dok. Studio Audio Visual Puskat/Soegija
Film bertema kemerdekaan berikutnya ialah Soegija arahan sutradara legendaris Garin Nugroho. Ini fibio yang unik, sebab sebagai biografi, tokoh yang diangkat tidak dominan secara jasmani alias screen-time-nya sedikit.
Barangkali memang begitulah tokoh Albertus Soegijapranata, uskup pribumi pertama. Namanya tidak sepopuler tokoh seperti Soekarno, Cut Nyak Dhien, dan lainnya.
Soegija mengikuti kronologi kemerdekaan Indonesia dari mulai masa pendudukan Belanda tahun 1940, pendudukan Jepang tahun 1942, hingga agresi Belanda tahun 1946. Kita tidak hanya mengikuti kisah hidup Soegija, melainkan tokoh-tokoh lain dari asal usul berbeda, seperti Jawa, Tionghoa, bahkan Belanda hingga Jepang.
Akan tetapi, itu yang menarik. Bahwa memang benar Soegija tampil hanya sedikit, tapi semangat dan gagasannya menggema di sepanjang film.
Kemerdekaan bagi Soegija adalah kemanusiaan. Kemanusiaan ini pula yang menyatukan tokoh-tokoh tadi.
“Kemanusiaan itu satu; kendati berbeda bangsa, asal usul, dan ragamnya; berlainan bahasa dan adat istiadatnya; kemajuan dan cara hidupnya. Semua, merupaken satu keluarga besar; satu keluarga besar di mana anak-anak masa depan tidak lagi mendengarkan nyanyian berbau kekerasan, tidak menuliskan kata-kata bermandi darah. Jangan lagi, ada curiga, kebencian, dan permusuhan.”
Film baik yang bagus jadi ajang introspeksi kita sebagai bangsa Indonesia yang terbentuk dari berbagai macam suku bangsa dan agama.