Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Duniaku lainnya di IDN App
Poster The Long Walk featured.jpg
Poster The Long Walk. (Dok. Lionsgate/The Long Walk)

Intinya sih...

  • Sinopsis: Sejumlah remaja berkompetisi dalam kontes "The Long Walk" yang brutal, harus mempertahankan kecepatan berjalan atau ditembak.

  • Kekuatan utama film: Karakternya. Aktor tampil luar biasa, membuat penonton peduli pada tiap Walker meski endingnya berbeda dari novel.

  • Disajikan dengan visual, sinematografi, dan musik yang memikat. Film menampilkan lanskap Amerika yang indah tapi sunyi dengan kekerasan yang tepat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

GENRE: Thriller

ACTORS: Cooper Hoffman, David Jonsson, Garrett Wareing

DIRECTOR: Francis Lawrence

RELEASE DATE: 10 September 2025

RATING: 5/5

Pernah ada masa ketika saya benar-benar terobsesi dengan fiksi bergaya survival game. Semua itu berawal dari terpikatnya saya pada film Jepang klasik, Battle Royale.

Di periode itu pula saya menemukan The Long Walk di rak Periplus bandara, sebuah novel yang ditulis Stephen King dengan nama samaran Richard Bachman. Sejak halaman pertama, saya langsung jatuh hati.

Secara format lomba, The Long Walk memang jauh dari gegap gempita Hunger Games atau bahkan Battle Royale. Para peserta tidak diberi senjata untuk saling bunuh, mereka hanya dipaksa berjalan tanpa henti. Tapi di tangan King, premis sederhana itu berubah menjadi kisah yang memikat sekaligus menyakitkan.

Sebagai penggemar berat bukunya, wajar kalau saya membawa ekspektasi selangit ke dalam adaptasi film ini. Bahkan, satu kesalahan kecil saja rasanya bisa cukup untuk membuat saya jengkel.

Namun hasilnya justru di luar dugaan: saya jatuh cinta lagi. Film ini saya beri nilai penuh, 5 dari 5 bintang.

Kenapa sampai segitunya? Simak ulasan saya berikut ini.

1. Sinopsis

The Long Walk (dok. Lionsgate/The Long Walk)

Sekelompok remaja berkompetisi dalam kontes tahunan yang dikenal sebagai "The Long Walk," mereka harus mempertahankan kecepatan berjalan selama waktu tertentu, jika tidak mereka akan ditembak. Seberapa jauh mereka bisa melangkah?

2. Kekuatan utama film The Long Walk? Karakternya

The Long Walk (dok. Lionsgate/The Long Walk)

Sejak layar credits bergulir, di perjalanan pulang, hingga saat saya berbaring hendak tidur, bahkan ketika akhirnya duduk menulis review ini, saya terus memikirkan satu hal:

Bagaimana mungkin saya, seorang purist yang biasanya ingin adaptasi semirip mungkin dengan novel, bisa begitu menyukai The Long Walk meski film ini mengambil perbedaan signifikan di beberapa bagian krusialnya?

Jawabannya ternyata sederhana: karakternya.

Cooper Hoffman (Ray Garraty), David Jonsson (Peter McVries), dan jajaran aktor lain yang memerankan para Walker tampil luar biasa. Mereka tidak digambarkan sebagai sosok badass, bukan pula karikatur over-the-top. Justru mereka terasa natural, manusiawi, dan benar-benar seperti sekelompok anak muda yang terjebak dalam sebuah permainan kejam.

Interaksi mereka ringan, dialog mereka mengalir alami, hingga rasanya seperti menyaksikan obrolan biasa yang perlahan berubah menjadi ikatan persahabatan di tengah neraka panjang bernama The Long Walk.

Hasilnya, saya dengan mudah peduli pada tiap Walker, meski sebagai pembaca novel saya sudah tahu bagaimana nasib sebagian besar dari mereka. Bahkan tokoh seperti Stebbins (saingan terberat Garraty di novel) dan Barkovitch (sosok yang di novel begitu menyebalkan) di film mendapatkan penyajian karakter yang memikat, membuat mereka lebih dari sekadar peran pendukung.

