TUTUP

8 Film Bertema Kemerdekaan untuk Meramaikan Suasana Kemerdekaan!

Banyak cara merayakan kemerdekaan, tapi jika kamu lebih suka malas-malasan di rumah dan tetap ingin mengungkapkan rasa nasionalismemu yang menggebu-gebu itu, boleh tonton film-film rekomendasi Duniaku.net berikut ini.

Banyak cara merayakan kemerdekaan, dari mulai ikut perlombaan, parade, hingga mengibarkan bendera merah putih di depan rumah. Tapi, jika kamu sedang ingin malas-malasan di rumah dan tetap ingin mengungkapkan rasa kebangsaanmu yang menggebu-gebut itu, boleh nonton film bertema kemerdekaan berikut ini. Perlu diingat, film bertema kemerdekaan tak harus film biografi (fibio) tokoh-tokoh seperti Soekarno, Jenderal Sudirman, dan lain sebagainya, tapi juga film yang mengangkat tema dan mengungkap arti dari kemerdekaan itu sendiri. Siapa yang tidak tahu Nagabonar? Tidak afdol rasanya membicarakan film kemerdekaan tanpa ada Nagabonar di dalamnya. Tidak heran juga mengingat film ini berulang kali ditayangkan di televisi nasional. Nagabonar ialah film komedi situasi yang mengambil latar peristiwa perang kemerdekaan Indonesia di Sumatera Utara. Ia bercerita tentang Naga Bonar (Deddy Mizwar), seorang pencopet yang sering keluar-masuk penjara, melawan Belanda. Nagabonar segar dan menghibur. Meski sudah berumur lebih dari 30 tahun, pengaruhnya masih terasa hingga kini lewat ucapan Naga Bonar, “Apa kata dunia?”. Film bertema kemerdekaan selanjutnya ialah film animasi dalam negeri Battle of Surabaya. Film garapan Aryanto Yuniawan ini mengambil latar cerita Peristiwa 10 November di mana tentara Indonesia berhadapan dengan Belanda yang membonceng sekutu memperebutkan Kota Surabaya. Meski memiliki keterbatasan dari segi animasi dan sulih suara, Battle of Surabaya adalah film animasi yang penting untuk ditonton. Selain sebagai sarana belajar sejarah lewat animasi, film ini juga membawa pelajaran yang tak kalah penting, yakni bahwa perang tak membawa keuntungan apapun selain penderitaan bagi rakyat kecil. Itu sesuai dengan tagline Battle of Surabaya, there is no glory in war. Perang hanya membawa penderitaan. Jika tidak membicarakan Nagabonar dalam narasi sejarah kemerdekaan tadi kurang afdol, maka tidak membicarakan Tjoet Nja’ Dhien adalah haram hukumnya. Film biografi (fibio) pahlawan Aceh Cut Nyak Dhien ini mengambil kisah Cut Nyak ketika perang gerilya melawan pasukan elite Belanda. Aceh terbukti menjadi daerah di Indonesia yang paling sulit ditaklukkan penjajah dan Cut Nyak adalah bagian terpentingnya. Tahun 1988 dan sineas Indonesia sudah membuat film dengan skala produksi mewah dan kualitas teknik jempolan seperti garapan Eros Djarot ini. Ratusan orang ambil bagian dalam peperangan menggunakan rencong dan Tjoet Nja’ Dhien memanfaatkannya dengan baik sehingga menjadi sangat epik. Untuk standar film Indonesia masa kini saja, kedigdayaannya masih belum tergoyahkan. Tonton! Seperti yang sudah saya bilang di pembukaan artikel, film bertema kemerdekaan tak harus berbicara tentang peristiwa kemerdekaan. Surat dari Praha ini berbicara tentang Peristiwa 1965 saat banyak mahasiswa yang dikirim Soekarno kuliah di luar negeri tidak bisa kembali ke Indonesia. Lewat Surat dari Praha, kita dibawa kembali ke sebuah pertanyaan abadi setiap 17 Agustus, apa makna kemerdekaan itu? Apalagi lewat karakter Jaya (Tio Pakusadewo), pertanyaan itu ditambah bebannya karena sebagai bagian dari bangsa Indonesia, ia terusir dari tanah airnya sendiri karena persoalan politik saat perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke Suharto. Surat dari Praha dapat menjadi refleksi kita sebagai bangsa Indonesia tentang memaknai arti kemerdekaan. Film bertema kemerdekaan tak hanya soal perang dan perang, tapi juga ada pesan penting lain yang seringkali lupa kita pikirkan. Simak selanjutnya di halaman sebelah! Enam Djam di Jogja