksasa, hingga monster wanita dengan tubuh penuh darah yang memiliki banyak tangan (unsur gore yang cukup banyak sepertinya juga diambil Mikami dari Shadows of the Damned, game yang dikembangkan Mikami bersama Suda51). Tidak hanya memiliki wujud yang seram, tetapi monster-monster tersebut benar-benar memainkan peran mereka dengan baik. Mereka bersatu padu secara apik dengan gameplay sehingga dapat membuat jantung kita berdegup kencang. Seperti saat Sebastian yang diserang oleh monster bertopeng menggunakan chainsaw di kakinya -- jangan tanya ya, dimana bisa temukan makhluk bertopeng dengan gergaji dalam referensi horor lainnya. Sebastian pun harus melarikan diri dari monster tersebut dengan kaki yang pincang. Semua itu semakin terasa menegangkan berkat efek suaranya yang mencekam dan lingkungan sekitar yang memiliki pencahayaan yang terbatas, ditambah setting yang memang jelas menggambarkan sebuah mimpi buruk --  lengkap dengan sentuhan estetis seperti jebakan (kawat, peledak atau gas beracun) dinding yang bergerak, atau lantai yang penuh lumuran darah (ya ya, semua itu tidak asing dari sebuah Silent Hill). Dan berhubungan dengan lingkungan setting game ini adalah bagaimana sudut pandangnya dibuat agar menambah ketegangan bagi para pemainnya. Seperti The Last of Us, dimana unsur survival-nya menuntut kalian lebih baik menghindari musuhnya saja, The Evil Within juga bergantung pada pengambilan sudut kamera yang interaktif untuk memicu ketegangan. Susah dikendalikan, karena memang terpaku pada karakter, membuat lingkungan sekitar terasa penuh sesak, serta musuh, sedekat apa pun dengan karakter kalian, juga susah untuk dilihat jelas posisinya (ya, itu yang membuat game ini makin susah, namun tidak menakutkan!). Musuh tersebut memang sukses beberapa kali memberi momen yang ngeri, namun tidak sampai membuat kami takut untuk kembali bergerak. Yang disayangkan, mungkin Mikami tidak ingin game ini terlihat sangat action seperti Resident Evil 4, dan memang kontrolnya terasa agak lambat, seperti ada jeda dari tekanan tombol dan aksi pada layar, sehingga membuat kalian susah dalam menghasilkan damage, entah dengan tembakan atau serangan melee. Sebastian pun juga dengan mudahnya kehabisan nafas ketika dipaksa berlari, dan itu satu hal yang tidak mau kalian temui, apalagi ketika di sekitarnya banyak musuh mendekat. Ditambah lagi tidak ada petunjuk yang bisa membantu kita, setidaknya bagaimana mengalahkan suatu monster, karena tidak semua musuh dalam The Evil Within ini bisa dibunuh. Karena itulah, sering tewas dan mencoba lagi sudah biasa dalam game ini (toh, ini game survival bukan?). Apalagi ketika berhadapan dengan boss, seperti monster berbadan besar dengan kotak di kepalanya (Boxman), yang tantangannya lebih berat dari musuh biasa, dan kalian akan mendapat rasa puas yang sama seperti ketika memainkan Dark Souls jika berhasil mengalahkan mereka. Boss lain wujudnya bervariasi (dari wanita laba-laba / bertangan banyak, sampai anjing mutan raksasa), serta pertarungan juga bisa menjadi lebih sulit ketika diselingi puzzle yang melibatkan interaksi dengan obyek di sekitar pertarungan yang menjadi kunci untuk mengalahkan mereka. Selama campaign, kalian bisa mengakses senjata seperti handgun, shotgun, sniper rifle, dan grenade. Paling unik Agony Crossbow, yang dilengkapi beragam tipe anak panah, seperti Freeze, Explosive, Shock, Flash dan Harpoon Bolts. Amunisinya bisa ditemukan di lingkungan sekitar, atau dibuat sendiri menggunakan part yang terkumpul dari hasil melucuti jebakan musuh. Efek anak panahnya menjadi kunci memenangkan pertarungan, terutama ketika melawan boss. Amunisinya memang minim (apalagi dibandingkan banyak game survival-horror lainnya), namun di chapter awal kalian dengan mudah menghindari pertarungan. Hanya saja makin jauh permainan, The Evil Within akan memaksa kalian bertarung jika ingin lanjut. Ada dua mode yang bisa kalian mainkan, Casual dan Survival (dengan Nightmare serta Akumu terbuka setelah menyelesaikan permainan). Survival memberi tantangan lebih, karena musuh butuh beberapa kali ditembak sampai mereka terbunuh, dan serangan mereka pada Sebastian memberi damage lebih besar. Kami sendiri menyerah, dan memutuskan kembali ke Casual saja agar bisa meneruskan permainan. Setidaknya Mikami masih ingin membantu kita dengan memberikan sebuah indikator berbentuk mata di sisi atas layar. Mata tersebut menandakan jika Sebastian berada dekat dengan musuh. Jika matanya tertutup, maka dia tidak terdeteksi. Jika terbuka, dan kalian tidak ingin bertarung, segeralah bersembunyi untuk menghindar sebelum mereka benar-benar menyerangmu -- meskipun sayangnya, seperti yang kami tuliskan sebelumnya, tidak semua musuh bisa dihindari dengan sekadar main petak-umpet. Game ini benar-benar mendefinisikan kembali genre survival-horror. Jika Resident Evil 4 boleh kita sebuah action-horror, maka The Evil Within lebih cocok menjadi entertainment-horror, karena lebih terfokus pada unsur survival (mati lagi, coba lagi, lawan musuh yang begitu sulit dan tidak tahu bagaimana mengalahkannya), dibandingkan unsur horornya. Perasaan tegang justru datang ketika kehabisan amunisi, dan ada serombongan makhluk haus darah yang menunggu di ujung ruangan. Kalian juga bisa membaca impresi The Evil Within ini melalui media lainnya. Berikut reviews Round-up untuk game tersebut:

  • Famitsu 35/40
  • IGN 8.7/10
  • Polygon 6.5/10
  • Videogamer 8/10
  • Joystiq 2.5/5
  • CVG 8/10
  • Shacknews 6/10
  • GamesRadar 3.5/5
  • Gamign Nexus 8/10 
  • The Escapist 3/5 
  • OXM 8/10 
  • TheSixAxis 8/10 
  • GameTrailers 9/10 
  • Push Aquare 7/10
  • AusGamers 10/10 
  • Hardcore Gamer 4/5 
  • Readers Gambit 8/10 
  • Gaming Trend 70/100 
  • Trusted Reviews 6/10
  • Playstation Lifestyle 8/10 
  • God is a Geek 8/10 
  • NewGameNetwork 72/100 
  • Impulsegamer 4.4/5 
  • ThisGenGaming 8/10
  • Moviepilot 8.5/10 
  • Pocket Lint 4/5 
  • Gamers Temple 96/100 
  • Metaleater 9/10 
  • GameZone 8/10 
  • We The Nerdy 8/10
  • ZTGD 8.5/10 
  • Cheat Code Central 4/5 
  • MMGN 8.5/10 
  • Stevivor 9/10 
  • BioGamer Girl 9.5/10 
  • Expert Reviews 4/5
  • Entertainment Buddha 86/100 
  • Metro 6/10 
  • IB Times 9/10 
  • Financial Post 8.5/10 
  • The Telegraph 4/5 
  • Dailystar 4/5

The Evil Within - Launch Trailer

The Evil Within - The World Within

The Evil Within - Fight for LifeThe Evil Within - Every Last Bullet