Pada akhirnya, karena saya sudah begitu jatuh hati pada karakter-karakternya, semua perubahan (termasuk ending yang berbeda) bisa saya terima. Saya tidak lagi sibuk membandingkan kesetiaan pada novel, karena yang benar-benar penting adalah bagaimana film ini membuat saya peduli.

3. Bahkan dengan semua perbedaannya, ini tetap "The Long Walk"

adegan dalam film The Long Walk. (dok. Lionsgate/The Long Walk)

Film adaptasi karya Stephen King memang punya reputasi unik. Tidak jarang hasil akhirnya terasa “asing” bagi pembaca novelnya.

Contoh paling ekstrem tentu saja The Shining. Film arahan Stanley Kubrick itu kini dikenang sebagai salah satu film horor terbaik sepanjang masa, tetapi bagi King sendiri, tone dan jiwa ceritanya dianggap melenceng jauh dari yang ia bayangkan. Kasus lain lebih menyedihkan: beberapa adaptasi justru kehilangan arah, tidak setia pada novel, tapi juga gagal menemukan pesona baru. Hasilnya, bukannya jadi karya klasik seperti The Shining, melainkan sekadar film adaptasi yang hambar dan terlupakan.

Dengan latar belakang itu, wajar kalau saya awalnya penasaran tapi juga ragu. Apakah The Long Walk bakal bagus?

The Long Walk versi film memang melakukan sejumlah perubahan signifikan (jumlah kontestan yang diringkas jadi 50 bukan 100, karakter seperti Scramm tidak masuk bahkan ending yang tidak sama). Namun setelah menontonnya, dan lebih penting lagi setelah saya merenungkannya, saya sampai pada satu kesimpulan: bahwa esensi novel King tetap hidup di dalamnya.

Rasa yang saya temukan saat pertama kali membaca The Long Walk, yaitu perjalanan panjang yang melelahkan, kebersamaan yang rapuh, ikatan yang lahir di tengah penderitaan, serta pertanyaan eksistensial tentang harga hidup dan kematian, semua itu masih sangat terasa. Beda medium, beda detail, tapi denyut nadinya sama.

Bagi saya, itulah yang membuat adaptasi ini berhasil. Ia tidak sekadar “mengutip” cerita King, melainkan memahami roh di baliknya. Dan roh itulah yang membuat film ini, meski berbeda di permukaan, tetap The Long Walk.

4. Disajikan dengan visual, sinematografi, dan musik yang memikat

Cuplikan Trailer The Long Walk (dok. Lionsgate Films/The Long Walk)

Kekuatan utama The Long Walk memang ada pada karakternya dan bagaimana film ini setia menangkap esensi novel. Dan semua itu kemudian dibungkus dengan presentasi visual, sinematografi, dan musik yang benar-benar memikat.

Dalam aturan kontes, penonton dilarang merubung para walker hingga hanya tersisa dua orang. Satu-satunya yang boleh menyaksikan mereka tanpa konsekuensi adalah penduduk lokal yang kebetulan dilewati jalur Walk. Karena itu, mayoritas film didominasi oleh tiga elemen: para pejalan kaki, para tentara yang mengawasi mereka dengan dingin dan brutal, serta sesekali wajah-wajah penduduk yang hanya menjadi saksi yang awamnya memandang bisu.

Lewat pendekatan ini, film menampilkan banyak lanskap Amerika yang indah tapi sunyi, dengan jejak kehancuran dan kematian yang samar-samar menjadi petunjuk bawah negeri ini memang di bawah rezim otoriter. Kontrasnya begitu kuat: keindahan panorama alam berpadu dengan horor perlahan yang menimpa para peserta Long Walk.

