Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Di tahun ini, film horor mainstream tampaknya tidak menghasilkan apa-apa selain festival jumpscare yang membosankan. Bahkan, film seperti The First Omen terasa seperti tiruan dari film yang jauh lebih baik, dengan jumpscare yang tak ada habisnya.
Tidak ada yang menarik dari suara keras dan wajah seram yang hanya muncul sebentar di layar. Meskipun bisa membuat jantung berdegup kencang, begitu kita melihatnya datang, sulit untuk membangun koneksi emosional dengan apa yang ada di layar.
Hal yang sama juga terjadi di Tarot. Film adaptasi novel Horrorscope yang ditulis oleh Nicholas Adams ini mengalami masalah yang serius. Terutama untuk sektor jumpscare mereka. Berikut ini adalah review dari Tarot.
1. Kartu Tarot celaka
Sekelompok teman yang terdiri dari Haley (Harriet Slater), Grant (Adain Bradley), Paxton (Jacob Batalon), Paige (Avantika), Madeline (Humberly González), Lucas (Wolfgang Novogratz), dan Elise menyewa sebuah mansion di Catskills untuk merayakan ulang tahun Elise (Larsen Thompson).
Meskipun ada ketegangan akibat putusnya hubungan antara Haley dan Grant, mereka memutuskan untuk mengalihkan perhatian dengan membaca horoskop menggunakan kartu tarot yang ditemukan di basement.
Namun, penggunaan kartu tarot ini tanpa disadari melepaskan kutukan mematikan yang menghantui mereka satu per satu sesuai dengan kartu yang mereka terima. Setelah kematian Elise dan Lucas, mereka menyadari bahwa kematian tersebut berkaitan dengan pembacaan tarot yang dilakukan Haley. Mereka mencari bantuan Alma Astryn (Olwen Fouéré), seorang ahli okultisme, yang menjelaskan asal-usul kartu tersebut dan kutukannya.
Baca Juga: Review IF, Ryan Renolds Membantu Para Teman Khayalan
2. Untuk siapa film ini dibuat?
Untuk siapa film ini dibuat? Siapa yang sebenarnya akan menikmatinya? Konsep kartu Tarot mematikan sebenarnya memiliki potensi, terutama dengan format ala Final Destination di mana setiap karakter utama diburu oleh astrolog satu per satu. Namun, film ini membuat dua kesalahan fatal sejak awal, yang memastikan film ini tidak akan pernah pulih seiring berjalannya waktu.
Pertama, film ini diberi rating PG-13. Meskipun ada film di mana rating ini dapat diterima, konsep kartu Tarot pembawa malapetaka yang membunuh para protagonis melalui serangkaian adegan brutal membutuhkan rating R penuh supaya lebih efektif.
Para pembuat film Cohen dan Halberg terus-menerus memotong adegan kekerasan setiap kali sesuatu yang menarik terjadi, seperti adegan di dalam 'Magician’s Box.' Paige diculik oleh pesulap setan dan terjebak di dalam kotak saat pesulap itu mempersiapkan trik "memotongnya menjadi dua." Namun, saat gergaji masuk ke dalam kotak, adegan ini langsung dipotong, berpindah ke adegan lain dan hanya memberi petunjuk bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.
Kedua, para protagonis yang dibuat tidak berkembang dan membuat keputusan bodoh yang tidak akan dilakukan oleh orang waras mana pun, bahkan jika terjebak dalam situasi mereka. Semua orang yang pernah menonton film horor tahu betapa pendek pikirannya sebagian besar protagonis film horor, namun Tarot membawanya ke tingkat yang baru.
Walaupun memiliki dua kelemahan ini, setidaknya Tarot masih memiliki kelebihan untuk urusan monster-monsternya yang artistik. Beberapa astrolog digambarkan sangat apik, sementara beberapa lainnya terlihat cukup generik. Tetap menyeramkan sih, tapi generik.
3. Kesimpulan
Meskipun Tarot adalah adaptasi dari Horrorscope karya Nicholas Adams, perlakuannya di layar terasa tidak imajinatif. Kami menginginkan horor yang orisinal. Kami ingin takut dan terpukau dengan gambar-gambar yang terus terbayang lama setelah kredit selesai sehingga kami tidak bisa tidur di malam hari. Sayang, seluruh formulai yang digunakan oleh Spenser Cohen dan Anna Halberg seperti terlalu kuno sehingga kami kesulitan mendapatakn apa yang kami inginkan ketika menonton Tarot.
Karena seluruh pengalaman ini, kami hanya bisa mengganjar Tarot dengan nilai 3,1 dari 5 bintang review. Memiliki banyak potensi, tapi sayangnya terbentur rating dan gaya penyutradaraan yang kuno.
Baca Juga: Review The Ministry of Ungentlemanly Warfare, Inspirasi James Bond