Screenshot The Beginning After the End versi anime. (Dok. Studio A-Cat/The Beginning After The End)
Kalau bicara soal The Beginning After the End, saya pribadi merasa bahwa salah satu kekuatan utama versi webtoon-nya terletak pada pengolahan cerita. Meski genrenya sudah sangat padat, TBATE tetap mampu menyajikan narasi yang memikat, dengan perkembangan karakter yang menarik.
Dan karena itu pula, ketika adaptasi anime diumumkan, ekspektasi saya secara pribadi cukup tinggi. Terutama karena saya tahu bahwa dengan penyajian visual yang kuat, cerita ini bisa mengesankan dan menarik fans baru, sebagaimana yang terjadi pada judul seperti Solo Leveling.
Namun, sejauh ini adaptasi animenya terasa belum berhasil menangkap potensi besar yang dimiliki materi aslinya. Terlepas dari kekuatan ceritanya, kualitas visual yang disajikan di dua episode perdana jelas di bawah harapan saya.
Dan di era modern seperti sekarang, itu adalah masalah besar. Penonton sudah terbiasa disuguhi karya dengan produksi matang bahkan dari adaptasi yang dulunya dianggap underdog. Maka, ketika dua episode pertama sudah menunjukkan tanda-tanda produksi yang tidak solid, kepercayaan penonton bisa langsung goyah.
Apalagi ada fenomena yang dikenal dengan istilah "three episode rule" yakni kecenderungan penonton anime untuk memberi kesempatan sebuah seri baru selama tiga episode, sebelum memutuskan apakah layak dilanjutkan atau tidak. Jika dua dari tiga episode pertama saja sudah mengundang kekecewaan, bukan hal aneh jika banyak yang memilih berhenti menonton sebelum sempat melihat perbaikan.
Jika kamu termasuk yang masih melihat potensi dari sisi naratif TBATE tapi sekedar tidak puas dengan visual animenya, saya sangat merekomendasikan untuk mencoba versi webtoonnya.
Nah itu situasi soal animasi The Beginning After the End dikritik penonton.
Gimana menurutmu? Sampaikan di kolom komentar!