TUTUP

Nostalgia Review Pengabdi Setan (1980): Horor Sarat Pesan Keagamaan

Pengabdi Setan adalah film horor klasik yang meskipun terasa agak ketinggalan jaman, masih sangat layak tonton. Simak ulasannya di sini!

Sebelum menonton Pengabdi Setan versi dibuat ulang oleh sutradara Joko Anwar yang akan dirilis dalam waktu dekat, tidak ada salahnya bila kita membahas film horor klasik yang sangat terkenal pada masanya ini. Mari simak ulasannya di sini!

[duniaku_baca_juga] "Isilah rumahmu dengan iman, maka ketenangan akan selalu mengayomimu dan keluargamu akan terhindar dari godaan...". Keluarga Pak Munarto (W.D. Mochtar) yang kaya raya baru saja mengalami musibah. Istrinya, Bu Mawarti (Diana Suarkom) meninggal dunia setelah menderita sakit yang tidak jelas. Ia meninggalkan Munarto bersama dua orang anaknya yaitu Rita (Siska Kabarety) yang gila berpesta dan Tomi (Fahcrul Rozy) yang cenderung pendiam. Namun, keanehan mulai terjadi semenjak sang Ibu meninggal. Tomi didatangi oleh arwah sang Ibu dan secara diam-diam mulai mempelajari ilmu hitam. Rita diganggu oleh penglihatan-penglihatan mengerikan seperti kuntilanak yang berkeliaran di sekitar rumahnya. Kedatangan seorang sosok pembantu bernama Darminah (Ruth Pelupessy) yang misterius membuat kondisi keluarga Pak Munarto yang sedang berduka semakin suram. Apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka? Ancaman dan kengerian apa yang tengah mengintai?

Kisah Yang Lekat Dengan Kehidupan Sehari-hari

Pengabdi Setan memiliki aspek yang cukup unik di masanya. Apabila pada saat itu film-film horor selalu lekat dengan praktek agama Kristen maupun Buddha, maka Pengabdi Setan memiliki nuansa Islami yang cukup kental. Dibuka dengan adegan pemakaman sang Ibu dengan tata cara Islami dan diikuti dengan adegan tahlilan, Pengabdi Setan terasa lekat dengan kehidupan sehari-hari orang Indonesia, sehingga dengan cepat penonton bisa langsung terkoneksi dengan apa yang terjadi di filmnya. Gambaran keluarga Pak Mochtar pun juga masih terasa familiar untuk orang-orang Indonesia. Sebagai keluarga kaya raya, Pak Mochtar merasa sudah memiliki cukup banyak harta sehingga ia tidak mendidik anak-anaknya untuk beribadah dan bersyukur. Diperingatkan oleh orang lain pun Pak Mochtar tetap tidak menggubrisnya, hal inilah yang membuat keluarganya sangat rentan dengan gangguan dan godaan setan. Kendati demikian, Pengabdi Setan tak pernah terasa terlalu menggurui dan subteks tentang kekuatan keyakinan menyatu dengan mulus ke dalam ceritanya. Salah satu adegan yang saya sukai adalah ketika Tomi pergi ke sebuah toko buku untuk mencari buku tentang tafsir mimpi, ia diberikan buku Tuntutan Shalat Lengkap (Itu lho, yang sampulnya warna ungu) oleh sang penjaga toko. Adegan kecil yang terkesan tidak penting ini kemudian akan menjadi signifikan karena berhubungan dengan motif utama sang antagonis. Bila ditonton di tahun 2017, Pengabdi Setan memang memiliki banyak kekurangan. Akting para pemain terutama Fachrul Rozy dan Diana Suarkom terasa cukup kaku. Plotnya juga memiliki lubang di sana-sini. Namun Pengabdi Setan cukup jujur dalam presentasinya dan tidak berusaha untuk terlihat konyol, karena film ini lebih mengandalkan atmosfer dan sinematografi yang baik untuk menciptakan kengerian. Di luar dugaan, tingkat kekerasan di film ini cukup tinggi terutama menjelang akhir film. Mulai dari efek praktikal untuk gore dan riasan untuk tokoh-tokoh hantunya terasa masih cukup menyeramkan bila ditonton sekarang, meskipun melihat dempul yang tebal kadang bisa mengundang sedikit gelak tawa. [read_more id="327869"] Ruth Pelupessy serasa memang ditakdirkan untuk memerankan sosok pembantu misterius Darminah. Tatapan matanya yang dingin dan jahat dijamin akan terus membekas di benak penonton lama setelah filmnya berakhir. Diedit oleh Doni Jaelani