Salah satu kelemahan umum dalam film aksi Hollywood adalah bagaimana antagonis bertemu dengan protagonis tanpa alasan yang rasional. Biasanya, musuh utama atau anak buahnya muncul begitu saja di hadapan sang jagoan, hanya untuk dihabisi tanpa perlawanan berarti. Namun, A Working Man berhasil menghindari jebakan ini, setidaknya di sebagian besar filmnya.
Levon Cade digambarkan sebagai sosok yang cermat dan taktis. Alih-alih langsung menghadapi musuh, ia menghabiskan waktu untuk memata-matai target, memasang perangkap, dan menunggu saat yang tepat untuk bergerak. Bahkan setelah menangkap target, Cade tidak serta-merta menghabisinya. Ia menggali informasi lebih dulu, memastikan apakah orang tersebut memiliki keterkaitan dengan antagonis utama sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
Pendekatan sistematis ini membuat A Working Man terasa lebih masuk akal dibandingkan kebanyakan film aksi lainnya. Namun, sayangnya, film ini kembali terjebak dalam pola lama saat memasuki fase akhir. Alih-alih mempertahankan strategi yang rasional, cerita mulai dipenuhi kebetulan yang memudahkan antagonis muncul di hadapan Cade. Meski tidak sepenuhnya buruk, hal ini terasa disayangkan mengingat pendekatan awal yang begitu solid.
Dari segi aksi, sulit menemukan kekurangan. David Ayer sudah sangat berpengalaman dalam menyajikan adegan laga yang intens dan memukau. Satu hal yang mungkin mengundang perdebatan adalah bagaimana film ini meromantisasi sosok tentara Amerika. A Working Man menggambarkan bahwa para prajurit sebenarnya bukan orang jahat, mereka hanya menjadi seperti itu karena keadaan. Meskipun pendekatan ini bisa dipahami, bagi sebagian penonton, hal ini mungkin terasa terlalu bias terhadap militerisme.