TUTUP

Review Film Attack on Titan - Lumayan, Meskipun Banyak Perbedaan dari Manganya

Akhirnya live Attack on Titan rilis resmi di bioskop Indonesia. Bagaimana kualitasnya? Baca saja di review film Attack on Titan ini!

Setelah sempat diundur, akhirnya film live-action Ada banyak perubahan dari versi anime dan manganya, mulai dari nama karakter, lokasi, hingga latar waktu. Meski begitu, selama kamu tidak terlalu ingin adaptasi kaku dari material dasarnya, film ini sebenarnya tidak terlalu buruk. Salah satu kekuatan utama film Attack on Titan ini justru visualnya. Memang, tim produksi film ini tak bisa menyajikan pemandangan ala Eropa dari manganya. Namun latar post apocalypse yang disajikan di sini cukup memukau dan memuaskan. Post apocalypse? Ya, seperti yang terlihat di trailer, visual latar tempat film Attack on Titan ini memang sangat post apocalypse, mulai dari pakaian kotor para karakternya, makanan seadanya, serta kondisi hidup para penduduk sipil. Reruntuhan yang tersaji di luar dinding bahkan mengingatkan kepada game seperti Last of Us... dengan titan menggantikan zombie jamur. Selain latar, penampilan titan-titannya juga cukup oke. Seperti manganya, penampilan mereka yang seperti eksibisionis raksasa mungkin terasa lucu. Tapi mereka tetap bisa memberikan kengerian saat mereka mulai melahap mangsa. Untuk plot, meski banyak modifikasi di sana-sini, film ini kira-kira merangkum kisah dari masa lalu Eren hingga kebangkitan Rogue Titan. [read_more link="https://static.duniaku.net/2015/06/Trailer-Baru-Attack-on-Titan-Hanji.jpg"> [read_more id="218783"] Dan entah bagaimana karakter yang paling mendapat porsi pembangunan karakter, Eren, justru tampil lebih menyebalkan di komik dari awal hingga akhir. Sebuah prestasi yang sangat "luar biasa." Selain itu, entah apa yang dipikirkan oleh sutradara Shinji Higuchi saat dia memasukkan satu adegan mesra yang sangat random di tengah film. Sejak awal, adegan semacam ini juga bisa membuat kening berkerut mengingat betapa minimnya fan service di manga dan anime Attack on Titan. Tapi penempatannya dan apa yang terjadi kemudian membuat keseluruhan adegan ini lebih terasa kocak ketimbang seksi atau tragis. Mengesampingkan kelemahan itu, Attack on Titan sebenarnya masih cukup oke. Kalau kamu tidak keberatan dengan tontonan berdarah atau deviasi dari manga/animenya, film ini mungkin masih bisa memuaskan kamu. Tapi, akhirnya yang menggantung bisa jadi akan mengecewakan, mengingat film ini memang dipersiapkan sebagai bagian pertama dari duologi. Mungkin akan dibuat review film Attack on Titan secara keseluruhan, menyambung bagian pertama ini dengan kedua, setelah sequelnya rilis nanti.