Jujur saja, saat pertama kali menyaksikan
How the Grinch Stole Christmas!
, kami belum pernah membaca buku-buku garapan Dr. Seuss. Hasilnya kami menerima mentah-mentah begitu saja film konyol serba tanggung tersebut. Mata kami baru benar-benar terbuka dengan karya-karya Dr. Seuss ketika Fox membuat animasi 3D untuk
Hortons Hears a Who!
(2008).

Pada akhirnya, kami jadi paham betul dengan cara Dr. Seuss bercerita, yang biasanya dipenuhi dengan pandangannya terhadap politik dan ekonomi. Dari situ kami kembali menjelajah berbagai karya Dr. Seuss hingga akhirnya tiba ke film
How the Grinch Stole Christmas!
. Dari situ kami sadar betapa gilanya film tersebut dalam urusan melepaskan pakem bertutur Dr. Seuss. Kemungkinan besar semua itu terjadi karena film tersebut ingin memaksimalkan gaya berkomedi Jim Carrey.
Di
The Grinch
, Scott Mosier dan Yarrow Cheney berusaha menggunakan pakem asli yang hadir di buku
How the Grinch Stole Christmas!
, lengkap dengan narasi dan hubungan manusiawi antara Grinch dan penduduk Whoville. Hasilnya film ini tampil dengan banyak muatan positif dan pesan moral. Mungkin terdengar
chessy
, tapi memang buku-buku Dr. Seuss selalu dipenuhi dengan pesan-pesan moral yang baik.

Penuh dengan pesan moral bukan berarti film
The Grinch
hadir seperti buku PPKN yang membosankan. Justru
The Grinch
tetap memiliki sisi hiburan dan komedi yang lucu dan menggemaskan. Kamu akan tetap terhibur saat menyaksikan berbagai interaksi konyol, terutama saat Grinch berinteraksi dengan Max.