Menariknya, film ini tahu persis kapan harus menampilkan kekerasan secara gamblang dan kapan harus menahannya. Ada adegan di mana seorang walker ditembak di kepala dari jarak dekat. Brutal, tanpa kompromi. Namun ada pula momen yang jauh lebih subtil: kamera hanya fokus pada Garraty dan McVries di depan, sementara di latar belakang, samar-samar, siluet seorang walker jatuh setelah eksekusi. Pendekatan ini membuat kematian terasa lebih menghantui karena hadir dalam berbagai bentuk, baik yang eksplisit maupun implisit.

Musiknya pun bekerja dengan sangat efektif. Beberapa momen diperkuat dengan BGM yang melankolis, memperkuat epedihan, dan kehilangan yang dialami para karakter.

Hasilnya adalah kemasan yang nyaris sempurna. The Long Walk bukan hanya kuat dari sisi cerita dan karakter, tetapi juga tahu bagaimana cara menyampaikannya secara visual dan emosional kepada penonton.

5. Kekerasan, aspek yang memperkuat film tapi juga harus diwaspadai penonton

The Long Walk (dok. Lionsgate Films/The Long Walk)

Sekarang izinkan saya membahas aspek kekerasan di film ini.

Apakah The Long Walk film brutal? Oh ya. Mulai dari ditembak di kepala atau di tubuh, atau bahkan kaki terlindas kendaraan baja, detailnya disajikan dengan "cukup."

Dalam artian efeknya tidak tersaji lebay, namun tetap realistis.

Film ini bukan tipikal tontonan yang membanjiri penonton dengan kekerasan berlebihan dan komikal di setiap menitnya, seperti Hellboy (2019) misalnya. Sebaliknya, The Long Walk memilih jalur yang lebih bijak: menampilkan kekerasan secukupnya, namun dengan realisme dan timing yang tepat sehingga efeknya terasa jauh lebih menghantui.

Yang membuatnya semakin berat adalah ketika kematian menimpa walker yang sudah kita kenal baik. Tokoh-tokoh yang sebelumnya banyak berbagi dialog alami dengan Garraty, yang sudah sempat membuat kita peduli. Saat mereka akhirnya dieksekusi, rasa kehilangan itu bukan hanya visual, tapi juga mental. Penonton ikut merasakan betapa kejamnya sistem ini.

Tak hanya itu, film ini juga tidak menutup mata dari penderitaan biologis para peserta. Karena aturan melarang mereka berhenti atau melambat di bawah batas, hal-hal yang biasanya dianggap remeh, seperti buang air kecil dan besar, harus dilakukan sambil tetap berjalan. Ada satu adegan yang memperlihatkan seorang walker mengalami diare, dan efeknya ditampilkan secara cukup jelas untuk membuat penonton merasa tidak nyaman.

Semua elemen ini memperkuat nuansa film, tapi jelas sekali: The Long Walk bukan tontonan yang ramah bagi mereka yang mudah jijik atau gampang ngeri. Ini adalah film yang sengaja menyiksa batin penonton, sama seperti kontesnya menyiksa para walker.

6. Semua yang saya harapkan dari adaptasi novel The Long Walk tersaji sempurna di film ini

novel The Long Walk (simonandschuster.com)

Kesimpulannya? Saya memberi The Long Walk nilai 5 dari 5 bintang.

Film ini berhasil melakukan sesuatu yang jarang: menangkap esensi novel Stephen King dengan presisi sekaligus memberi nafas baru lewat visual yang memukau, sinematografi yang menawan, dan musik yang menguatkan emosi setiap langkah para Walker.

Bahkan pengubahan-pengubahan di cerita bisa tersaji begitu mulus dan tidak memancing protes dari pembaca novel dengan tendensi purist seperti saya .

Semua elemen ini berpadu untuk menciptakan pengalaman menonton yang intens, mengharukan, sekaligus menegangkan.

Hasilnya, The Long Walk bukan sekadar adaptasi yang berhasil; judul yang satu ini menjadi salah satu film paling berkesan bagi saya di 2025. Dari karakterisasi yang memikat hingga eksekusi visual dan atmosfer yang menegangkan, film ini meninggalkan jejak yang sulit dilupakan.

Kalau menurutmu gimana?

Sampaikan di kolom komentar!

Editorial Team