Review Smile 2, Horor Psikologi Dibalut dengan Selebriti

Saat penyanyi terkenal terkena teror senyum mematikan

S2_FP_017 (Small).jpg

GENRE: Horror

ACTORS: Naomi Scott, Kyle Gallner, Drew Barrymore

DIRECTOR: Parker Finn

RELEASE DATE: 16 Oktober 2024

RATING: 2.5/5

Smile 2 datang sebagai sekuel dari film horor psikologis Smile yang sukses menakut-nakuti penonton dengan premis yang sederhana namun memikat. Di film pertama, penonton disajikan dengan konsep kutukan yang berpindah dari satu korban ke korban lain melalui senyuman menyeramkan sebelum para korbannya terjun ke kematian tragis.

Kali ini, Parker Finn kembali sebagai sutradara dan membawa cerita ke arah yang lebih berani dan emosional. Dengan memasukkan karakter utama seorang diva pop yang tengah bergulat dengan trauma dan ketenaran, Smile 2 berupaya menghadirkan lapisan baru yang lebih kompleks.

Namun, apakah ini berhasil memperkuat elemen horor atau justru mengaburkan inti ketakutan yang membuat film pertama begitu efektif?

1. Formula yang Berulang

S2_FP_002 (Small).jpgDok. Paramount

Sejak awal, Smile 2 terlihat berusaha memperluas cakupan ceritanya dengan menambahkan unsur drama psikologis yang lebih mendalam. Film ini berkisah tentang Skye Riley, seorang bintang pop yang tengah mempersiapkan comeback setelah mengalami kecelakaan tragis yang menewaskan kekasihnya.

Dari segi cerita, langkah ini merupakan upaya ambisius untuk memadukan dunia selebriti dengan horor psikologis yang gelap. Sayangnya, alih-alih menciptakan ketegangan yang mendalam, film terlalu banyak mengeksplorasi sisi kehidupan selebriti Skye. Penonton disuguhi berbagai adegan yang menggambarkan dunia pop star, seperti sesi latihan, tampil di talk show, atau interaksi dengan penggemar yang membuat nuansa horor sering kali terabaikan.

Parker Finn sepertinya ingin menunjukkan bagaimana tekanan ketenaran dan trauma bisa menghancurkan seseorang secara psikologis, tetapi dalam prosesnya, elemen horor yang seharusnya menjadi inti cerita terasa tenggelam. Momen-momen menyeramkan yang ada di Smile 2 seolah hanya menjadi bumbu kecil, sementara drama kehidupan selebriti justru lebih mendominasi. 

Rasanya seperti melihat seorang sutradara film yang baru saja mendapatkan budget film besar, setelah sebelumnya harus berpuas diri dengan budget yang pas-pasan. Berlebihan dan sama sekali tidak seram.

Baca Juga: Review Smile, Teror Pembunuhan Berantai yang Melibatkan Senyuman

2. Pusat Emosi sang Karakter Utama

SM2_08099R (Small).jpgDok. Paramount

Terlepas dari masalah keseimbangan cerita, satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah penampilan Naomi Scott sebagai Skye Riley. Ia berhasil membawa karakter pop star yang rapuh dan penuh luka dengan sangat meyakinkan.

Scott menunjukkan sisi manusiawi dari seorang selebriti yang di permukaan tampak glamor, namun di dalamnya penuh dengan perasaan bersalah, trauma, dan ketakutan. Performa Scott memberikan kedalaman emosional yang jarang ditemukan di film horor, membuat penonton tidak hanya merasakan ketakutan dari setan yang menghantui, tetapi juga simpati terhadap penderitaan internal karakter utama.

Salah satu kekuatan utama film ini adalah bagaimana Naomi Scott mampu menghidupkan karakter yang tidak hanya sekadar korban makhluk mistis, tetapi juga seseorang yang menghadapi perjuangan mental. Ketika Skye perlahan-lahan mulai kehilangan kendali atas hidupnya dan dikuasai oleh ketakutan akan demon yang menghantuinya, penampilan Scott mampu membuat kita merasakan betapa berat beban yang harus ia pikul. Ini memberikan dimensi baru pada film horor yang jarang dijelajahi secara mendalam.

Selain unsur horor dan drama psikologis, Smile 2 juga menyisipkan kritik sosial terhadap kehidupan selebriti modern. Skye Riley bukan hanya seorang bintang pop, tetapi simbol dari tekanan sosial yang dialami oleh para selebriti di era digital. Film ini dengan tepat menggambarkan bagaimana kehidupan seorang selebriti dipenuhi dengan tuntutan untuk selalu tampil sempurna, diikuti oleh penggemar yang terus-menerus mencari perhatian, dan dituntut untuk menjaga citra publiknya. Ini adalah potret tajam tentang betapa menderitanya kehidupan di balik kilauan popularitas.

3. Kesimpulan

S2_FP_006 (1) (Small).jpgDok. Paramount

Seperti kebanyakan film horor psikologis modern, Smile 2 mencoba menciptakan akhir yang mengejutkan dan menegangkan. Sayangnya, alih-alih memberikan penutupan yang memuaskan, film ini justru berakhir dengan klimaks yang membingungkan.

Di paruh akhir film, plot mulai terlalu rumit dan ambisius, dengan serangkaian peristiwa yang tampak terlalu dipaksakan. Misalnya, adegan di mana Skye harus menjalani prosedur ekstrem untuk menghentikan jantungnya selama dua menit agar bisa mengalahkan setan terasa terlalu fantastis dan tidak masuk akal.

Parker Finn sepertinya ingin memperluas mitologi kutukan yang diperkenalkan di film pertama, tetapi dalam prosesnya, logika cerita mulai runtuh. Penonton mungkin akan meninggalkan bioskop dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Akhir yang membingungkan ini, dikombinasikan dengan visual horor yang intens namun tidak selalu relevan, membuat Smile 2 kehilangan esensinya sebagai film horor yang ingin memberikan pengalaman yang koheren dan menakutkan.

https://www.youtube.com/embed/FU_bAopCcSE

Baca Juga: 7 Fakta Film Smile: Horor yang Dibalut Sisi Psikologis

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU