Kisah Almut (Florence Pugh), seorang koki ambisius, dan Tobias (Andrew Garfield), pria sederhana penjual Weetabix, dimulai dengan cara yang tidak biasa – pertemuan tak sengaja saat Almut menabraknya dengan mobil. Dari awal hingga akhir, hubungan mereka dibangun di atas momen-momen kecil yang nyata, mulai dari obrolan santai hingga keputusan penting tentang masa depan.
Penampilan Pugh dan Garfield begitu meyakinkan, menggambarkan pasangan yang tidak hanya saling mencintai, tetapi juga saling melengkapi. Dengan dialog yang tenang tanpa melodrama berlebihan, kisah ini menyelimuti penonton dengan kehangatan, layaknya selimut yang menenangkan. We Live in Time mengingatkan bahwa cinta sejati sering kali terlihat dalam hal-hal sederhana, bukan dalam gestur besar yang dramatis.
Keindahan hubungan mereka semakin kuat lewat penggambaran keintiman yang tidak berlebihan. Stuart Bentley, sebagai sinematografer, menampilkan adegan-adegan mesra dengan sentuhan artistik yang memperlihatkan tubuh sebagai subjek, bukan objek. Salah satu momen paling menyentuh adalah ketika mereka berbagi bak mandi bersama, menunjukkan kenyamanan emosional dan fisik yang mendalam.