Attack on Titan Hollywood yang dikabarkan sedang dalam proses negosiasi berpotensi lebih bagus dari versi Jepangnya. Kenapa? Ini alasannya!
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Attack on Titan Hollywood yang dikabarkan sedang dalam proses negosiasi berpotensi lebih bagus dari versi Jepangnya. Kenapa? Ini alasannya!
[page_break no="1" title="Attack on Titan Memiliki Latar Barat"]
[duniaku_baca_juga] Satu alasan ini saja bisa membuat
Attack on Titan Hollywood lebih bagus dari versi Jepangnya. Ada judul-judul animanga di mana meski tokoh-tokohnya memiliki warna rambut dan mata warna-warni, mereka tetap diidentifikasi sebagai orang Jepang. Misalnya
Naruto dan
Rurouni Kenshin. Mau bagaimana juga, bila ada adaptasi
live action tokoh-tokoh dari judul tersebut rasanya lebih cocok diperankan orang Jepang.
Kenshin live action sudah membuktikannya.
Attack on Titan tidak termasuk dalam golongan itu. Dari arsitektur hingga karakter, sudah jelas
Attack on Titan terjadi di wilayah Eropa. Hanya satu karakter yang secara eksplisit memang berdarah Asia, yakni Mikasa. Studio Hollywood bisa memilih pemeran dari Amerika dan Eropa tanpa dituduh macam-macam, atau dianggap tidak sesuai dengan karakter. Etnis mereka di manga pun begitu. Warner Bros pun bisa menyajikan latar Jerman seperti yang ditampilkan di manganya, bukannya
post-apocalypse mengecewakan yang tersaji di versi film Jepangnya. [page_break no="2" title="Memang Harus Didukung Efek Visual Hollywood"]
[duniaku_adsense] Premis sekumpulan pejuang manusia menggunakan
3-D Maneuver Gear untuk menangani monster-monster raksasa sudah terdengar mahal untuk dieksekusi. Saat diwujudkan dengan modal dan kemampuan studio Jepang, efeknya terasa terlalu biasa.
Attack on Titan Hollywood, didukung oleh modal dari Warner Bros, bisa menyajikan aksi-aksi heboh dan kengerian para titan dengan lebih maksimal. Bahkan seharusnya walau akting dan naskahnya mengecewakan pun Warner Bros bisa menampilkan visual yang tak terlupakan. [page_break no="3" title="Melampaui Kualitas Film Jepangnya Seharusnya Tidak Sulit"]
[read_more id="290841"] "Film aslinya kan sudah bagus, ngapain di-
remake lagi?" itu biasanya komentar fan saat mendengar kabar seperti ini.
Attack on Titan Hollywood memiliki "keunggulan" yang tak dimiliki oleh kebanyakan judul seperti ini: film aslinya luar biasa jelek. Ya, siapa pun sutradara yang ditunjuk untuk menangani film ini memiliki beban lebih ringan. Walau gagal menyaingi kualitas animanga pun mereka masih bisa - setidaknya - melampaui kualitas film versi Jepangnya. Mulai dari modifikasi plot yang tidak perlu, adaptasi karakter yang sama sekali tidak bagus, karakterisasi yang sama-sama hambarnya dengan film seperti
Assassin's Creed, dan banyak momen jelek di sepanjang tayangan, rasanya Warner Bros harus berusaha keras untuk menyajikan film yang lebih mengecewakan lagi.
Apa lagi nih kira-kira alasan
Attack on Titan Hollywood bisa lebih bagus dari versi film Jepangnya? Kamu bisa membaca lanjutannya di halaman dua. [page_break no="4" title="Attack on Titan Anthology"]
[duniaku_adsense] Khawatir kalau
Attack on Titan Hollywood akan jelek bila ditangani oleh penulis barat? Memang kecil kemungkinan Hajime Isayama diserahkan tanggung jawab sebagai penulis naskah lagi. Posisi yang bisa dipegang sang mangaka hanyalah pengawas proyek, dan itu pun posisi yang sering kali diabaikan oleh studio sendiri. Tapi
Attack on Titan Anthology menunjukkan kalau konsep
Attack on Titan bisa dimanfaatkan dengan sangat baik oleh para penulis dan komikus barat. Ada banyak rasa tersaji di dalam buku itu, mulai dari humor hingga tragedi kelam yang menguras air mata. Konsep yang tersaji di ceritanya memang bersifat universal. Komik dan film memang media berbeda. Tapi bila para penulis
Attack on Titan Anthology saja sukses menyajikan kisah
AoT dalam medium berbeda, penulis berpendapat penulis naskah film layar lebarnya nanti pun bisa menyajikan hal serupa. Yang jadi masalah mungkin adalah menemukan penulis naskah yang memang paham dengan materi ceritanya. Para penulis di
Attack on Titan Anthology jelas telah membaca dan mendalami manganya. Penulis naskah Hollywood sering kali bahkan tak memahami film yang mereka garap. [page_break no="5" title="Edge of Tomorrow"]
Ketimbang
Dragonball Evolution yang kacau balau itu, sebenarnya
Attack on Titan lebih mendekati
Edge of Tomorrow - yang diadaptasi dari
light novel All You Need is Kill. Eren dan para pejuang di
All You Need is Kill tidak memiliki kekuatan tenaga dalam. Mereka antara memanfaatkan teknologi, skill, atau kekuatan yang diperoleh dari musuh mereka (
titan shifter untuk
AoT, rewind untuk
All You Need is Kill). Kedua judul pun mengangkat tema universal perjuangan manusia menghadapi kehancuran di hadapan monster-monster kuat. Pasukan protagonis di
All You Need is Kill tersusun dari prajurit banyak negara. Pada akhirnya, ini mempermudah proses adaptasi. Seperti ditulis di poin pertama,
Attack on Titan pun memiliki tokoh yang lebih banyak berpenampilan dan bernama Eropa, dengan hanya satu karakter yang jelas-jelas Asia. Bahkan, tak seperti
All You Need is Kill, studio tak perlu membuat tokoh utamanya menjadi aktor bule. Eren Yaeger memang sudah bernama dan berpenampilan barat.
Edge of Tomorrow merupakan film yang sukses di kalangan kritikus, dan merupakan bukti kalau Hollywood bisa menangani karya dari Jepang; selama karya tersebut bisa dengan mudah disesuaikan dengan pasar Amerika. Dengan banyaknya kesamaan antara dua judul ini, rasanya tak sulit bagi Warner Bros untuk menyajikan pengalaman yang baru sekaligus asyik untuk penonton.
Itulah lima alasan film
Attack on Titan Hollywood bisa lebih bagus dari film versi Jepangnya. Apakah ini pasti? Belum tentu. Satu kesalahan saja bisa membuat film ini kacau balau seperti
Dragonball Evolution. Namun tidak seperti
Naruto, Dragonball, atau
Bleach, Attack on Titan adalah judul yang berpotensi bisa dikerjakan dengan benar oleh Amerika. Tinggal bagaimana Warner Bros dan sutradara pilihan mereka menanganinya saja.