adalah salah satu film paling penting yang membahas tentang kemerdekaan Indonesia. Ia disutradarai Usmar Ismail, bapak perfilman Indonesia. Film ini bercerita tentang Serangan Umum pasukan Indonesia ke Yogyakarta tahun 1949 melawan Belanda yang membonceng sekutu. Uniknya, Enam Djam di Jogja rilis dua tahun setelah kejadian tersebut. Oleh karena itu, keautentikannya sulit untuk dicurigai karena banyak pelaku dan saksi mata yang ingatannya masih segar. Saking realistisnya, ia masuk dalam gerakan neo-realism, yakni gerakan di mana film bercerita tentang kemiskinan rakyat kecil pasca-Perang Dunia II. Meskipun ceritanya fiksi, tapi film ini penting untuk ditonton untuk mengetahui seperti apa kondisi masyarakat Yogyakarta pada waktu itu. Layak tonton. Garuda di Dadaku ialah salah satu film anak dengan tema olahraga yang paling populer di Indonesia. Ceritanya sederhana, yakni perjuangan Bayu (Emir Mahira) dalam menggapai mimpinya masuk tim nasional Indonesia. Konflik terjadi karena kakeknya tidak suka Bayu main sepak bola dan memaksanya belajar dan les. Memang, film garapan sutradara Ifa Isfansyah ini tak menggebu-gebut dalam membicarakan nasionalisme dan kemerdekaan. Akan tetapi, bagi anak-anak, makna merdeka ialah kemerdekaan untuk memilih dan menggapai mimpi-mimpi mereka. Garuda di Dadaku berbicara tentang nasionalisme lewat kebanggaan Bayu memakai seragam merah putih dengan lambang garuda di dada. Sederhana, tapi sangat cocok untuk anak-anak. Film bertema kemerdekaan selanjutnya ialah 3 Srikandi garapan Imam Brotoseno. Mirip seperti Garuda di Dadaku, film yang dibintangi Chelsea Islan, Bunga Citra Lestari, Tara Basro, dan Reza Rahadian ini membawa tema olahraga, yakni panahan. Meski mirip, tapi 3 Srikandi punya penekanan bahwa makna kemerdekaan itu juga ada dalam rupa identitas. Bagi srikandi panahan dalam film ini, merdeka membuka kesempatan untuk berprestasi membela negara dan bangsa Indonesia. Bagi tiga atlet panahan legendaris itu, membela negara adalah sebuah kehormatan tersendiri. Filmnya memang agak dramatis, tapi 3 Srikandi mampu membangkitkan rasa nasionalisme dan kebangsaan, bahwa kita harus dan layak bangga mewakili Indonesia. Film bertema kemerdekaan terakhir dalam daftar ini ialah Soegija arahan sutradara legendaris Garin Nugroho. Ini fibio yang unik, sebab sebagai biografi, tokoh yang diangkat tidak dominan secara jasmani alias screen-time-nya sedikit. Barangkali memang begitulah tokoh Albertus Soegijapranata, uskup pribumi pertama. Namanya tidak sepopuler tokoh seperti Soekarno, Cut Nyak Dhien, dan lainnya. Soegija mengikuti kronologi kemerdekaan Indonesia dari mulai masa pendudukan Belanda tahun 1940, pendudukan Jepang tahun 1942, hingga agresi Belanda tahun 1946. Kita tidak hanya mengikuti kisah hidup Soegija, melainkan tokoh-tokoh lain dari asal usul berbeda, seperti Jawa, Tionghoa, bahkan Belanda hingga Jepang. Akan tetapi, itu yang menarik. Bahwa memang benar Soegija tampil hanya sedikit, tapi semangat dan gagasannya menggema di sepanjang film. Kemerdekaan bagi Soegija adalah kemanusiaan. Kemanusiaan ini pula yang menyatukan tokoh-tokoh tadi. “Kemanusiaan itu satu; kendati berbeda bangsa, asal usul, dan ragamnya; berlainan bahasa dan adat istiadatnya; kemajuan dan cara hidupnya. Semua, merupaken satu keluarga besar; satu keluarga besar di mana anak-anak masa depan tidak lagi mendengarkan nyanyian berbau kekerasan, tidak menuliskan kata-kata bermandi darah. Jangan lagi, ada curiga, kebencian, dan permusuhan.” Film baik yang bagus jadi ajang introspeksi kita sebagai bangsa Indonesia yang terbentuk dari berbagai macam suku bangsa dan agama.


Demikian 8 film bertema kemerdekaan menurut Duniaku.net. Semoga kamu punya pilihan menonton setelah membaca rekomendasi ini. Menurutmu, film bertema kemerdekaan lain apa yang kamu suka? Sampaikan di kolom komentar, ya!