Jika dinilai berdasarkan segmennya, film-film dalam Angel Sign memiliki kualitas yang oke dan mampu berdiri sendiri. Semuanya menampilkan cerita self-contained dengan pesan dan nuansa yang sangat spesifik untuk film itu sendiri. Yang hebatnya, hal itu berhasil dicapai tanpa dialog sama sekali! Sisipan muatan lokal seperti dalam film Sky Sky dan Back Home pun menambah nilai plus dari film tersebut. Jika bukan karena Sky Sky, saya bahkan nggak tahu kalau Thailand juga punya alat musik mirip angklung.
Meski demikian, jika film-film tersebut dinilai sebagai satu kesatuan, sayangnya semuanya tidak memiliki alasan kuat untuk dibuat berkesinambungan. Kemunculan kupu-kupu biru dan musik komposisi Angel Sign justru membuat penyelesaian konflik terasa "deus ex machina;" konflik selesai karena campur tangan pembuat film, bukan dorongan dari tokoh-tokohnya. Ada karakter sedih? Musik tema Angel Sign mengalun dan konflik pun selesai.
Tsukasa Hojo yang merupakan mangaka City Hunter telah menjalani debut sutradaranya dengan baik, namun ia juga masih harus banyak belajar cara mengemas lima film tersebut ke dalam satu kesatuan yang utuh. Sekali lagi, film-film dalam Angel Sign sudah cukup baik secara stand alone, namun jika dinilai sebagai satu kesatuan justru kamu akan lebih banyak bertanya-tanya.
Meskipun Angel Sign sudah selesai diputar di Jakarta, kamu masih berkesempatan menonton filmnya di kota-kota lain seperti di Yogyakarta (19-23 November), Makassar (29 November - 1 Desember), Surabaya (6-8 Desember), dan Bandung (20-22 Desember). Setelah nonton Angel Sign, jangan lupa nonton film-film keren lain di Japanese Film Festival 2019 ya!