Dan Street Fighter. (Dok. Paramount Pictures, Capcom/Street Fighter)
Nama Andrew Schulz kerap memicu pro dan kontra, dan itu menjadi salah satu alasan kenapa casting-nya sering diperdebatkan. Sebagian penonton kurang menyukai Schulz karena gaya humornya yang agresif, provokatif, dan terlalu mengandalkan shock value. Ia dikenal vokal, dominan, dan jarang menahan diri, sikap yang bagi sebagian orang terasa melelahkan atau ofensif.
Kritik lain datang dari persepsi bahwa persona Schulz terlalu ego-sentris dan defensif, baik di panggung stand-up maupun podcast. Ia sering tampil seolah selalu benar, sulit mundur, dan gemar memancing reaksi keras. Hal ini membuatnya mudah dibenci oleh audiens yang tidak cocok dengan komedi konfrontatif.
Ironisnya, semua alasan inilah yang justru membuat Andrew Schulz cocok memerankan Dan Hibiki. Dan adalah karakter yang juga sering tidak disukai, berisik, sok jago, dan penuh kepercayaan diri tanpa pembuktian. Ketidaksukaan publik terhadap Schulz bukan kelemahan casting, melainkan paralel alami dengan karakter Dan Hibiki itu sendiri.
Dan Hibiki mungkin bukan petarung terkuat atau paling disukai, tapi justru itulah perannya. Ia adalah cermin ego, tentang ambisi besar tanpa kesiapan, gaya tanpa fondasi. Di tengah dunia Street Fighter yang penuh legenda, Dan hadir sebagai pengingat bahwa kepercayaan diri saja tidak pernah cukup.
Kisahnya menegaskan satu hal sederhana: meniru kekuatan tidak sama dengan memilikinya. Dan Hibiki mungkin gagal sebagai petarung, tetapi berhasil sebagai satire yang jujur dan tak terlupakan.